7.6.17

KEHIDUPAN WARIA



KEHIDUPAN WARIA
 

 irwanto
NNIM. 163104101125
psikologi umum

 Fenomena kaum waria merupakan suatu paparan nyata yang tidak dapat ditolak eksistensinya di masyarakat.Sayang belum banyak orang yang mengetahui seluk beluk kehidupan kaum waria yang sesungguhnya.Kebanyakan dari orang-orang itu hanyalah melihat dari kulit luar semata. Lebih disayangkan lagi, ketidaktahuan mereka atas fenomena tersebut bukannya membuat mereka mencoba belajar tentang apa, bagaimana, mengapa, dan siapa dia, melainkan justru melakukan penghukuman dan penghakiman yang sering kali menjurus pada tindakan biadab dan mengesampingkan nilai-nilai kemanusiaan.

Berbicara masalah waria adalah berbicara tentang seksualitas.Disinilah kita semakin melihat betapa kompleksnya berbicara tentang waria.Ia tidak saja berdiri didepan kaca biologi, psikologi, medis, sosiologi, politik, ekonomi, tetapi juga berdiri diambang pintu keagamaan seksualita manusia kontemporer dan itu adalah dirinya sendiri.
   Kehadiran waria sebagai salah satu jenis kelamin ketiga memang masih menjadi perdebatan hingga saat ini.Hal ini memicu adanya berbagai macam pandangan dan perspektif tentang waria.Semua itu mencerminkan betapa kompleksnya permasalahan waria itu.
     Berbicara tentang waria, kita tidak bisa melepaskannya dari fenomena sosial yang ada dalam masyarakat, yakni bagaimana sebenarnya waria berinteraksi dengan masyarakat luas serta implikasi yang ditimbulkan dari sikap masyarakat yang terkesan ambigu karena ambivalensi sikap masyarakat terhadap waria.
    Hal ini menjadi dilemma tersendiri bagi waria.Di satu sisi, masyarakat tidak membuka kesempatan pendidikan, kehidupan yang layak dan pekerjaan bagi waria, namun di sisi lain, seiring dengan menjamurnya prostitusi waria, stereotype masyarakat yang sering ditujukan pada waria adalah bahwa waria identik dengan prostitusi.
     Di tambah lagi dengan fenomena munculnya seorang waria yang dengan gambling mengenakan jilbab, menggunakan mukena dalam melaksanakan sholat dan berada didalam shaf perempuan, mendaulat dirinya sebagai seorang Muslimah.
   Dalam hal ini seorang waria yang ingin hak-hak keberagamaannya tidak terganggu dengan tanggapan-tanggapan negative tentang dirinya yang di anggap melecehkan agama, dan melecehkan nama baik Muslimah, dia memberikan suatu tanggapan dengan menjelaskan bahwasanya jiwa yang berada dalam jasad kasarnya itu adalah jiwa seorang perempuan.
    Waria ‘Muslimah’ ini dia mengatakan bahwasanya semenjak kecil dia tidak merasa kalau dirinya adalah laki-laki, dengan kata lain perasaan yang ada dalam jiwanya adalah jiwa seorang perempuan, hanya organ-organ tubuhnya dan jasad kasarnya yang membuat dia menjadi seorang Waria.
    Fenomena waria ini ternyata tidak hanya terjadi dimasa-masa sekarang ini, akan tetapi waria sudah ada pada zaman Rasulullah dulu, yang mana terdapat hadis-hadis tentang keberadaan waria. Begitu banyak pendapat-pendapat ulama fiqih yang berdalil tentang hadis-hadis yang melaknat seorang waria, diantara hadis-hadis tersebut adalah sebagai berikut :
Diceritakan dari Ayyub ibn Najar dari Tayyib bin Muhammad dari Atha’ bin abi Barah dari abi Hurairah berkata : Rasulullah melaknat seorang banci laki-laki, yaitu mereka yang menyerupai perempuan dan seorang perempuan yang menyerupai laki-laki, dan orang laki-laki yang melajang, yaitu mereka yang tidak mau menikah dan perempuan perawan yang juga menolak untuk menikah dan orang yang memilih untuk hidup sendiri. (HR. Ahmad bin Hanbal)
Keberadaan waria sebagai mahluk yang kurang sempurna, secra fisik maupun psikis. Untuk lebih jelasnya lagi Waria sendiri ada bermacam-macam gejalanya, yaitu:
a. Homoseksual
Homoseksual adalah relasi seks dengan jenis kelamin yang sama, atau rasa tertarik dan mencintai jenis seks yang sama secara perasaan atau secara erotik, baik secara predominsn maupun ekslusif terhadap orang-orang yang berjenis kelamin sama, dengan atau tanpa hubungan fisik. Jadi pada intinya homoseksual merupakan seorang laki-laki yang normal dari segi fisik maupun psikisnya. Dia tetap merasa kalau dirinya adalah laki-laki sehat, akan tetapi orientasi seksualnya yang bermasalah atau mengalami gangguan, yaitu ketertarikannya terhadap sesame laki-laki lebih dominant.
Yang membedakan homoseksual dengan waria adalah dalam segi berpakaian dan berpenanmpilan, seorang homoseks tidak perlu berpenampilan selayaknya penampilan seorang perempuan.
Munculnya gejala perilaku homoseksual ada yang berpendapat bahwa hanya merupakan tren atau gaya hidup dari masyarakat modern. Jadi problem perilaku homoseksual merupakan sebab dari factor lingkungan.

b. Hermafrodit
Hermafrodit adalah keadaan ekstrem interseksualitas dengan gangguan perkembangan pada proses pembedaan kelamin, apakah akan dibuat perempuan atau laki-laki. Pada kelompok hermafrodit kesulitan utama adalah ketika ia harus ditentukan jenis kelaminnya, laki-laki atau perempuan.
Waria hermafrodit jelas secara fisik-biologis dia mengalami kelainan.Pada kenyataannya keberadaan kaum hermafrodit merupakan cacat yang diderita semenjak lahir (karena berkaitan dengan fisik) dan bisa dikembalikan normal sesuai dengan jenis kelaminnya. Dalam kasus hermafrodit, para medis menyatakan bahwa setiap 20.000 kelahiran akan selalu didapati kasus semacam ini. Hermafrodit sendiri dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Hermafrodit Sejati, adalah keadaan bahwa seseorang mempunyai alat kelamin dalam perempuan dan alat kelamin laki-laki sekaligus.
2. Hermafrodit Palsu, adalah seseorang yang memiliki alat kelamin dalam, dari satu jenis kelamin, namun beralat kelamin luar, dari jenis kelamin lawannya. Hermafrodit palsu ini ada tiga macam, yaitu:
·            Pseudohermafrodit laki-laki bersifat laki-laki (Masculinizing male pseudohermafrodit. Secara umum tampak seperti laki-laki atau seperti perempuan, memiliki testis yang tidak sempurna, alat kelamin luar meragukan tetapi kira-kira penis, payudara tidak berkembang, tubuh berambut seperti laki-laki.
·            Pseudohermafrodit laki-laki bersifat perempuan (Feminizing male pseudohermafrodit). Secara umum tampak seperti perempuan, payudara berkembang.Ada yang mempunyai perilaku seks seperti perempuan, meskipun tanpa sadar, jelas mempunyai testis tanpa jaringan ovarium tetapi kurang sempurna karena rangsangan feminisasi, penisnya menyerupai klitoris yang besar, tidak terdapat haid karena tidak ada jaringan ovarium.
·            Pseudohermafrodit perempuan. Secara umum tampak seperti laki-laki, alat kelamin luar meragukan, mempunyai ovarium akan tetapi tidak sempurna.
Dengan demikian hermafrodit termasuk dalam kelainan seksualitas jika dilihat dari kacamata biologis-medis.Seperti yang telah dijelaskan bahwasanya hermafrodit disebabkan oleh kelaianan ketidak seimbangan hormon saat lahir.
         
c. Transvetisme
Transvetisme adalah sebuah nafsu yang patologis untuk memakai pakaian dari lawan jenis kelaminnya. Dan dia akan mendapatkan kepuasan seks dengan memakai pakaian dari jenis kelamin lainnya.
Dalam transvetisme yang lebih ditonjolkan adalah kepuasan seks seseorang yang didapat dari cara berpakaian yang berlawanan dengan jenis kelaminnya. Jika seseorang itu berjenis kelamin laki-laki maka ia akan mendapatkan kepuasan seks dengan memakai pakaian perempuan. Sebaliknya, jika seseorang itu berjenis kelamin perempuan, ia akan mendapatkan kepuasan seks hanya dengan memakai pakaian laki-laki. Pakaian baginya adalah sebaga alat untuk meningkatkan dan menimbulkan gairah seks.
Seorang transvetis yang diserang pada umumnya adalah daya khayalnya, yakni bahwa dengan imajinasi dan intuisi melalui cara berpakaian lawan jenisnya, ia merasakan sebuah kenikmatan seksual. Disini seorang transvetisme tetap berusaha untuk mempertahankan identitas kelaminnya, meski ia memakai pakaian yang bukan untuk jenisnya.
Dengan demikian transvetisme termasuk dalam gangguan psikoseksual parafilia yang sampai saat ini belum dapat diketahui penyebabnya.
           
d. Transeksual
Pada waria, sebagai seorang transeksualis, memiliki karakteristik yang berbeda. Seorang transeksualis, secara jenis kelamin sempurna dan jelas, tetapi secara psikis cenderung menampilkan diri sebagai lawan jenis.Transeksual lebih banyak dialami oleh kaum laki-laki dibanding kaum perempuan.
Kaum transeksual adalah kondisi psikis bukan dari pakaian yang mereka kenakan, sehingga kaum transeksual sering dianggap sebagai orang yang terjebak pada jenis kelamin yang salah karena identitas kelaminya yang terganggu.
Sebagai gejala transeksualisme, yakni gejala merasa memiliki seksualitas yang berlawanan dengan struktur fisiknya, keinginan untuk menggubah jenis kelaminnya lebih banyak ditentukan oleh factor psikis. Maka berbagai cara dilakukan untuk mengubah dirinya menjadi seorang perempuan.
Adapun ciri-ciri kaum waria transeksual adalah sebagai berikut:
a. Identifikasi transeksual harus sudah menetap minimal 2 tahun dan merupakan gejala dari gangguan jiwa lain seperti skizofrenia, atau berkaitan dengan kelaiana intersesk, genetic atau kromosom.
b. Adanya hasrat untuk hidup dan diterima sebagai anggota dari lawananya keinginan untuk mendapatkan terapi hormonal dan pembedjenisnya biasanya disertai perasaan risih dan ketidakserasian anatomi tubuhnya.
c. Adahan untuk membuat tubuhnya semirip mungkin dengan jenis kelamin yang diinginkan.
Pada waria transeksual pun masih dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu:
a. Transeksual yang aseksual, yaitu seorang transeksual yang tidak berhasrat atau tidak mempunyai gairah seksual yang kuat.
b. Transeksual homoseksual, yaitu seorang transeksual yang memiliki kecenderungan tertarik pada jenis kelamin yang sama sebelum ia sampai ke tahap transeksual murni.
c. Transeksual yang heteroseksual, yaitu seorang transeksual yang pernah menjalani kehidupan heteroseksual sebelumnya.

Ada yang berasumsi bahwa keberadaan waria lebih banyak didominasi oleh factor lingkungan, maka ada kemungkinan bagi waria itu untuk bisa sembuh dan menjadi laki-laki atau perempuan normal, sesuai dengan kondisi fisiknya. Namun bila keberadaan mereka lebih banyak didominasi oleh factor hormonal dan kromosom, maka mereka memang diciptakan sebagai mahluk yang tidak sempurna, sebagai laki-laki ataupun perempuan.
Waria saat ini bukanlah suatu kelompok yang homogen. Ciri-ciri kelainan seksual mereka bermacam-macam, bahkan kemungkinan mereka sekaligus menderita kelainan seksual yang lain, baik yang bersifat psikologis maupun biologis.
Sejak kelahirannya waria memang penuh dengan konflik.Pada mulanya mereka dihadapkan pada dua pilihan, menjadi laki-laki atau perempuan.Kedua pilihan ini membawa konsekuensi masing-masing. Konflik lainpun muncul ketika mengadakan kontak dengan masyarakat sekelilingnya yang penuh dengan norma dan hukum.
Penerimaan waria dalam wacana masyarakat muslim pada akhirnya akan menjadi basis kelahiran produk hukum agama. kekuatan agama telah banyak membuktikan mampu melakukan perubahan-perubahan sosial dalam masyarakat. Sebagai basis keyakinan dalam masyarakat, agama mampu mendorong pemeluknya untuk memandang realitas dunia sebagai subjek yang senantiasa disikapi, menurut visi teologis agama itu sendiri.
Persoalan utamanya bukan bagaimana agama menolak atau menerima, seperti penjahat harus dihukum. Meletakkan waria dalam konteks agama, mengandung dua hal, yaitu agama sebagai sebuah hukum yang diharapkan mampu memberi ruang kepada waria, serta masyarakat muslim sebagai sebuah masyarakat yang juga diharapkan memberi ruang kepada waria.
Dua hal di atas bisa parallel atau bisa berbeda sama sekali. Pengakuan hukum agama, tidak selalu diikuti penolakan untuk hidup berdampingan antara masyarakat muslim dengan waria. Penghargaan sosial, jauh lebih penting di dalam hidup sebagai waria.
Melalui penghargaan sosial semacam itu, produk agama akan lebih jernih di dalam melihat persoalan substansial kaum waria, di banding melihat hukum waria sebagai “hitam-putih”. Meskupin waria ditolak dalam wilayah hukum agama, apakah seluruh perbuatan baiknya menjadi hancur di mata Tuhan.
Bila penolakan agama terhadap waria yang ditonjolkan, maka hampir pasti secara sosial waria akan semakin tidak mendapat tempat di dalam masyarakat. Selama ini sikap yang tercermin di dalam masyarakat sengat dipengaruhi oleh konstruksi pemahaman keagamaan mereka.
Ajaran agama diwahyukan Tuhan untuk kepentingan manusia. Dengan bimbingan agama ini diharapkan manusia mendapatkan pegangan benar dalam menjalani hidup dan membangun peradabannya.Dengan artian agama sesungguhnya diwahyukan untuk manusia, bukan manusia tercipta untuk kepentingan agama.
Dalam konteks kehidupan masyarakat, kecenderungan beragama dengan titik tekan pada penghayatan nilai-nilai kemanusiaan yang dianjurkan oelh agama, perlu mendapatkan apresiasi dan penekanan. Karena hikmah hidup beragama haruslah bermuara pada komitmen untuk menjujung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, tanpa harus dihambat oleh sentiment kelompok, golongan, ras dan gender.
Dapat dilihat sebenarnya islam sebagai sebuah ajaran agama bukan hanya mampu memotret realitas, tetapi juga mampu melakukan perubahan dalam kehidupan manusia, jika ajarannya benar-benar dipahami dalam konteks masyarakat yang plural. Karena islam sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia. Suatu pemilikan yang sah, asasi adalah hal yang amat berharga yang dimiliki oleh setiap individu sejak lahir didunia tanpa memandang perbedaan ras, suku, maupun agama, baik itu hak untuk menikmati kehidupan, kebebasan beragama dan tidak beragama, hak untuk menikmati anugerah alam, hak untuk menikmati anugerah hidup dan hak untuk memilih antara hak laki-laki taupun perempuan.
Dalam konteks waria, yang diperlukan sebenarnya adalah bagaimana kita mampu memandang dan mengakui keberadaan waria sebagai manusia yang mempunyai hak-hak yang sama, hak untuk merdeka, hak untuk beragama, hak dalam pendidikan, hak untuk berpolitik, dan juga hak untuk mendapatkan penghargaan dalam ruang sosial.
Dalam hal ini seperti kasus waria-waria yang ada, seorang waria mengahadapi dilemma antara menjalankan syariat agama dengan keadaan sebagai laki-laki atau sebagai perempuan. Dalam hal ini pada awalnya dia menjalankan ajaran agama (Sholat) didalam shaf laki-laki, akan tetapi karena jiwa yang berada dalam jasad kasarnya itu adalah perempuan maka dia merasa tidak nyaman dengan sholat yang tidak menutup aurat dan berbaur dengan laki-laki.
Dalam islam apabila seorang laki-laki atau perempuan yang sudah dalam keadaan berwudhu maka batal wudhu nya apa bila menyentuh lawan jenisnya, hal ini karena ditakutkan akan menimbulkan syahwat dan itu akan membatalkan wudhunya.
Dilemma seperti ini dialami oleh seorang waria yang tetap ingin menjalankan perintah Allah yang utama itu. Karena jiwa yang berada dalam dirinya adalah jiwa seorang perempuan maka jika dalam keadaan berwudhu seharusnya tidak boleh bersentuhan dengan laki-laki. Hal demikian ini lah yang akhirnya waria ini memutuskan untuk menjalankan syariat agama dengan kaffah sebagai layaknya seorang Muslimah sejati.
Dia menjalankan kewajiban-kewajiban yang di perintahkan kepada Muslimah, yaitu seperti menutup aurat apabila keluar rumah dan dalam keadaan sholat, kemudian sholat dalam barisan shaf perempuan, sebagaimana layaknya seorang Muslimah sejati menjalankan perintah agama secara kaffah.
Dalam menaati ajaran agama tidak sedikit hujatan-hujatan yang menerpa dirinya, dia dikatakan sebagai mahluk laknat, melecehkan kesucian kaum Muslimah, yang ibadahnya tidak akan diterima, mempermainkan agama, dan sebagainya. Akan tetapi dalam dirinya dia yakin bahwasanya manusia beribadah kepada Tuhannya adalah suatu yang ghaib, yang hanya Tuhan saja yang tahu.Diterima atau tidaknya ibadah seseorang hanya Tuhannya yang Tahu. Kewajiban kita sebagai mahluk Nya adalah selalu mengingatnya dan senatiasa menyembahnya dan tidak menyekutukannya dengan hal-hal yang lain.
Begitu pula meskipun marak diantara para waria menggubah fisik mereka bener-benar menjadi wanita dengan melakukan operasi-operasi pelastik, bahkan operasi payudara dan operasi pergantian kelamin. Waria ini tetap membiarkan organ-organ tubuhnya seperti apa adanya, meskipun dia mempunyai biaya untuk melakukan itu semua. Dia beranggapan bahwasanya Tuhan telah memberikannya anugerah yang tiada tara dengan memberikan jasad seorang laki-laki dan jiwa seorang perempuan, oleh karena itu dia tidak mau merusak atau mengganti karunia yang telah diberikan Tuhan kepadanya. Menurutnya Tuhan menciptakannya seperti ini adanya dengan kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya, maka dia akan kembali mengahdap Yang Maha Kuasa sebagai mana Sang Maha Kuasa meluncurkannya ke Bumi ini.
Al-Qur’an sendiri tidak pernah secara eksplisit menyebutkan keberadaan waria atau persoalan waria.Hanya dalam teks hadis, persoalan ini cukup banyak disinggung. Dari kenyataan ini, bisa disimpulkan bahwa keberadaan waria oleh islam pada dasarnya diakui sebagai mahluk Tuhan sebagaimana manusia yang lainnya, yang secara langsung ataupun tidak juga mempunyai hak dan kewajiban yang sama.
Namun meskipun masalah waria disebutkan dalam hadis, bukan berarti persoalan waria dianggap selesai. Justru disinilah letak persoalan yang dihadapi..sebagian umat islam sering kali memahami hadis secara tekstual, tanpa melihat latar belakang kemunculan serta realitas yang dihadapi, sehingga menyebabkan adanya pemahaman yang parsial.
Dalam hadis yang memuat tentang waria apabila kita tetap melihat teks hadis secara tekstual tanpa memperhatikan relitas di masyarakat, maka kita pun tidak akan mendapatkan pemahaman yang utuh, dan hanya memberikan klaim yang tidak selamanya benar.
Tanpa bermaksud untuk melegitimasi keberadaan mereka, yang perlu diungkapkan di sini adalah bagaimana agama, yang selama ini menjadi tolak ukur dalam melihat sebuah realitas, mampu menjawab segala problem dan realitas saat ini. Artinya dengan tetap memandang keberadaan mereka sebagai manusia dengan hak-hak nya, tetapi juga berani memberi kritik terhadap perilaku mereka yang berada di luar norma kemanusiaan.
Dibandingkan dengan agama, hukum Negara lebih lentur dan fleksibel dalam menyikapi keberadaan waria.Meskipun masih belum menyentuh hal-hal yang subtansial.Posisi waria dimasukan dalam kategori penyakit sosial yang disama jajarkan dengan pelacuran dan kejahatan, hal ini dikarenakan para waria lebih cenderung dianggap sebagai subyek prostitusi. Para kaum waria masih dianggap sebagai kaum marginal yang dapat menghambat pembangunan, sehingga dinas sosial mendirikan panti-panti waria, yang katanya untuk memberikan keterampilan-keterampilan agar mereka bisa hidup  mandiri tanpa mengotori sudut-sudut kota dengan praktek prostitusinya. Atau hanya untuk mengisolasi para waria, yang secara tersirat menganggap bahwa kaum waria hanya layak berada dalam pengurungan.
Pada akhirnya pun kedua wilayah antara hukum agama dan hukum Negara belum dapat menjamin sepenuhnya kehidupan waria, maka etika sosial yang ada dimasyarakat dalam memandang waria sangat dangkal sekali.
Bagaimana pun pengakuan sosial terhadap waria menjadi kebutuhan yang cukup mendesak. Sebab, pengakuan sosial ini akan berimplikasi pada kehidupan waria seterusnya. Tanpa pengakuan sosial yang nyata maka tanggapan-tanggpan miring terhadap waria tidak akan bisa berubah.
Memberikan ruang sosial kepada waria bukan berarti menlegalkan segala perilaku dan gaya hidup meraka, akan tetapi dapat menjembatani kehidupan waria yang terisolasi dengan kehidupanmasyarakat luas agar dapat terbentuk hubungan yang harmonis. Akan tetapi jika dalam sudut pandang agama tetap memandang waria dalam kerangka hitam-putih, maka dalam teks-teks agama dikehidupan nyata, waria tidak akan pernah ada titik temunya.

REFERENSI:
Gunawan, FX. 2000. refleksi atas kelamin; potert seksualitas manusia modern. Magelang.Indonesia tera.
 Kartono, kartini, 1990, psikologi abnormal dan abnormalitas seksual. Bandung. CV. Bandar maju.
 Hawaari, Dadang. 1997. Al-qur’an dan Ilmu kedokteran jiwa dan kesehatan jiwa. Yogyakarta. PT Dana bhakti prisma yasa.

0 komentar:

Posting Komentar