Nama :
Ana Istiqomah
NIM :
16.310.410.1126
Judul artikel :
Fasilitas DPD Rentan Dimanfaatkan Partai
Nama penulis :
AGE
Nama penerbit :
Kompas
Tanggal terbit :
15 April 2017
Seiring bertambahnya anggota Dewan Perwakilan Daerah
yang menjadi pengurus partai politik, fasilitas dan anggarannya rentan
dimanfaatkan. DPD pun semakin melenceng dari cita-cita pendirian sebagai wadah
aspirasi daerah, bukan corong kepentingan partai politik. Padahal semangat awal
pendirian DPD setelah tahun 1998 adalah wadah memperjuangkan aspirasi daerah
yang lepas dari kepentingan politik partai.
Dari 132 anggota DPD, lebih dari setengahnya
merupakan anggota dan pengurus partai politik. Setelah Partai Hanura dipimpin
oleh Oesman Sapta Odang, yang juga ketua DPD 2017-2019, jumlah itu semakin
bertambah.
Pengamat hukum tata negara, Refly Harun, mengatakan
bahwa anggota DPD yang kini semakin banyak bergabung di partai politik perlu
membatasi diri secara etis saat menjalankan tugas kedewanan agar tidak
berkelindan dengan agenda partai. Jika anggota DPD memanfaatkan fasilitas yang
dibiayai oleh negara untuk kepentingan partai, seperti konsolidasi politik atau
mepromisikan partai di kalangan konstituen di daerah, hal itu tidak hanya
bertentangan secara etika, namun juga secara hukum.
Beberapa fasilitas dan momentum yang rentan
disalahgunakan untuk kepentingan partai, misalnya, reses enam kali setahun
untuk kembali ke daerah asal anggota DPD. Merka mendapatkan anggaran dan
fasilitas khusus negara. Manurut Asri, jika tidak dibatasi, kader partai
dikhawatirkan menggunakannya untuk kepentingan partai.
Yang menarik dari bahasan dalam artikel ini adalah
sekarang ini anggota Dewan Perwakilan Daerah kebanyakan anggotanya adalah kader
partai politik.
Dari artikel ini, kita dapat menyerap informasi
mengenai dewan perwakilan daerah dan dinamika yang terjadi di dalamnya. Serta
penyelewengan-penyelewengan yang kemungkinan besar terjadi. Namun, dalam
artikel ini hanya memuat pendapat-pendapat orang-orang tertentu saja.
Kesimpulan yang dapat diambil dari artikel ini,
bahwa hidup memang sepertinya berisi terlalu banyak kompetisi, sehingga bahkan
aspirasi rakyat belum tentu sampai pada kepala negara. Karena tertutup
kepentingan individu dan golongan.
0 komentar:
Posting Komentar