BEAUTY IS (NOT) PAIN
Ana Istiqomah (16.310.410.1126)
Psikologi Umum II
Cantik = stiletto, dress, lipstik...?
Dalam masyarakat kita, standar
kecantikan cenderung menekankan pada kerampingan, dan secara khusus perempuan
dinilai berdasarkan kecantikannya, yang kadang harus mengabaikan semua yang
lain. Picik. Satu kata yang cocok untuk mendeskripsikan pikiran seperti itu.
Parahnya lagi, sudah menjadi mindset bahwa
cantik itu langsing, ramping, dan tentu saja, berwajah menarik. Hanya sedikit
orang yang memandang cantik dari sudut lain. Minoritas.
Dengan mindset yang sudah dibuat sedemikian rupa itu, membuat produk
pelangsing laku keras. Bahkan banyak yang tidak menghiraukan efek, pun
bahayanya. Mereka berlomba-lomba menjadi ‘cantik’. Tak sedikit juga yang melakukan
diet keras.
Pada mulanya, hal ini berasal dari
persepsi-diri. Pemahaman terhadap diri sendiri ini penting supaya kita dapat
mengendalikan kehidupan kita sehari-hari (Dunning, 2005). Imam Al Ghazali juga
menyebutkan, bahwa mengenal diri sendiri adalah kunci untuk mengenal Tuhan.
Pandangan masyarakat mengenai ‘cantik’
membuat orang yang merasa disqualified semakin
merasa rendah –akibat dari pemahaman diri yang buruk. Karena memang pada
dasarnya –menurut teori Maslow- setiap individu membutuhkan suatu penghargaan
dari individu lain. Penghargaan-diri yang rendah merupakan salah satu faktor
yang mendorong sebagian dari mereka untuk melakukan diet keras. Hingga gangguan
makan seperti bulimia nervosa dan anorexia nervosa tak terhindarkan karena
obsesi ‘cantik’ menurut mayoritas sudah menjadi menurut mereka juga.
Pandangan-pandangan seperti itulah yang
menjadi penyumbang salah satu sebab kasus ‘kematian karena diet’. Bukankah itu
sedikit keterlaluan, hanya demi mendapat gelar ‘cantik’ dari masyarakat, mereka
lupa bahwa hidup tak melulu mengenai ‘cantik’ dan ‘kata orang’, bahkan hingga fakta
paling penting bahwa nyawa itu tak bergaransi. Tak ada yang perlu dan pantas
untuk siapa menghakimi siapa. Tak menyangkal bahwa setiap perempuan ingin
tampil cantik. Namun semua kembali pada pilihan kita sendiri. Apakah akan tetap
mengikuti doktrin sang mayoritas ataukah dapat bersahabat dan menerima
minoritas.
Karen Horney (1939), percaya bahwa
proyeksi secara ensensial tidak jauh berbeda dengan kecenderungan untuk mengasumsikan
secara naif bahwa perasaan atau reaksi orang lain sama dengan apa yang kita
lakukan. Kalau kita simpulkan, sebenarnya orang yang merasa disqualified dari standar ‘cantik’ hanya
berkutat pada persepsi dirinya yang buruk saja. Tentu saja perilaku semacam ini
perlu “disembuhkan”.
Merawat diri adalah hal yang wajar dan
memang harus. Namun, bila terobsesi, itu sudah masuk kategori tak wajar. Cantik
memang mahal, namun bukan berarti harus membeli produk-produk ternama untuk
perawatan. Cantik itu disiplin, namun bukan berarti menyiksa diri. Dan cantik
itu sederhana, kita menghargai diri kita dan bersyukur atas apa yang diberikan
oleh-Nya, maka kita tak perlu berurusan dengan hal-hal yang sia-sia.
Orang menghargai diri kita karena kita menghargai
diri kita.
Daftar pustaka
Boeree. C.
George. (2013). General Psychology:
Psikologi Kepribadian, Persepsi, Kognisi, Emosi, & Perilaku.
Jogjakarta: Prismasophie.
Boeree, C. George. (2013).
Personality Theories: Melacak Kepribadian
Anda Bersama Psikolog Dunia. Jogjakarta: Prismasophie.
Rahman, Agus Abdul.
(2013). Psikologi Sosial: Integrasi
Pengetahuan Wahyu dan Pengetahuan Empirik. Jakarta: Rajawali Pers.
0 komentar:
Posting Komentar