SITI HANIFAH
(16.310.410.1151)
Psikologi Sosial
Berbagai
cara diakukan untuk menurunkan/mewariskan nilai empati kepada anak , ini dapat
disebut dengan sosialisasi. Transmisi bukanlah sesuatu yang berbeda dari
sosialisasi namun juga tidak sama. Sosialisasi lebih sering membahas perihal cara
yang digunakan orang tua untuk menurunkan nilai kepada anak. Cara yang
digunakan orang tua dapat melalui instruksi langsung, nasehat moral atau
modeling. Adapun transmisi antar
generasi lebih cenderung membicarakan masalah penurunan nilai itu sendiri,
tanpa membatasi teknik yang digunakan. Transmisi antar generasi lebih banyak
berbicara mengenai nilai yang diturunkan dan hasil penurunan nilai tersebut
(Trommsdorf,2009).
Jika
sebuah keluarga memilih untuk menurunkan nilai empati dengan nasehat moral, maka
nasehat moral dipandang sebagai sosialisasi penurunan nilai empati. Namun
demikian, penelitian-peneltian mengani transmisi haruslah diarahkan untuk
memilih apakah nilai tersebut berhasil sampai kepada anak? Dan hal-hal apa yang
mempengaruhi keberhasilan transmisi empati kepada anak?
Tromsmdorf,2009
menawarkan suatu model ekonomi budaya yang dapat mempengaruhi transmisi budaya.
Ia menjelaskan bahwa model tersebut berdiri berdasarkan asumsi bahwa : pertama,
orang yag terlibat didalam proses transmisi cukup reliable. Kepercayaan,
kompetensi dan pengetahuan budaya merupakan hal relevan yang harus
dipertimbangkan. Dalam konteks ini orangtua memegang peranan yang sangat
penting. Dalam transmisi empati. Namun kemudian bagaimana dengan umur anak yang
sedang diasuh? Pertimbanagan dengan cara penerimaan nilai kepada seseorang akan
berbeda ketika masih berada pada masa kanak-kanak dengan ketika ia beranjak
remaja. Asumsi kedua, hubungan antara orang-orang yang terlibat dalam proses
transmisi akan mempengaruhi proses dan hasil. Hal ini juga berkaitan dengan
kelancaran dan kemampuan untuk menyaring informasi. Hubungan ini dapat dilihat
dari kedekatan emosi, kewajiban normative, kondisi harmonis dan konflik,
struktur keluarga, serta sifat saling tergantung dan kemandirian.
Ketika
seorang ayah memiliki konflik, sekecil apapun dengan anaknya biasanya seorang
anak sudah enggan untuk mendengarkan nasihat ayahnya tadi. Jangankan nasehat
orangtua, ketika berkonflik sesama teman dekatpun, komunikasi tidak selancar
sebelum memiliki konflik. Oleh karenanya
komunikasi yang sangat lancar sangat diperlukan untuk menciptakan kedekatan
emosi yang positif antara mahasiswa yang kuliah diluar kota asalnya. Asumsi
ketiga, transmisi mencakup kontens. Transmisi konten mensyaratkan adanya suatu
yang ditransmisikan, atau obyek yang ditransmisikan. Konten ditransmisikan
dapat berupa perilaku agresif, perilaku altruistik, empati, sikap, aspirasi,
bahasa, mapun dialeg. Asumsi keempat konteks budaya. Pengaruh konteks budaya
juga akan mempengaruhi keseluruhan faktor yang telah dijelaskan sebelumnya
tadi. Konteks budaya ini memperkuat kontens yang seharusnya disapaikan kepada
anak sebagai transmisi empati antar generasi.
Keistimewaan kultur jawa yaitu
menjaga keharmonisan sosial, menjadi sangat penting bagi pembentukan karakter
anak. Namun demikian, kenyataannya yang ada saat ini bullying yang sudah
membudaya tetap menjadi momok diberbagai kota salah satunya adalah kota
Yogyakarta. Budaya jawa seakan-akan dianggap tak ubahnya sebagai satu trand
yang dipelajari, namun tidak diterapkan. Hal ini dikarenakan keadaan keluarga
saat ini yang diharapkan menjadi kendaraan bagi transmisi nilai empati, kawalah
dalam menahan derasnya arus informasi yang datang untuk mengubah nilai generasi
muda. Penggalakan kembali pentingnya pegembangan nilai-nilai budaya jawa dalam
keluarga seharusnya segera dilakukan. Dengan tumbuhnya kembali budaya jawa
didalam keluarga, empati anak akan semakin meningkat dan secara otomatis akan
menurunkan intensitas tindakan bullying yang makin membudaya tersebut.
Intinya
peran ayah dan ibulah yang sangat berpengaruh pada pembentukan empati sang anak
maka orangtua sendiri hendaknya menjadi model yang nyata, bagi buah hatinya.
Referensi
:
Febriani, Arum. (2012). Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat. Pustaka
Pelajar:Yogyakarta.
0 komentar:
Posting Komentar