Perilaku Agresif
Antara Remaja dari Keluarga Bercerai Dengan Keluarga Utuh
Meissy
Bella Sari
163104101143
Psikologi
Sosial
Masa remaja adalah suatu masa dimana remaja
berada dalam keadaan labil dan emosional (Gunarsa, 2000). Menurut Kartono
(1995), masa remaja khususnya pada masa pubescens (berusia 12-17 tahun)
umumnya mengalami suatu krisis. Bila remaja merasa tidak bahagia dipenuhi
banyak konflik batin, baik konflik yang berasal dari dalam dirinya,
pergaulannya maupun keluarganya. Dalam kondisi seperti itu remaja akan
mengalami frustrasi dan akan menjadi sangat agresif (Kartono, 1998).
Tujuan
utama dari agresi adalah pelampiasan perasaan marah, kecewa, tegang, dan
mengatasi suatu rintangan atau halangan yang dihadapinya (Gunarsa, 2000).
Perilaku agresi remaja dapat disalurkan dalam perbuatan, akan tetapi bila
tingkah laku tersebut dihalangi maka akan tersalur melalui kata-kata.
Agresivitas yang disalurkan dalam bentuk perbuatan ialah berkelahi, menendang,
memukul, menyerang, dan merusak benda milik orang lain; sedangkan agresi remaja
yang di salurkan melalui kata-kata ialah sering megeluarkan kata-kata kotor,
makian, menghina, mengejek, dan berteriak yang tidak terkendali (Sadardjoen,
2002; Turner & Helms, 1995).
Papalia,
Olds, dan Fieldman (2001) mengatakan bahwa bentuk nyata perilaku agresif pada
remaja antara lain diwujudkan dengan mencuri, merampok, menggunakan obat-obatan
terlarang, dan berkelahi. Kecenderungan berperilaku agresif ini disebabkan oleh
karena masih labilnya jiwa Timbulnya perilaku agresif pada remaja bisa terjadi
karena berbagai faktor, faktor keluarga merupakan salah satu aspek penting yang
disinyalir terkait dengan pola perilaku agresif remaja. Dari beberapa kajian
mengenai perilaku agresif remaja tumbuh dan dibesarkan pada keluarga bercerai
dan keluarga utuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
perbedaan perilaku agresif antara remaja yang berasal dari keluarga bercerai
dengan keluarga yang utuh.
Remaja
yang berasal dari keluarga bercerai lebih agresif dibandingkan dengan remaja
dari keluarga utuh. Ditinjau dari segi dimensi agresivitas, remaja yang berasal
dari keluarga bercerai juga lebih agresif secara fisik maupun verbal.
Agresivitas di kalangan remaja cenderung
meningkat dan meresahkan warga masyarakat sekitarnya (Saad, 2003). Sebagai
contoh perkelahian antar pelajar yang dapat terjadi di mana saja, seperti di
jalan-jalan, di sekolah, bahkan di kompleks-kompleks perumahan. Pelaku-pelaku
tindakan aksi tersebut bahkan sudah mulai dilakukan oleh siswa-siswa tingkat
SLTP (Mu’tadin, 2002). Menurut Kamus Menurut Kamus Lengkap Psikologi (1968/
1995), agresivitas adalah suatu kecenderungan habitual (yang dibiasakan) untuk
memamerkan permusuhan dan merupakan pernyataan diri secara tegas, penonjolan
diri, penuntutan atau pemaksaan diri dan merupakan suatu dominasi sosial,
kekuasaan sosial, khususnya yang diterapkan secara ekstrim. Remaja yang berasal
dari keluarga bercerai ternyata lebih agresif bila dibandingkan dengan remaja
dari keluarga utuh. Perceraian di antara orangtua ternyata membawa dampak yang
negatif bagi anak, terutama dalam berperilaku.
Daftar
Pustaka
Nisfiannoor & Yulianti Eka (2005), Perbandingan
Perilaku Agresif Antara Remaja Yang Berasal Dari Keluarga Bercerai Dengan
Keluarga Utuh,, Jurnal Psikologi, 3(1), 1-18.
Sarwono, S. W., “Psikologi
sosial: Individu dan teori-teori psikologi sosial”, Balai Pustaka, Jakarta,
1997.
0 komentar:
Posting Komentar