Siti Hanifah
(16.310.410.1151)
Psikologi Sosial
Psikologi Sosial
Banyak
orang diperkotaan yang hanya memaknai kesuksesan mereka dari jumlah materi dan
pemapilan luar saja. Banyak yang tidak menyadari bahwa kesuksesan material
justru biasanya merupakan kegagalan sosial, mental, dan spiritual. Karena statusnya
yang tinggi dia enggan mendekati tetangganya, saudaranya, yang tidak mampu, itu
merupakan kegagalan sosial. Karena dijauhi orang tersebut pada akhirnya akan
kesepian, dan tertekan karena tidak mampu mencurahkan segala isi hatinya dan
pengalaman-pengalamannya. Karena kesepiannya individu tersebut menyalahkan
tuhan, akhirnya menjadi lebih yakin akan pilihannya dalam mengejar materidan
gagal menjaga komitmen kemanusiaan, itu adalah kegagalan spiritual.
Erich
Fromm, tokoh psikologi perkembangan ini memaknai istilah kepribadian “Having
Oriented”untuk warga kota yang seperti ini, yaitu mereka yang memiliki gaya
hidup yang mengejar materi, tetapi tidak disertai dengan pemaknaan hidup yang
dalam yang biasanya dimiliki oleh orang-orang dengan kepribadian “being
oriented”. Ukuran kebahagiaan hidup mereka yang memiliki “having Oriented”
Hanya sebatas kebahagiaan material yang mengesampingkan kebahagiaan social dan
kebahagiaan spiritual. Hal ini pun semakin akut dengan padatnya kota dengan
perumahan dan gedung-gdung bertingkat yang warganya berlomba-lomba mengejar
materi sehingga menghalalkan segala cara walaupun harus mengorbankan tubuh,
moral dan imannya. Sikut kanan, sikut kiri, injak bawah, injak atasan, nyatut
di depan, korup dibelakang menjadi hal yang lazim terjadi diwarga kota.
Mal
menjadi sebuah pelarian bagi warga kota dan merupakan sebuah epitemologi baru
dimana hubungan anatara imajinasi dan realitas menjadi bias sehingga akhirnya
warga kota tidak bisa lagi membedakan mana kenyataan dan berbagai hal yang semu
adana.
Lebih
jauh lagi warga kota mnderita deindividuasi, suatu kodisi psikologis di mana
terjadi penurunan keasadaran diri hingga individu akan melakukan segala hal
yang tidak akan dilakukannya jika sendiri. Contonya saja Diskon, cuci
gudang,dan obral. Hal tersebut telah mengkondisikan warga kota yang berada
dalam keramaian mal untuk berbondong-bondongmembeli semuanya tanpa pikir
panjang. Manjemen diskon kemudaian akan memelihara kondisi psikologis massa ini
secara terus menerus sehingga memprogram pikiran warga. Seperti anjing Pavlov,
warga kota akan langsung “ngiler” ketika diskon datang. Mereka tidak lagi sadar
jika dicuci otaknya, sehingga kehilangan kesadaran dan kontrol diri. Pembunuhan
karakter missal telah terjadi di mal dan warga kota kota bahkan tak
menyadarinya.
Kita
lahir disebuah negara yang sangat kaya dengan budaya adi luhungnya, namun
sayang kita menjadi individu yang tidak lagi bangga akan hal tersebut namun
malah mengadopsi berbagai budaya yang datang dari negri asing yang justru telah
menghilangkan jati diri dan karakter
kita yang sebenarnya. Untuk itu sebagai warga Indonesia dan pemuda pemudi Indonesia, ayo bangga dengan budaya kita budaya Indonesia.Referensi :
Halim, Deddy Kurniawan. (2008). Psikologi lingkungan perkotaan. Jakarta: Sinar Grafika Offset.
0 komentar:
Posting Komentar