Oleh:
Irwanto
NIM. 163104101125/Psikologi
Suatu alkisah,
ada suatu keluarga yang hidupnya sederhana di suatu desa, dimana keluarga
tersebut hidup dari sederetan tantangan yang sulit dihadapinya, seperti
sekarang ini. Di saat saya mendapatkan tugas ini yang berjudul ispirasi, di
benat saya muncul angan-angan yang begitu sulit untuk saya ceritakan tetapi
dari dulu saya idolakan sebagai pahlawan perjuangan dalam kehidupan pribadiku
sendiri. Di mulai dari sini, saya utarakan dan termenung dalam berfikir untuk
menceritakan yang sebenarnya apa yang saya alami sekarang ini. Sepuluh menit
berlalu muncullah ispirasi yang begitu mendalam buat saya yaitu ibuku
motivatorku sekaligus surga dalam kehidupanku. Sebelumnya kalau di rumah
saya memanggil ibuku dengan sebutan mamaku. Mama selamat hari Ibu 2016 ya mama,
tiba-tiba air mata ku menetes dengan 5 titik jatuh ke pipihku. Tersadar saya
menghapus dengan tangan kananku, walau saya mengucapkan selama hari ibu ke
mamaku melewati HP tapi hatiku sangat sedih dan pingin memeluk sekali mamaku
yang betubuh kurus.
Masa begitu
berlalu, disaat saya masih duduk di sekolah dasar saya selalu membantu ibuku
dan bapakku di sawah untuk mengerjakan pekerjaan yang begitu ruting yang dia
kerjakan di saat saya ke sekolah. Ibu merupakan salah satu wanita yang bekerja
keras dan selalu memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Bapakku juga
merupakan petani yang hanya mengerjakan sawahnya orang lain dan hasilnya di
bagi dua. Dari tadi saya katak bahwa kami dari keluarga yang pas-pasan dan
hanya menginginkan suatu perubahan dari anak-anaknya. Kami ada tujuh saudara.
Tapi ibuku ngak pernah memberikan patah semangat kepada kami sehingga kami
benar-benar selalu sekolah untuk menuntut ilmu. Ibuku berpesan kepada
anak-anaknya bahwa kalau ingin sukses dalam sekolah seharusnya kamu harus
menjauhi 3M yaitu minum-minuman keras, main perempuan dan merokok. Dari 3M
itulah merupakan pesan orang tuaku kepada kami. Beliau juga mengatakan bahwa
kami hanya lulusan SD dan tidak mempunyai ilmu untuk bisa menjadi pejabat
sehingga kalianlah yang harus perlihatkan kepada orang tuamu ini, nak.
Tersentak saya berhenti menulis, mama kamu begitu kerja keras untuk mencarikan
biaya kepada anak-anakmu ini untuk kepentingan sekolah. Pada suatu hari saya
membolos karena saya dipanggil kepala sekolah untuk membayar SPP sebesar Rp.
50.000 tak sengaja saya melihat mamaku bekerja di sawanya orang di saat hujang
mulai deras turung dari langit tapi orang tuaku ini ngak henti-hentinya untuk
mencangkul demi mencari uang untuk anak-anaknya. Di situ lah muncul keinginanku
untuk belajar keras dan mau membuktikan bahwa saya bisa merubah anak petani
menjadi lebih dari itu.
Kakak-kakak saya
semuanya masuk di SMP yang terfavorit dan masuk di SMA pun semuanya masuk di
SMA terfavorit juga. Bahwa semuanya di terima perguruan tinggi ternama di
Yogyakarta. Kakak pertama, kedua dan ketiga serta keempat semuanya masuk di
Universitas Gadjah Mada, dengan bebas tes. Tiba saat saya mau mengikuti
jejak-jejak laangkah kakak saya, tapi Allah berikan jalan yang lain kepada
saya. Saya masuk di perguruan tinggi ternama nomor dua di Yogyakarta. Saya
sadar bahwa saya berasal dari keluarga petani yang ngak punya penghasilan yang
menetap untuk keluarga kami. Makan di rumah saja sangat sederhana, malahan mama
dan papaku selalu berbohong kepada anak-anaknya kalau ia sudah makan. Pada hal
mama dan papaku selalu memberikan yang terbaik kepada kami bertujuh untuk bisa
berubah nasib melalui dengan pendidikan. Mama tangan dan kakimu itu bagaikan
besi yang tertanam di pikiran-pikiran anakmu ini, selalu ada jalan yang mudah
untuk saya lalu, doamu selalu makbul demi keberhasilan anak-anakmu ini. Ada
semboyang yang meengatakan sebagai berikut:
Ketika
aku sudah tua, bukan lagi aku yang semula. Mengertilah, bersabarlah sedikit
terhadap aku. Ketika pakaianku terciprat sup, ketika aku lupa bagaimana
mengikat sepatu, ingatlah bagaimana dahulu aku mengajarmu. Ketika aku
berulang-ulang berkata-kata tentang sesuatu yang telah bosan kau dengar,
bersabarlah mendengarkan, jangan memutus pembicaraanku. Ketika kau kecil, aku
selalu harus mengulang cerita yang telah beribu-ribu kali kuceritakan agar kau
tidur. Ketika aku memerlukanmu untuk memandikanku, jangan marah padaku.
Ingatkah sewaktu kecil aku harus memakai segala cara untuk membujukmu mandi?
Ketika aku tak paham sedikitpun tentang tekhnologi dan hal-hal baru, jangan
mengejekku. Pikirkan bagaimana dahulu aku begitu sabar menjawab setiap
“mengapa” darimu. Ketika aku tak dapat berjalan, ulurkan tanganmu yang masih
kuat untuk memapahku. Seperti aku memapahmu saat kau belajar berjalan waktu
masih kecil.
Mamaku
selalu mengajari aku belajar walaupun mamaku tamatan SD tapi saya kagumi dan
saya katakana sebagai pahlawanku dalam menerobos kebodohanku. Pernah mamaku mengatakan bahwa kamu jangan
bodoh seperti mama, kamu harus pintar supaya kamu bisa di hormati orang banyak,
jangan seperti mamamu dan bapakmu ini yang tidak berpendidikan dan tidak
dihargai orang nak, kamu yang rajing belajarnya ya, supaya bisa jadi orang.
Biarlah kita ngak punya apa-apa tapi kalian harus sekolah setinggi-tinggihnya.
Orang tuaku berpesan kalau kamu
datang dirumah ini, pasti ngak banyak perubahan nak, karena mama dan bapak ngak
punya biaya untuk memperbaiki rumah ini, kami hanya menabung untuk kamu nak,
untuk pendidikan kamu. Mama dan bapak tidak berharap tapi setidaknya kamu bisa
hidup yang lebih layak nak, jangan seperti mama dan bapakmu ini, hanya sebagai
petani sewaan nak. Dari sini air mata ku menetes terus untuk mengingat mama dan
bapakku, tak terasa mama dan bapakku selalu hadir dalam acara wisuda-wisuda
anak-anaknya. Mereka menagis terharu dan ia berkata terima kasih anakku, kamu
telah menyediakan pendidikan untuk mama dan bapak nak. Kata-kata bijak mamaku
selalu menyentuh jantung saya di saat mama menyampaikan pesan kepada kami.
Walaupun anak petani tapi semuanya
bisa duduk di bangku kuliah universitas ternama di kota Yogyakarta, serta
anak-anaknya pun selalu bebas tes masuk masuk di perguruan tinggi negeri
tersebut. Allah sudah mengatur jalan kehidupan masing-masing. Pesan orang tuaku
mengatakan bahwa: Saat kau berumur 19 tahun, mama membayar biaya kuliahmu dan engantarmu ke kampus pada hari pertama.
Sebagai balasannya, kau minta diturunkan jauh dari pintu gerbang
agar kau tidak malu di depan teman-temanmu. Mama mohon ampun mama, mamaku
mengatakan dari dulu saya memaafkanmu nak, seorang mama juga pahan nak, kamu
sekarang harus banyak berbagi kepada sesama manusia nak, karena kita masih
bersyukur masih di beri kesehatan. Mamaku merupakan fasilitator utamaku dan
bapakku merupakan pendukungku yang sangat luar biasa, kalian berdua memang
hebat ma pa, kalian orangtuaku yang luar biasa, sampai kapan pun kata-kata
mutiara demi mutiara tidak akan bisa terlupakan apa lagi termakan sama waktu
bahkan zaman, kalian lah yang mendidik anak-anakmu yang sangat luar biasa ini
ma pa, tak akan bisa terlupakan map pa. pa kata-kata yang sering saya ungkapkan
pa saya ngak mau jadi orang yang tidak berguna pak, saya akan buktikan pa bahwa
saya akan bisa seperti kakak-kakak ku yang luar biasa. Mama dan papaku walaupun
orang yang ngak punya tapi selalu ringan tangan dan itulah yang saya akan tiru
perbuatan mereka. Mama dan papa ku
tercinta, saya akan ungkapkan inspirasiku pa ma kepada kalian: Sebuah
ungkapan
Perjalanan yang
panjang
Pengabdian tiada
henti
Dengan tekad,
ketulusan, kesungguhan, pengorbanan
dan kesabaran
Mengarungi
kehidupan dengan damai
Berhadapan dengan hambatan dan
tantangan
Telah ku raih….
Setetes embun
damai yang menyejukan
Segenggam daun
kebenaran
Mutiara
kehidupan
Terungkap….
terinspirasi…… tertuang….
dan ……tersaji
Dalam sebuah
catatan
Sebuah buku sederhana
Dengan penuh
hormat dan metta
Ku persembahkan
karya sedehana ini
Kepada orang tua
tercinta
Yang telah
memberi kesempatan kepada saya,
Untuk
mengabdikan hidupnya yang sederhana
Dan juga kepada
semua pihak yang telah mendukung
perjalanan
pengabdian ini
Pernahkah kita mencoba mengingat akan masa lalu...?? Sembilan
bulan kita hidup dalam kandungan sang mama…??. Mama selalu membawa kita
kemanapun ia pergi…Tak pernah ia berfikir untuk menanggalkan kita walau
sejenak… Lalu kita pun lahir dengan tangis pertama kita menyapa dunia ini… Mama
pun selalu ikhlas merawat kita dengan penuh kasih sayang… Kadang kita telah
begitu saja mengambil waktu istirahatnya dengan tangis kita di malam hari… mengganti
popok kita yang basah, memberikan kita air susu ketika kita lapar… Dan kita
hanya bisa menangis saja ketika itu… Kita selalu diayun, dipangku dan
ditimang-timang Lalu apa balasan kita waktu itu…?? Kita sering membuat basah
baju Mama dengan air kencing kita… Dan Mama tak pernah sekalipun memarahi kita…
Usia kitapun beranjak perlahan… Ingatkah ketika hari pertama kita masuk
sekolah…??. Setiap pagi, Mama selalu
memandikan kita,…menyuapi kita…mengantar kita dan menunggui kita.
Mama begitu sabar mengiringi hari kita di sekolah… Dan kita
hanya bermain ketika itu… Lalu ketika kita beranjak remaja… Mama pun tak henti
untuk menghawatirkan kita… Ketika kita sering pulang terlambat dengan berbagai
alasaan… Mama hanya menatap dengan penuh cemas… Padahal mungkin kita hanya
bersenang-senang di luar sana…
Ingatkah kita pada saat hari raya idul fitri… Sering Mama membelikan kita baju, sepatu, celana baru… Dengan harapan kita akan merasa senang… Ingatkah pula apa kata kita ketika itu…
“Ah…bajunya udah kuno gak mau ah” Mama ‘nggak tau selera anak muda… dan Mama hanya tersenyum saja… Saat kita mengenal cinta akan sesama… Sering kita membohongi Mama hanya untuk bercinta semata… Dan Mama pun tak pernah lepaskan kasih sayangnya untuk kita… Ketika Mama bilang…”Nak…mestinya kamu sekolah dulu yang benar…jangan dulu berpacaran… Lantas kita hanya menjawab ” Mama, saya udah gede, saya tau apa yg baik buat saya, Mama jangan terlalu mengatur saya dong!!” Mama hanya tersenyum dan menatap kita dengan penuh kasih sayang… Apakah kita ingat saat kita memasuki bangku kuliah…
Mama dengan penuh semangat memberikan biaya kuliah kita yang setinggi langit…
Lalu mungkin kita juga hanya bersenang-senang saja dengan dunia yang sedikit beranjak dewasa… Ketika kita butuh uang untuk menuntaskan hasrat cinta muda kita…
Sekali lagi kita sering membohongi Mama… dengan mengatakan….” Mama …saya butuh uang….untuk biaya praktikum……kira-kira….sekian juta..” Lalu Mama bilang….”nak…apa tidak bisa di cicil…?? Kita dengan segera menjawab…”gak bisa Mama...harus sekali bayar…" Kita tak pernah tahu apa yang ada di benak Mama ketika itu…Jika saja Mama tahu bahwa itu anyalah alasan kita semata…..karena mungkin saja yang sebenarnya adalah kita butuh uang untuk mentraktir atau menyenangkan pacar tersayang saja… Dan ternyata mama selalu saja menyayangi dan berusaha mempercayai kita.
Ingatkah kita pada saat hari raya idul fitri… Sering Mama membelikan kita baju, sepatu, celana baru… Dengan harapan kita akan merasa senang… Ingatkah pula apa kata kita ketika itu…
“Ah…bajunya udah kuno gak mau ah” Mama ‘nggak tau selera anak muda… dan Mama hanya tersenyum saja… Saat kita mengenal cinta akan sesama… Sering kita membohongi Mama hanya untuk bercinta semata… Dan Mama pun tak pernah lepaskan kasih sayangnya untuk kita… Ketika Mama bilang…”Nak…mestinya kamu sekolah dulu yang benar…jangan dulu berpacaran… Lantas kita hanya menjawab ” Mama, saya udah gede, saya tau apa yg baik buat saya, Mama jangan terlalu mengatur saya dong!!” Mama hanya tersenyum dan menatap kita dengan penuh kasih sayang… Apakah kita ingat saat kita memasuki bangku kuliah…
Mama dengan penuh semangat memberikan biaya kuliah kita yang setinggi langit…
Lalu mungkin kita juga hanya bersenang-senang saja dengan dunia yang sedikit beranjak dewasa… Ketika kita butuh uang untuk menuntaskan hasrat cinta muda kita…
Sekali lagi kita sering membohongi Mama… dengan mengatakan….” Mama …saya butuh uang….untuk biaya praktikum……kira-kira….sekian juta..” Lalu Mama bilang….”nak…apa tidak bisa di cicil…?? Kita dengan segera menjawab…”gak bisa Mama...harus sekali bayar…" Kita tak pernah tahu apa yang ada di benak Mama ketika itu…Jika saja Mama tahu bahwa itu anyalah alasan kita semata…..karena mungkin saja yang sebenarnya adalah kita butuh uang untuk mentraktir atau menyenangkan pacar tersayang saja… Dan ternyata mama selalu saja menyayangi dan berusaha mempercayai kita.
Pada saat kita lulus kuliah… Kita mungkin bisa melihat
betapa bangganya Mama mendapati anaknya
sudah menjadi seorang sarjana menangis penuh haru bahagia Mama ketika itu. Lalu
tak lama setelah itu…tiba-taba…“ Mama….sekarang saya sudah dewasa…saya ingin
menikahi si anu…karena saya mencintai dia…boleh kan Mama…?” Mungkin Mama akan
bilang; ”Nak mustinya kamu mencari kerja dulu, lalu setelah sedikit mapan
mungkin kamu bisa menikah”. Lalu apa jawab kita; ” Mamau! kalo ibu percaya,
.saya sanggup untuk memberikan makan dia tanpa Mama kasih, saya harap Mama tidak
melarang niat saya untuk menikah sekarang, saya sudah dewasa Mamau, bukan anak
kecil yang segalanya harus Mama perhatikan!!!” Dan demi kasih sayangnya terhadap
kita, maka bundapun sekali lagi meluluskan keinginan kita, sekaligus memberikan
kita sedikit bekal untuk mengarungi biduk rumah tangga kita nanti. Tak berapa
lama setelah itu, kitapun merasa sanggup untuk hidup terpisah dari beliau….maka
sekali lagi kita merajuk pada bunda. Pada saat Mama sudah memasuki hari tuanya,
kita pun meninggalkan dia dalam hari-hari senjanya. Dan Mama tak pernah meminta
kita untuk menemaninya karena Mama pikir anaknya sudah mempunyai kehidupan
sendiri. Bertahun-tahun kita meninggalkan Mama dan mungkin hanya setahun sekali
saja kita menengok dia, itupun pada saat Hari Raya saja. Lalu, ketika Mama sakit
di hari tuanya, Mungkin Mama mengharapkan kasih sayang anaknya bisa sedikit
menghibur dia. Tapi, sering kita mengabaikan harapan Mama… Kita mungkin merasa
direpotkan hanya dengan mengurusi seorang wanita tua yang sudah tak berdaya
itu, .maka dengan tanpa ragu lagi kita antarkan bunda pada sebuah panti jompo,
kita tinggalkan Mama dengan segala harapannya terhadap kita.
Lalu pada saat Allah hendak menjemput dia, kita mungkin
sedang tenggelam dalam kehidupan yang sudah menyita sebagian hati nurani kita. Hingga
satu hari terdengar bunyi dering telepon yang memberikan kabar bahwa Mama telah
tiada. Dan aku tak berani bilang bahwa mungkin saja hati kita sudah bebal dan
telinga kita sudah tuli akan kenyataan ini. Ada sesal mungkin di sana, sesal
yang tak akan terbalas dengan sejuta tetesan air mata kita. Dan kitapun hanya meratapi kepergian bunda, ya
bunda yang sudah mencetak kita dengan segenap kasih sayang bunda yang tak
terperi ketulusannya, sesal yang tiada guna ketika kita tahu bunda pergi
bersama setitik harapan bunda bahwa dia ingin anaknya ada ketika hembusan
nafasnya yang terakhir memutuskan kehidupannya. Dan kita hanya terpekur menatap
bekunya batu nisan bertahtakan nama bunda. Itupun jika masih ada secuil nurani
kita yang masih berwarna putih. Kutuliskan ini, untuk mengenang bahwa Mama adalah
pembawa syurga buat anaknya, mungkin ini tak semua benar, tapi tak mustahil ini
terjadi dan ada di dunia ini. Mama, aku menyayangi Mama seperti aku menyayangi
syurgaNYA. Maafkan anakmu ya Mama. Peluk cium anakmu selalu.
Semoga terispirasi pengalaman hidupku
kepada kedua orang tuaku
0 komentar:
Posting Komentar