Wahyu Relisa Ningrum
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Seperti biasa, perjalanan
Klaten-Yogyakarta-Klaten mulus sesuai rencana. Tak ada yang berbeda sejauh ini,
semua terlihat baik-baik saja. Sampai pada suatu malam dimana, tiba-tiba ban
motorku meletus dan motor jadi oleng. Bete, bikin marah dan tentunya bikin
nangis. Tapi apa mau dikata, mencari tukang tambal ban jauh lebih penting.
Ya, sesekali dorong motor tidak
apa-apa sepertinya. Mungkin aku kurang olahraga jadi terpaksa olahraga malam.
Akhirnya ada juga tukang tambal ban, tapi tukang tambal bannya tidak mau
menerima. Katanya sudah tutup. Sambil tengok kanan kiri, tiba tiba ada yang
menghampiriku, seorang tukang ojek. Ia memberitahu ada tukang tambal ban yang
masih buka sampai malam tapi lumayan jauh.
Akhirnya aku meneruskan perjalanan,
badan terasa capek, berat juga motornya. Tapi tidak apa-apa, semoga segera
sampai di tempat tukang tambal ban, gumam dalam hati. Akhirnya sampai juga di
tukang tambal ban. Alhamdulillah, sampai juga, lega rasanya. “Pak, badhe nambal
ban, saget...” (“Pak, mau tambal ban, bisa...”), tanyaku. “Saget mbak” (“Bisa
mbak”), jawab bapak tukang tambal ban.
Sambil menunggu aku duduk di kursi
pojokan, merenungi kejadian yang aku alami saat itu. Tiba-tiba bapak tukang
tambal ban mengajak bicara. Ia bertanya darimana, mau kemana dan sebagainya.
Mungkin Ia melihat wajahku yang terlihat bingung dan gelisah sekali.
Sambil
menunggu giliran ban di tambal, aku melihat sekeliling dan sesekali lihat Ia
yang sedang menambal ban motor. Tiba-tiba bapak tukang tambal ban itu berjalan
masuk ke dalam rumah. Sebelumnya aku tidak melihat sesuatu yang berbeda pada
dirinya. Betapa terkejutnya aku karena melihat bapak itu, berjalan tidak
menggunakan kakinya secara wajar. Hal itu karena musibah yang menimpanya. Saat
berjalan ia harus dibantu dengan kedua tangannya.
Seketika itu, aku berucap dalam hati
betapa beruntungnya diriku bila dibandingkan dengan bapak tukang tambal ban. Melihat
keterbatasan fisik yang Ia derita, tidak membuatnya pasrah dalammenjalani kehidupan.
Hal ini membuat aku lebih bersyukur lagi, karena aku diberi kesempurnaan fisik.
Masalah yang aku alami saat ini tidak seberapa dibandingkan dengan derita
seorang bapak yang harus berjuang menghidupi diri dan keluarganya dengan
keterbatasan fisik.
Bapak itu tidak mengeluh dan banyak
tersenyum dengan keterbatasannya. Ia mau menerima tambal ban motorku meskipun
tingkat kesulitannya lebih tinggi dibandingkan dengan motor lainnya. Ia juga tidak menolak menambal ban motorku
walau hari sudah malam. Kebaikan hati yang Ia miliki tidak akan aku lupakan. Senyum
yang aku lihat saat itu, membuatku terbawa emosi.
Aku
terharu, air mata pun menetes tidak terbendung lagi. Segera aku usap, tiba-tiba
Ia minta aku untuk beli ban dalam yang baru.Karena ban dalam yang lama sudah
tidak layak pakai. Bapak itu kasihan kalau aku nanti harus dorong lagi selepas
dari tempat itu. Akhirnya aku segera
beli di toko seberang jalan, toko yang ditunjukkannya.
Setelah dapat, segera aku berikan
bannya. Dengan cekatan bapak itu melepas bagian demi bagian motor dan mengganti
bannya. Sesekali mengambil peralatan yang ada di dalam rumah. Semangat yang Ia
miliki terlihat jelas pada saat Ia mengganti ban. Kami juga larut dalam obrolan,
banyak sekali pengalaman yang Ia ceritakan.Menambah rasa kagumku padanya.Ia hidup
dengan istri dan tiga anaknya. Ia membuka tambal ban dan reparasi sepeda untuk
mencukupi kebutuhan hidup keluarga.
Walaupun
hari sudah menunjukkan pukul 9 malam, bapak masih menerima reparasi sepeda dan
tambal ban motor.Akhirnya selesai juga motorku. Terima kasih aku ucapkan kepadanyadan
segera membayar ongkos perbaikannya. Aku pun berpamitan.
Banyak
hal yang sering kita lupakan, rasa syukur terhadap semua yang kita miliki
sekarang. Rasa syukur atas karunia yang diberikan Tuhan kepada kita setiap
harinya. Apabila kita diberikan cobaan atau musibah baru ingat kepadaNya.
Mungkin kita masih beruntung dibandingkan dengan orang lain. Semoga kita selalu
diingatkan dan tidak lupa untuk selalu bersyukur. Bersyukur dan bersyukur
terlepas apapun kondisi kita.
0 komentar:
Posting Komentar