24.6.16

RINGKASAN ARTIKEL “TERJAJAH DI TANAH SENDIRI”

RINGKASAN ARTIKEL “TERJAJAH DI TANAH SENDIRI”
SITI ASMAUL HUSNA
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNVERSITAS PROKLAMASI 45
YOGYAKARTA


Pertumbuhan industri kopi Merapi terhambat ditengah naik daunnya industri kopi di Indonesia, yang ditandai dengan menjamurnya kedai – kedai kopi di setiap sudut kota. Padahal tanah di lereng Gunung Merapi dikenal akan kesuburannya, hal ini tidak mengherankan dengan adanya pengaruh material vulkanik yang disemburkan oleh gunung api aktif itu. Ironisnya meski mulai menggeliat, kopi asal lereng merapi belum dikenal di tanag sendiri, Sleman. Hal ini terlihat dari minimnya sajian kopi Merapi di kedai – kedai kopi yang kian menjamur di DIY, termasuk wilayah Sembada.
Catatan Koperasi
Usaha Bersama (KUB) Kebun Makmur Pakem, koperasi petani kopi lereng Merapi, hanya sekitar 15 kedai kopi yang mengambil biji kopi Merapi. Itu pun tidak rutin mengambilnya, pesanan yang rutin hanya beberapa, bahkan yang banyak ambil justru dari Jakarta. Ia tidak mengetahui secara pasti mengapa kopi Merapi tidak terlalu populer di DIY, padahal panen yang dihasilkan sudah standar kopi premium atau kelas satu. Kedai – kedai kopi justru lebih memilih menyediakan kopi dari daerah lain, seperti kopi Gayo, Lampung, Bali, Temanggung. Sebagian karna kedai kopi belum mengenal kopi Merapi, dan sebagian lainnya lantaran alasan bisnis.
Belum populernya kopi Merapi juga diakui pemilik Kedai Kopi Esspresso Bar. Menurutnya, bagi orang yang sudah menikmati kopi Merapi akan kembali mencarinya. “memang dibutuhkan promosi yang gencar agar kopi asli DIY ini dikenal dan bisa disejajarkan dengan kopi – kopi nusantara lainnya,” ungkapnya. Kondisi ini sangat dipengaruhi minimnya promosi akan potensi kopi Merapi.


(tim, Tribun Jogja) Senin, 21 Maret 2016

0 komentar:

Posting Komentar