Ringkasan Artikel 6:
dr Inu Wicaksana, Optimisme Semu
Susanti
Fakulatas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Optimisme
adalah elemen kunci dalam kesehatan jiwa. Sebaliknya “berpikir negatif ” cukup
merusak atau merugikan kesehatan jiwa. Karena berfikir negatif secara terus
menerus adalah gejala penyakit depresi yang melihat dunia ini gelap gulita dan
tak ada pengharapan lagi.
Dalam
praktik kerja perkantoran, nasihat positive
thingking Norman Vincent Peale menjadi mujarab bila dalam pelaksanannya
telah melewati dua tahap. Pertama, membuka mata telinga, mata hati,
selebar-lebarnya untuk memahami dan menilai situasi dengan kepekaan yang tajam.
Kedua, segera bertindak menyusun strategi untuk mengantisipasi situasi yang
telah memuncak. Baru kemudian berpikir positif bahwa “segala sesuatunya akan
baik-baik saja”. Bila dua hal itu tidak dikerjakan dan orang hanya berpikir
optimis terus, maka hal gersebut merupakan optimisme semu yang bisa memancing
ledakan meski tidak selalu demo yang meriah dan anarkis.
Terdapat
perbedaan besar antara optimisme yang sehat dan berfikir positif dengan
optimisme semu. Positivisme semu menasihati kita untuk melihat sisi terang
setiap saat. Orang yang berfikir “segala sesuatu akan baik-baik saja” berarti
memakai srategi “pembiaran”. Ia tidak hanya mengabaikan permasalahan sebenarnya
dan inti persoalan yang perlu dicari, tetapi juga menghalangi orang lain untuk
mengekspresikan rasa susah, sakit, frustasi, marah, kesepian atau rasa takut.
Perbedaan antara optimisme nonrealistik dengan optimisme yang rasional dapat
terliaht dalam dua pernyataan berbeda berikut:
·
“Tidak perlu khawatir, semuanya akan
baik-baik saja”. Ini adalah optimisme semu.
·
“Kita benar-benar mengalami kekacauan,
semuanya menjadi berantakan. Namun jika kita menghadapinya dnegan langkah demi
langkah dengan tepat, maka kemungkinan besar kita akan mampu mengatasi masalh
ini dengan baik”. Ini adalah pernyataan yang merefleksikan optimisme realistik
dan rasional.
Jelaslah
bahwa setiap menghadapi masalah atau gejala yang bagaimanapun kecilnya, dalam
keluarga maupun kantor, kita harus melihatnya seobjektif dan secermat mungkin,
karena gejala itu nisa jadi merupakan refleksi dari permasalahan yang lebih
besar lagi. Kemudian kita harus mengambil berpikir masak-masak untuk mengambil
keputusan sebagai tindakan antisipasi, dan barulah kita berpikir optimis dan positif.
Sumber
Tulisan
Kedaulatan
Rakyat. (2010). Konsultasi Kesehatan
Jiwa: Optimisme Semu. Kedaulatan
Rakyat, 8 Agustus
0 komentar:
Posting Komentar