Ringkasan Artikel 7:
dr Inu Wicaksana, Peran Otak dalam Proses Kecanduan
Susanti
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Penelitian-penelitian
di bidang adiksi dan mind sciences (neurosciences) dalam kurang lebih
sepuluh tahun terakhir telah mendapatkan temuan-temuan nyata tentang peran dan
mekanisme otak dalam perilaku kecanduan. Bila jiwa dan perilaku manusia
dipandang sebagai ‘otak yang dioperasionalkan’, maka semua perilaku manusia
termasuk perilaku adiksi (kecanduan) harus dipandang faktor di otaklah yang
bertanggung jawab.
Apakah
kecanduan (adiksi) itu didapat dari pengaruh lingkungan dan teman dekat, atau
diturunkan (diwariskan)? Sebuah hipotesis klasik mengatakan ada ragam genetik
tertentu di otak yang menyebabkan seseorang, mau tidak mau menjadi pecandu
(heroin, amfetamin, nikotin, alkohol, dan lain-lain). Pada sepuluh anak yang
diajari menyuntik heroin setiap hari sampai lima hari, hanya dua atau tiga yang
lanjut menjadi pecandu, lainnya sama sekali tidak menjadi pecandu. Demikian
halnya dengan rokok. Hanya dua atau tiga dari sepuluh anak yang menjadi perokok
berat (lebih dari sepuluh batang per hari).
Dengan
menggunakan peralatan medis canggih seperti MRI, CT Scan, Brain mapping dan
lain-lain, penelitian-penelitian adiksi bisa menunjukkan bahwa faktor-faktor di
otak yang bertanggung jawab pada terjadinya adiksi adalah senyawa neurokimiawi
di celah sinaptik yang disebut dopamin. Celah sinaptik terdapat antara ujung
satu sel saraf (neuron) dengan ujung sel saraf yang lain. Dopamin yang
dikeluarkan ke celah sinaptik dari ujung sel saraf akan ditarik dan ditangkap
reseptor-reseptor dopamin pada dinding ujung sel saraf yang lain pada celah
itu.
Keluarnya
dopamin yang cukup, dalam kondisi normal akan menimbulkan rasa nyaman secara
fisik dan mental pada individu. Bila suatu saat pengeluaran dopamin menurun,
maka sirkuit otak yang didukung neurotransmitter lain, GABA, akan bereaksi
meningkatkan dan akibatnya akan tercapai respon kenikmatan lagi. Opiat seperti
heroin dan kokain yang disuntikkan dalam darah akan mendorong tercapainya
respon rasa nyaman atau nikmat yang tinggi. Bila kemudian efek opiat yang
mendorong dopamin ini menurun, individu merasa tidak nyaman bahkan kesakitan.
Maka ia harus mengkonsumsi opiat lagi. Ternyata untuk memperoleh rasa nikmat
yang sama dibutuhkan zat adiktif yang makin lama semakin banyak kadarnya
sehingga terjadilah toleransi zat, dan pengulangan-pengulangan terus yang
disebut kecanduan (adiksi).
Salah
satu solusi untuk masalah tersebut adalah penggunaan naltrekson, obat yang bisa
‘memblokir’ reseptor opiat yang menyebabkan opiat tidak bisa ditangkap tubuh
untuk mendorong pelepasan dopamin. Akibatnya pecandu tidak akan bisa
mendapatkan rasa nyaman dan senang bila memakai napza jenis opiat,. Hal
tersebut juga membuktikan peranan otak dalam proses kecanduan. Namun demikian,
peran lingkungan juga tidak bisa dikesampingkan dalam proses terjadinya adiksi.
Bagaimanapun juga seorang pecandu tidak akan memperoleh napza bila tidak
mendapatkan dari lingkungannya dan pengaruh dari individu di lingkungannya.
Sumber
Tulisan
Kedaulatan
Rakyat. (2011). Konsultassi Kesehatan
Jiwa: Peran Otak dalam Proses Kecanduan. Kedaulatan Rakyat, 27 Februari
0 komentar:
Posting Komentar