Ringkasan artikel 5:
Sawitri Supardi Sadarjoen, Transformasi Kemarahan Berhasilkah?
Susanti
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Transformasi emosi adalah
suatu proses di aman terjadi aliran energi psikis dari pola disfungsional yang bersifat
negatif menjadi lebih terbuka, bebas, dan mengarah pada pembentukan pola
kehidupan perasaan yang sehat (V Satir, dalam Sadarjoen 2012). Proses tersesbut
membawa perubahan meliputi:
Persepsi seseorang
·
Arti yang dibangun atau diciptakannya
·
Perasaan terhadap kemarahan yang dihayati
·
Harapannya
·
Motivasi dan aksi yang ditunjukkan sesuai
dengan hasrat kehidupannya
Mengelola perasaan diri
sendiri dengan sadar dan bertanggungjawab adalah tugas yang terpenting,
misalnya dengan mengelola rasa marah yang disfungsional menjadi lebih
fungsional. Rasa marah adalah salah satu penghayatan emosi yang umumnya sulit
serta kurang mendapat perhatian untuk dikelola dengan baik. Rasa marah yang
disfungsional merupakan rasa marah yang tanpa kita sadari menjadi memiliki perasaan
yang negatif, yang serta merta berpengaruh terhadap penurunan harga diri.
Bila kita menyimak rasa
marah yang kita hayati, kita sebenarnya memiliki beberapa alternatif untuk
mengatasinya, antara lain:
·
Kita bisa memberitahu diri kita sendiri bahwa
pada saat itu kita sedang sangat marah
dan merasakan benar kemarahan menguasai diri kita
·
Kita bisa menyimpan kemarahan tersebut dalam
hati dan kemudian pelan-pelan menekan hingga ke dalam hati yang paling dalam
·
Kita bisa menyimak pada taraf sedalam apakah
dari pengalaman masa lalu kemarahan yang sedang kita alami saat ini
·
Kita mungkin saja mengalihkan rasa marah kita
pada perasaan sakit hati, takut, dan justru menghadapinya dengan rsa terluka
dan ketakutan yang berlebihan
Selain hal yang telah
disebutkan di atas terdapat cara untuk mengelola rasa marah dengan melepaskan
diri dari kondisi disfungsional menjadi lebih fungsional dengan upaya proses
transformasi kehidupan emosi, antara lain sebagai berikut:
·
Mengubah persepsi/ pengamatan awal yang
membuat kita terpaku pada sikap negatif terhadap lingkungan di mana kita berda
dengan cara menerima diri seperti apa adanya dengan jiwa besar, artinya
berlatih untuk menempatkan diri sewajarnya dalam lingkungan sosial kita
·
Membangun citra diri melalui upaya
menunjukkan prestasi sosial, sehingga kecuali terbangun rasa harga diri, serta
merta kita menghayati perubahan sikap lingkungan yang terasa semakin menghargai
diri kita
·
Menyadari penghayatan marah yang muncul
sebagai reaksi dari persepsi negatif yang pernah terbangun dan mulai
memanfaatkan hasil evaluasi diri dengan sikap positif, sehingga pelan tapi
pasti kita akan mampu mengungkap kemarahan dengan cara proporsional, bila
memang perlu menunjukkan kemarahan
·
Mengembangkan kemampuan menilai diri dan
potensi diri sehingga harapan yang terungkap dalam diri kita terpenuhi, karena
sesuai dengan potensi yang kita miliki
·
Mengenali motivasidan aksiyang terkait dengan
hasrat hidup, anatara laindengan memanfaatkan hasil introspeksi, disamping
mawas diri terhadap pemanfaatan umpan balik dari lingkungan
Mari kita mulai melakukan
tranformasi kehidupan emosi kita demi terbangunnya reaksi marah yang lebih
fungsional.
Sumber Tulisan
Kompas. (2012). Konsultasi Psikologi: Tranformasi Kemarahan
Berhasilkah?. Kompas, 23
September
0 komentar:
Posting Komentar