Ringkasan
Artikel 4: Kristi Poerwandari, Rasa Salah, Rasa Malu dan Pemaafan Diri
Susanti
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Ketika
manusia menyadari tindakannya sendiri yang tidak pantas, salah atau buruk,
dengan sendirinya akan membawa pada reaksi-reaksi “merasa buruk tentang diri”,
kesulitan memaafkan diri. Ada perasaan marah, malu dan bersalah pada diri
sendiri. Jika kita merasa bersalah atau malu, barangkali kita menghindari
emosi-emosi negatif mengenai diri kita dan akuntabilitasnya dengan
mengembangkan proses-proses defensif, seperti mengingkari tanggung jawab,
meminimalkan kesalahan, mencari pembenaran tindakan, atau memindahkan
penjelasan buruk ke luar diri.
Sementara
itu, yang terjadi pada individu yang lebih sehat adalah ia berani mengambil
tanggung jawab menghayati perasaan-perasaan buruk tentang diri, untuk kemudian
memprosesnya sedemikian rupa sehingga tidak berhenti pada penyalahan diri dan
penghukuman. Ia tidak menggampangkan persoalan dengan mencari pembenaran,
tetapi mencoba menemukan konteks untuk menjelaskan pada dirinya sendiri bahwa
hal tersebut terjadi dalamkonteks dan bahwa ia bukan manusia sempurna.
Maka
dismaping mengakui kesalahan, individu sekaligus menemukan kembali kasih
sayangnya kepada diri sendiri. Rasa salah, rasa malu, dan proses untuk sampai
pada pemaafan diri akan membawanya menemukan pembelajaran baru dari apa yang
terjadi mengenai situasi, orang lain, maupun diri sendiri.
Sumber
Tulisan
Kompas.
(2014). Konsultasi Psikologi: Rasa Salah,
Rasa Malu dan Pemaafan Diri. Kompas, 3 Agustus
0 komentar:
Posting Komentar