Murjiwantoro
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Indonesia masih
mengimpor sekitar 2,2 juta ton garam dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan
garam industri. Karena petani lokal rata-rata hanya menghasilkan 1,2 juta
sampai 1,4 juta ton garam setiap tahun. Garam lokan hanya layak dan cukup untuk
memenuhi kebutuhan garam dapur atau garam konsumsi di dalam negeri. Untuk
memenuhu kebutuhan industri dan aneka pangan, garam lokal dinilai belum
memenuhi syarat. Tetapi semenjak tahun 2013 indonesia mengalami peningkatan
hasil panen garam di sejumlah daerah di pulau jawa.
Dari peningkatan itulah
pera petani garam disejumlah derah di pulau jawa menandatangani MOU dengan
pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia
(AIPGI), pada awal bulan juni tahun ini di kantor Bupati Cirebon, Jawa Barat.
Kesepakatan dari MOU tersebut adalah mengenai penyerapan garam lokal oleh
industri dalam negeri. Siapa saja yang menandatangani MOU tersebut? perwakilan
petani garam tersebut menandatangani kerjasama dengan lima perusahaan dalam
negeri yaitu PT Niaga Garam Cemerlang, PT Salt Indonesia Perkasa, PT Cheetham
Garam Indonesia, PT Susanti Megah, dan PT Sumatraco Langgeng Makmur. Kerjasama
ini diharapkan bisa memberikan jaminan bagi petani garam bahwa hasil panen
mereka akan diserap oleh perusahaan dalam negeri. Apa sumbangan artikel tersebut
untuk psikologi industri & organisasi? Artikel tersebut memberikan
penjelasan bahwa Indonesia tidak usah mengimpor garam dari luar negeri karena
petani Indonesia pada tahun 2013 sudah mengalami peningkatan panen, dan hasil
panen garam lokal di Indonesia sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan garam dapur
atau garam konsumsi di Indonesia. Jika Indonesia menggunakan garam lokal maka
petani garam Indonesia akan sejahtera dalam segi sosial dan akan menyerap lebih
banyak SDM.
Sumber
tulisan :
Rek, (2015), Industri Dalam Negeri Serap Panen, Kompas, 18 Juni 2015, Hal-20
0 komentar:
Posting Komentar