Terbitan
Koran Kedaulatan Rakyat tanggal 8 Mei 2015
Naurmi Rojab Destiya
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Bulan April merupakan masa akhir
menuju musim kemarauyang biasanya berlangsung April-Oktober. Tapi menjelang
berakhirnya bulan April, cuaca ekstrim menimbulkan bencana di banyak daerah di
Indonesia, seperti banjir, tanah longsor, badai kencang, dan gelegar petir yang
menyertai hujan dan badai.
Kejadian akhir-akhir ini yang
terkait cuaca buruk dikhawatirkan akibat perubahan iklim global. Kalau
dirasakan, saat mendung udara sejuk kemudian saat hujan, cuaca dingin. Tapi
ketika hari-hari tanpa hujan, kini sangat terasa panas sengatan sinar matahari.
Para pakar dari Perserikatan Bangsa
Bangsa (PBB) sejak lama memperingatkan, perubahan iklim menyebabkan terjadinya
cuaca ekstrim yang menyebabkan terjadinya bencana. Jika sudah terjadi bencana
seperti tanah longsor, badai angin topan dan banjir misalnya, bisa dipastikan
aka nada banyak sarana prasarana dan infrastruktur yang rusak. Hal ini
merupakan kerugian yang besar akibat terjadinya perubahan iklim di bumi.
Dampak perubahan iklim yang mudah
tersaksikan adalah bencana alam berupa meningkatnya kejadian atau intensitas
terjadinya badai yang tak hanya yang merusak infrastruktur yang ada, tapi juga
bisa memakan korban jiwa. Perubahan iklim juga mengakibatkan cuaca ekstrim dan turun
hujan deras yang mengakibatkan banjir.
Akhir bulan April sudah menyuguhkan
begitu banyak bencana alam. Kami sudah memasuki kemarau yang jadwalnya lazim
April-Oktober, akan mucul pemandangan yang jauh berbeda, yakni kekeringan,
krisis air di beberapa daerah yang berakibat pada produksi pertanian. Dengan
kata lain, di musim hujan produksi pertanian bisa terganggu karena kebanjiran,
dan musim kemarau karena kekurangan air. Perubahan iklim dan pemanasan global
berdampak pada terjadinya kekeringan di hampir seluruh wilayah
indoIndonesiancana kekeringan diperparah dengan penyedotan secara besar-besaran
sumber air yang ada karena kebutuhan manusia yang semakin tinggi akan air,
seperti untuk indusri dan lainnya.
Organisasi berskala internasional
‘Greenpeace’ Asia Tenggara yang memusatkan perhatian sebagai saksi langsung
akibat perubahan iklim global, selalu berupaya meningkatkan kesadaran public
tentang perlunya perubahan kebijakan penggunaan energy di Asia Tenggara di masa
depan, yakni beranjak dari ketergantungan penggunaan bahan bakar fosil ke arah
sumber-sumber energy yang terbarukan, bersih dan berkelanjutan. Sehingga
memusatkan perhatian untuk mempengaruhi masyarakat dan para pemegang keputusan
atas bahaya dibalik penambangan dan penggunaan bahan bakar yang bersal dari
fosil.
Yang paling terkena dampak paling
besar perubahan iklim adalah Negara pesisir pantai, negara kepulauan, dan
daerah di negara yang kurang berkembang seperti Asia Tenggara.
Memang tak mudah melakukan
pengurangan emisi gas rumah kaca yang sistematis dan radikal, karena
kesepakatan untuk itu selalu kandas oleh kepentingan negara- negara industry
maju. Tapi yang penting bagi Indonesia adalah kesiapan menghadapi datangnya
musim kemarau agar kebutuhan bahan pangan terjangkau daya beli rakyat.
0 komentar:
Posting Komentar