LOMBA ESSAY
TEMA : MENYELAMATKAN
GENERASI MUDA DI LINGKUNGAN PENDIDIKAN DARI PERSOAALAN RADIKALISME
Naurmi
Rojab Destiya
Fakultas
Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Tidak jarang masalah kekerasan tindakan radikalisme ini, mewarnai
berita elektronik maupun surat kabar nasional. Hal ini tentunya sangat
disayangkan, mengapa harus terjadi. Masalah radikalisme dalam dunia pendidikan
yang sempat menghebohkan dan sering mewarnai media masa adalah kasus kekerasan
yang dilakukan oleh senior kepada junior seperti di STPDN yang sampai memakan
korban jiwa tewas. Kasus yang baru-baru ini terjadi terkait masalah radikalisme
dalam pendidikan adalah LA (18), siswi SMA di Yogyakarta menjadi korban
kekerasan yang dilakukan 9 orang. Tujuh di antaranya berstatus pelajar. Aksi
brutal ini diotaki oleh RT, seorang janda muda bersama pacar laki-lakinya. Sepanjang
waktu, ia dianiaya dalam keadaan tangan dan kaki terikat serta mulut dibungkam.
Ia dipukuli beramai-ramai hingga lebam. Kemaluannya juga jadi sasaran
'penganiayaan'. Kekerasan ini terjadi lantaran LA membuat tato Hello kity yang
menyamai tato Hello kity RT. Entah apa yang dipikirkan oleh pelajar- pelajar
ini, sehingga mereka melakukan tindakan radikalisme, padahal hal ini merupakan
hal yang sepele dan seharusnya tidak terjadi.
Tindak radikalisme lainnya, kadang kali dilakukan oleh guru
kepada siswa, memukul, memberikan hukuman berlebihan, dipukul dengan penggaris
kayu, dan membully. Dan praktek bullying yang sering terjadi diantara pelajar,
maupun oleh guru kepada siswanya, yang tidak sedikit hal ini membuat korban
bullying menjadi down dan stress. Tak sedikit pula kasus tawuran antar pelajar
dan mahasiswa. Mahasiswa yang notabene mereka adalah seseorang yang belajar
diperguruan tinggi, harusnya mempunyai kontrol untuk melakukan tindakan
radikalisme.
Contoh-contoh kasus yang telah dipaparkan, menimbulkan
keprihatinan terhadap dunia pendidikan. Padahal seharusnya dunia pendidikan,
suci dari tindak radikalisme. Kalau sudah seperti ini siapa yang salah? Guru?
Siswa? Kurikulum? Atau materi pendidikan? Semuanya tentu harus kita pikirkan
secara dingin tidak usah saling menyalahkan satu sama lain, karena semuanya
mungkin salah. Walaupun tidak
semua pendidik melakukan tindakan kekerasan dan menerapkan budaya menghukum
kepada peserta didiknya tetapi apa yang muncul kepermukaan menjadi suatu hal buruk
bagi kemajuan dan perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Terutama pengaruh tindakan radikalisme ini
bagi generasi muda para penerus bangsa. Karena persoalan radikalisme ini harus
dihilangkan, demi menyelamatkan generasi penerus bangsa yang lebih baik, sehat
dan tidak meneruskan tindakan radikalisme yang baru dan menurun.
Sungguh suatu ironi bahwa radikalisme justru tumbuh dilembaga
pendidikan negeri. Selain itu, dampak yang lain adalah adanya oknum-oknum guru
tertentu yang menyemai bibit radikalisme dalam proses pembelajaran atau
kegiatan ekstrakulikuler disekolah yang menyebabkan adanya orang-orang yang mau
mengembangkan radikalisme menggunakan system sekolah. Bentuk-bentuk radikalisme
juga berujung pada anarkisme, kekerasan dan bahkan terorisme yang terus menerus
karena menimbulkan dendam, dan adopsi yang menurun.
Guna mengantisipasi masuknya radikalisme dalam pendidikan,
Kementrian Pendidikan Naional menekankan kurikulum yang berbentuk nilai-nilai
nasionalisme dan kebangsaan pada siswa. Perubahan itu dilakukan tidak hanya
dijenjang pendidikan tinggi, namun juga dijenjang sekolah mulai dari pendidikan
dasar hingga menengah.gencarnya gerakan radikalisme yang menyusup di
lembaga-lembaga pedidikan membuat dunia pendidikan nasional menjadi perhatian
di masyarakat. Kritikan datang dari berbagai kalangan, tentang kelemahan pada
system kurikulum pendidikan yang ada.
Guna meredam radikalisme yang terjadi dikalangan pelajar maka
seluruh pihak yang terkait dihimbau untuk lebih gencar mengedepankan pendidikan
karakter kepada para peserta didik. Melakukan pencegahan dengan menanamkan
ajaran agama sejak dini, rasa kasih sayang, toleransi terhadap sesama dan menanamkan
rasa cinta tanah air dan rasa empati terhadap sesama kepada para siswa sehingga
tidak ada lagi pemikiran untuk melakukan tindakan radikal.
Fenomena meningkatnya tindakan radikalisme dikarenakan
dangkalnya pemahaman terhadap agama. Karena itu, upaya preventif yang tepat
saat ini adalah dengan merevitalisasi pendidikan agama dan akhlak disekolah,
keluarga, maupun masyarakat. Pendidikan dan pelajran agama yang dijalankan saat
ini hanya bersifat formalitas, materi dan tidak mendorong pembentukan moral dan
karakter siswa. Sehingga sangat diperlukan pendidikan agama dan karakter sedari
dini oleh orang tua, guru dan lingkungan yang baik.
Tempat-tempat pendidikan yang pada dasarnya merupakan tempat
untuk memanusiakan manusia. Artinya bahwa ada upaya-upaya nyata, sadar dan
sistematis yang dilakukan secara terus menerus untuk merubah pola pikir dan
pola sikap seseorang yang sebelumnya tidak baik bahkan jahat menjadi baik,
lebih baik dan sangat baik. konsep dasar pendidikan inilah yang seharusnya
menjadi acuan dan pedoman nyata bagi para pendidik dalam rangka memanusiakan
manusia. Sehingga tindakan radikalisme bisa saja tidak terjadi bahkan hilang.
Jika persoalan radikalisme ini terus berlanjut maka akan mematikan kreatifitas
dan semangat belajar peserta didik. Tempat pendidikan yang diharapkan dapat
menjadi media bagi pengembangan ajang transfer dan transformasi budaya
kerukunan dan kedamaian. Bukan untuk ajang gengis, kekerasan dan budaya
menghukum dari guru yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai dan konsep
dasar pendidikan.
0 komentar:
Posting Komentar