20.10.15

MENGAPLIKASIKAN NILAI – NILAI PANCASILA DALAM KONDISI INDONESIA MASA KINI



Yudha Andri Riyanto
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Ilmu adalah salah satu bekal dan modal utama bagi semua individu, untuk menjadikan posisi dirinya menjadi seseorang yang berguna. Ilmu yang berguna dan menjadikan power seseorang menjadi pribadi yang percaya diri,  mampu mengaplikasikan pada masyarakat luaslah yang saat ini sedang dicari. Untuk menyelamatkan saudara – saudara kita yang tidak berkesempatan menimba ilmu secara prosedur pendidikan yang layak.

Dari 1. 000. 000 lebih penduduk di Negara Indonesia adalah orang – orang yang ber ilmu tinggi. Tetapi dalam prakteknya hanya beberapa  yang mau menyumbangkan Ilmu secara Cuma – Cuma. Masalah sosial, ekonomi, ras, bahasa, agama, suku, dan perbedaan menjadikan masalah dalam pendidikan. Masalah ini menjadikan ancaman makna dari pendidikan  di Indonesia.
Bhinneka tunggal ika ini adalah peribahasa yang sering didengar, mempunyai makna “berbeda – beda tetapi tetap satu”. Dimana kita dapat menerapkan Bhinneka Tunggal Ika? Paling pokok dapat diterapkan didalam hati seseorang atau pada diri sendiri. Jika Bhinneka Tunggal ika, ada dalam diri seseorang resiko tertinggi adalah matang dalam tahapan sosial.
Inklusif tumbuh jika seseorang memandang diri orang lain adalah bagian dari dirinya. Masih banyak ke inklusifan di Negara Indonesia dalam pendidikan berubah menjadi ekslusif. Banyaknya sekolah eksklusif menjadikan ketakutan luar biasa. Kalangan masyarakat yang merasakan ketakutan salah satunya adalah masyarakat berkebutuhan khusus.
Bukan berarti masyarakat yang berkebutuhan khusus dari latar belakang apapun, tidak mendapatkan hak yang sama. Maslow (1970) mendata kebutuhan – kebutuhan berikut berdasarkan kopentensinya yaitu : kebutuhan fisiologis, rasa aman, rasa dicintai dan dimiliki, rasa dihargai dan aktualisasi diri. Keeksklusifan dapat menghapus beberapa atau salah satu kebutuhan tersebut.
Masyarakat yang berkebutuhan dan hidup dilingkungan eksklusif tentu akan kehilangan bagian kebutuhan tersebut. Ketidak mampuan seseorang yang tertekan karena tidak terpenuhi kebutuhannya dapat menjadikan agresif terhadap dirinya dan lingkungan. Agresif adalah salah satu pemicu perpecahan dalam bermasyarakat dan bersosial. Apakah lingkungan disekitar kita ekslusif?
Seseorang, lembaga, atau kelompok yang mengekslusifkan dirinya, tentu nilai pancasila yang terstimulasi kurang atau luntur. Perlu pembenahan serius dari lingkungan luar dan dalam, untuk paham nilai pancasila. Kaelan & Zubaidi (2012) setiap warga negara dituntut untuk dapat hidup berguna dan bermakna bagi negara dan bangsanya, serta mampu mengantisipasi perkembangan dan perubahan masa depannya.
Didalam konteks kalimat “hidup berguna dan bermakna bagi negara dan bangsanya” jelas, hal tersebut menjadi acuan kita menjadi masyarakat yang paham dengan nilai pancasila. Menerapkan diri menjadi warga negara yang baik dan mempunyai nilai – nilai pancasila, bukan hal mudah. Warga negara yang baik adalah warga negara yang dapat menerima perbedaan, mampu adil untuk lingkungan sekitar.
Hal termudah dalam penerapan nilai – nilai pancasila dalam peribadi yang masih awam, tabu dan polos yaitu dengan menstimulasi hubungan sosial dengan dirinya sendiri. Semua bentuk maslah di picu dari perilaku pribadi yang tidak siap menerima keadaan. Inklusif juga bukan solusi menjadikan kepribadian seseorang baik secara mental.
Pengaplikasian bentuk nilai – nilai pancasila dalam kondisi Indonesia saat ini hanya butuh modal, sadar beserta kritis. Dikarenakan seorang berpikir pendek dengan perilaku yang diperbuat. Sebagai warga negara Indonesia yang bersemboyan Bhinneka Tunggal Ika, maka setidaknya paham dengan semboya tersebut. Sukur mampu mengaplikasikan dalam keidupan keseharian, sehingga terbentuk lah masyarakat yang rukun.
Wilson dalam Jalaludin (1985:34) perilaku social dibimbing oleh aturan – aturan yang sudah diprogam secara genetis dalam jiwa manusia. Progam ini disebut sebagai “epigenetic rules” mengatur manusia sejak kecenderungan menghidari incest kemampuan memahami ekspresi wajah, sampai kepada persaingan poitik. Nilai pancasila dapat terstimulasi pada semua orang jika dorongan eksogen dan endogen, mendukung.
Penulis mengajak masyarakat luas dan diri pribadi, untuk mengasah dan mampu mengaplikasikan nilai – nilai pancasila yang didapatkan, untuk masyarakat luas. Dengan tantangan yang ekstrim yaitu tantangan era terbaru ini. Tekat dan niat yang tinggi semoga menjadi modal menuju kesuksesan Negara Indonesia kedepan.
Ajakan tersebut, 1. Sebagai warga negara Indonesia kita wajib belajar dan mengajarkan semua ilmu yang bergua, 2. Sebagai warga negara Indonesia berperan sebagai warga inklusif, menerima perbedaan suku, ras, bahasa, agama dan bangsa. Semua dengan rujukan nilai – nilai pancasila yang baik dan sesuai.
Kaelan & Zubaidi (2012), pancasila sebagai satu sistem juga dapat dipahami dari pemikiran dasar yang terkandung dalam pancasila,yaitu pemikiran tentang manusia dalam hubungannya dengan tuhan yang maha ESA, dengan dirinya sendiri dan dengan semua manusia.
Rujukan :
Ø  Rakmat, J. (1985). Psikolgi Komunikasi. Bandung: Remadja Karya CV Bandung.
Ø  H. Kaelan & H. Zubaidi. A. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan untuk perguruan tinggi. Universitas Gajah Mada. Paradigma edisi 2010.
Ø  Feist, J., Gregory, J. F. (2006). Theories of personality. Terjemahan. Santoso, Y. Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR.

0 komentar:

Posting Komentar