Yudha
Andri Riyanto
Fakultas
Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Ilmu adalah
salah satu bekal dan modal utama bagi semua individu, untuk menjadikan posisi
dirinya menjadi seseorang yang berguna. Ilmu yang berguna dan menjadikan power seseorang menjadi pribadi yang
percaya diri, mampu mengaplikasikan pada
masyarakat luaslah yang saat ini sedang dicari. Untuk menyelamatkan saudara –
saudara kita yang tidak berkesempatan menimba ilmu secara prosedur pendidikan
yang layak.
Dari 1. 000. 000
lebih penduduk di Negara Indonesia adalah orang – orang yang ber ilmu tinggi. Tetapi
dalam prakteknya hanya beberapa yang mau
menyumbangkan Ilmu secara Cuma – Cuma. Masalah sosial, ekonomi, ras, bahasa,
agama, suku, dan perbedaan menjadikan masalah dalam pendidikan. Masalah ini
menjadikan ancaman makna dari pendidikan
di Indonesia.
Bhinneka tunggal
ika ini adalah peribahasa yang sering didengar, mempunyai makna “berbeda – beda
tetapi tetap satu”. Dimana kita dapat menerapkan Bhinneka Tunggal Ika? Paling
pokok dapat diterapkan didalam hati seseorang atau pada diri sendiri. Jika
Bhinneka Tunggal ika, ada dalam diri seseorang resiko tertinggi adalah matang
dalam tahapan sosial.
Inklusif tumbuh
jika seseorang memandang diri orang lain adalah bagian dari dirinya. Masih
banyak ke inklusifan di Negara Indonesia dalam pendidikan berubah menjadi
ekslusif. Banyaknya sekolah eksklusif menjadikan ketakutan luar biasa. Kalangan
masyarakat yang merasakan ketakutan salah satunya adalah masyarakat
berkebutuhan khusus.
Bukan berarti
masyarakat yang berkebutuhan khusus dari latar belakang apapun, tidak
mendapatkan hak yang sama. Maslow (1970) mendata kebutuhan – kebutuhan berikut
berdasarkan kopentensinya yaitu : kebutuhan fisiologis, rasa aman, rasa
dicintai dan dimiliki, rasa dihargai dan aktualisasi diri. Keeksklusifan dapat
menghapus beberapa atau salah satu kebutuhan tersebut.
Masyarakat yang
berkebutuhan dan hidup dilingkungan eksklusif tentu akan kehilangan bagian
kebutuhan tersebut. Ketidak mampuan seseorang yang tertekan karena tidak
terpenuhi kebutuhannya dapat menjadikan agresif terhadap dirinya dan
lingkungan. Agresif adalah salah satu pemicu perpecahan dalam bermasyarakat dan
bersosial. Apakah lingkungan disekitar kita ekslusif?
Seseorang,
lembaga, atau kelompok yang mengekslusifkan dirinya, tentu nilai pancasila yang
terstimulasi kurang atau luntur. Perlu pembenahan serius dari lingkungan luar
dan dalam, untuk paham nilai pancasila. Kaelan & Zubaidi (2012) setiap
warga negara dituntut untuk dapat hidup berguna dan bermakna bagi negara dan
bangsanya, serta mampu mengantisipasi perkembangan dan perubahan masa depannya.
Didalam konteks
kalimat “hidup berguna dan bermakna bagi negara dan bangsanya” jelas, hal
tersebut menjadi acuan kita menjadi masyarakat yang paham dengan nilai
pancasila. Menerapkan diri menjadi warga negara yang baik dan mempunyai nilai –
nilai pancasila, bukan hal mudah. Warga negara yang baik adalah warga negara
yang dapat menerima perbedaan, mampu adil untuk lingkungan sekitar.
Hal termudah
dalam penerapan nilai – nilai pancasila dalam peribadi yang masih awam, tabu
dan polos yaitu dengan menstimulasi hubungan sosial dengan dirinya sendiri.
Semua bentuk maslah di picu dari perilaku pribadi yang tidak siap menerima
keadaan. Inklusif juga bukan solusi menjadikan kepribadian seseorang baik
secara mental.
Pengaplikasian
bentuk nilai – nilai pancasila dalam kondisi Indonesia saat ini hanya butuh
modal, sadar beserta kritis. Dikarenakan seorang berpikir pendek dengan
perilaku yang diperbuat. Sebagai warga negara Indonesia yang bersemboyan
Bhinneka Tunggal Ika, maka setidaknya paham dengan semboya tersebut. Sukur
mampu mengaplikasikan dalam keidupan keseharian, sehingga terbentuk lah masyarakat
yang rukun.
Wilson dalam Jalaludin
(1985:34) perilaku social dibimbing oleh aturan – aturan yang sudah diprogam
secara genetis dalam jiwa manusia. Progam ini disebut sebagai “epigenetic
rules” mengatur manusia sejak kecenderungan menghidari incest kemampuan
memahami ekspresi wajah, sampai kepada persaingan poitik. Nilai pancasila dapat
terstimulasi pada semua orang jika dorongan eksogen
dan endogen, mendukung.
Penulis mengajak
masyarakat luas dan diri pribadi, untuk mengasah dan mampu mengaplikasikan nilai
– nilai pancasila yang didapatkan, untuk masyarakat luas. Dengan tantangan yang
ekstrim yaitu tantangan era terbaru ini. Tekat dan niat yang tinggi semoga
menjadi modal menuju kesuksesan Negara Indonesia kedepan.
Ajakan tersebut,
1. Sebagai warga negara Indonesia kita wajib belajar dan mengajarkan semua ilmu
yang bergua, 2. Sebagai warga negara Indonesia berperan sebagai warga inklusif,
menerima perbedaan suku, ras, bahasa, agama dan bangsa. Semua dengan rujukan
nilai – nilai pancasila yang baik dan sesuai.
Kaelan &
Zubaidi (2012), pancasila sebagai satu sistem juga dapat dipahami dari
pemikiran dasar yang terkandung dalam pancasila,yaitu pemikiran tentang manusia
dalam hubungannya dengan tuhan yang maha ESA, dengan dirinya sendiri dan dengan
semua manusia.
Rujukan :
Ø Rakmat, J.
(1985). Psikolgi Komunikasi. Bandung: Remadja Karya CV Bandung.
Ø H. Kaelan &
H. Zubaidi. A. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan untuk perguruan tinggi.
Universitas Gajah Mada. Paradigma edisi 2010.
Ø Feist, J.,
Gregory, J. F. (2006). Theories of
personality. Terjemahan. Santoso, Y. Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR.
0 komentar:
Posting Komentar