MENYELAMATKAN
GENERASI MUDA DI LINGKUNGAN PENDIDIKAN DARI PERSOALAN RADIKALISME
Umi Fatimah
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakara
Generasi muda adalah generasi penerus bangsa yang nantinya
sebagai pemegang nasib bangsa ini, maka generasi mudalah yang menentukan semua
apa yang dicita-citakan bangsa dan Negara ini. Memang tidak semudah yang kita
bayangkan dalam membangun generasi muda sebagai penerus bangsa ini, namun kita
harus optimis bahwa yang kita persiapkan nantinya akan dapat mencapai hasil
yang maksimal, masa muda yang penuh kesenangan dan diwarnai senda gurau, akan
tetapi hal itu tidak dapat dibiarkan begitu saja karena bila tidak ada control
yang jelas maka dampaknya mungkin kurang baik, untuk itu alangkah baiknya pada
masa tersebut dimasukkkan nilai-nilai yang dapat membantu serta mendorong
generasi agar bisa memberikan yang terbaik baik kepada keluarga, sekolah maupun
lingkungan masyarakat.
Lalu
bagaimana ketika generasi muda yang menjadi harapan bangsa dan penerus
bangsa melakukan radikalisme dilingkungan pendidikan?
Radikalisme adalah suatu paham yang dibuat-buat oleh
sekelompok orang yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan
politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan.
Namun
bila dilihat dari sudut pandang keagamaan dapat diartikan sebagai paham
keagamaan yang mengacu pada fondasi agama yang sangat mendasar dengan fanatisme
keagamaan yang sangat tinggi, sehingga tidak jarang penganut dari paham /
aliran tersebut menggunakan kekerasan kepada orang yang berbeda paham / aliran
untuk mengaktualisasikan paham keagamaan yang dianut dan dipercayainya untuk
diterima secara paksa.
Sangat
memprihatinkan apabila didalam lingkungan sekolah generasi muda melakukan
radikalisme, padahal sekolah adalahtempat pendidikan bagi anak anak generasi bangsa, tujuannya
mengajarkan anak untuk menjadi anak yang mampu memajukan bangsa.Pendidikan yang seharusnya menyadarkan anak-anak
genarasi muda, kini seakan tidak berfungsi penyadaran .Akibatnya
mentalitas pelajar berbelok kearah eksistensi yang emosional. Tidak kritis,
menjadi dampak utama yang di alami pelajar kita.Sehingga untuk memecahkan masalahpun
harus menggunakan emosional.
Kalau didalam lingkungan
sekolah saja sudah banyak yang melakukan radikalisme bagaimana nasib bangsa ini
kedepannya?
Maka dari itu perlu adanyakerja sama antara orang tua dengan
guru agar anak tidak sampai melakukan radikalisme. Berilah pendidikan agama sejak
dini, supaya anak bisa terhindari dan terjauhi dari radikalisme, dengan
berbekal agama insyaAlloh anak tidak akan melakukan hal-hal yang merugikan
negara terutama radikalisme. Memperhatikan anak lebih dekat lagi juga membantu
anak supaya tidak terjerumus keradikalisme. Di sekolah untuk menyelamatkan
generasi mudah dari radikalisme yaitu dengan mengadakan pembinaan kepada anak
dan sekaligus mendeteksi sejauhmana keterlibatan anak dalam masalah tersebut, dan upaya-upaya
penaggulangannya. Tetapi di
lain pihak ada yang tenang-tenang saja, karena mereka ini sesungguhnya sangat
yakin bahwa system pengajaran
yang dilakukan sekolah tidak akan memungkinkan terjadinya radikalisme tersebut.
Sebenarnya cara pemikiran yang seperti itu kurang baik, walaupun sistem
pengajaran memang bener-bener sudah baik, tapi masih tidak tidak mungkin anak
bisa melakukan rasionalisme, karena dilingkungan sekolah malah faktor untuk melakukan radikalisme sangat mendukung,
walaupun disekolah banyak aturan, anak masih tetep bisa melanggar dan bisa melakukan
radikalisme.
Adapun cara selanjutnya untuk menyelamatkan genarasi muda
dari radikalisme yaitu dengan cara menyadarkan anak agar anak bisa berfikir dan
memilah-milah perilaku yang akan dilakukan. Penyadaran merupakan hal utama yang seharusnya menjadi
tanggung jawab pendidikan bagi pelajar. Agar setiap pelajar dapat terbebaskan
dari kebodohan dan dapat memecahkan permasalahan, serta menciptakan
pelajar-pelajar yang memiliki moral dan kesadaran yang kritis. Moralitas bukanlah internalisasi
nilai-nilai cultural yang telah mapan maupun bentangan dorongan dan emos ispontan,
moralitas adalah keadilan, hubungan timbale balik antara seorang individu lainnya
di lingkungan sosialnya. Maka ketika moralitas itu tidak terbangun dalam pendidikan,
secara otomatis akan tetap tingkat kesadaran
manusia tidak akan mencapai kritis.
Paulo Freire dalam bukunya Pendidikan Kaum Tertindas , menegaskan
bahwa ada tiga tingkat kesadaran manusia. Pertama, kesadaran magis; merupakan kesadaran
untuk menangkap fakta-fakta yang akan diberikan kepada penguasa yang
mengkontrol kesadarannya (alamgaib/mistis) .Kedua,kesadarankritis; kesadaran
ini lebih melihat aspek manusia menjadi akar penyebab masalah. Ketiga, kesadata naif; kesadaran ini lebih melihat aspek system
dan struktur sebagai sumber masalah. Pendekatan struktur sebagai sumber masalah.
Pendekatan structural menghindari “blaming the victims” dan lebih menganalisis.
Lemahnya pendidikan
kita dalam hal penyadaran bagimasyarakat menunjukkan bahwa system pendidikan saat
ini, bukanlah sitem pendidikan yang menjadi kebutuhan rakyat. Apabila kita meliha
tgejolak masyarakat, makam syarakat pasti membutuhkan kesadaran kritis. Karena kesadaran
kritis dapat digunakan masyarakat untuk memecahakan permasalahan dalam kehidupan
sosialnya. Menjadi tanggung jawab moral tentunya bagi pemerintah untuk memberikan
pendidikan yang memang menyadarkan bagi generasi muda bangsa. Bukan sekedar kepentingan
individu parapemuda (pelajar), namun sebagai jaminan nasib bangsa ini kedepannya.
Maka untuk itu sudah saatnya lembaga pendidikan di Indonesia
untuk memberikan pendidikan dengan tingkat kesadaran yang lebih tinggi kepada
calon-calon penerus bangsa (generasi muda). Jangan menganggap pendidikan itu
hanya sekedar formalitas individu, melainkan indentitas dari suatu bangsa.
Daftar
pustaka;
Sejarahsadja, (2012). Radialisme Pendidikan . 10
januari
Ichaledutech, (2013). Pengertian belajar. Maret
0 komentar:
Posting Komentar