29.10.15

MENGAPLIKASI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM KONDISI SAAT INI


MENGAPLIKASI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM KONDISI SAAT INI
R Joko Prambudiyono
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
          Kaelan (2010) pancasila secara ilmiah memiliki pengertian yang luas, baik dalam kedudukannya sebagai dasar Negara, pandangan hidup bangsa, ideology Bangsa dan Negara, kepribadian Bangsa. Secara menyeluruh Pancasila merupakan suatu pedoman dasar Bangsa Indonesia, karena di dalam pancasila terkandung nilai-nilai luhur yang mulia. Pancasila lahir pada 1 Juni 1945 oleh Soekarno, dalam pidatanya secara lisan Seokarno ingin merumuskan dasar Negara Indonesia. Kemudian olehnya diberikan nama Pancasila yang berarti lima dasar.
          Dalam merumuskan teks Pancasila ini ada beberapa versi yang diusulkan sebelum Pancasila yang hingga kita masih kita pakai, yang pertama  Mr. Muhammad Yamin (29 Mei 1994) mengusulakan Pancasilan berisikan:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusia
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Kemudian di tahun 1 Juni 1945 Soekarno mengusulkan isi Pancasila sebagai berikut:
1. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan
3. Mufakat atau Demokratis
4. Kesejahteraan sosial
5. Ketuhanan yang berbudaya
Di tahun 22 Juni 1945 pada Piagam Jakarta muncul rumusan Pancasila sebagai berikut:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusian yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.  Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
          Berdasarkan dari berbagai usulan dan pandang itulah kemudian Pancasilan menjadi :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusian Yang Adil Dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawarat Perwakilan
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Lima sila diatas inilah yang kita pakai hingga sekarang dan kita dengarkan pada saat upacara bendera. Dulu sampai sekarang masih kita pakai, lebih-lebih pada anak-anak generasi muda yang sedang duduk dibangku sekolah yang setiap hari Senin pada saat upacara bendera atau upacara-upacara untuk memperingati hari tertentu.
Akan tetapi Pancasila hanyalah tinggal Pancasila saja, hanya didengar telingan kanan lalu keluar dari telinga kiri. Pancasila dipandang hanya sebagai seonggok tulisan yang tidak miliki makna, banyak para generasi muda hingga para pejabat tinggi yang melupakan bahkan melanggar makna nilai-nilai luhur yang terkadung didalam Pancasilan yang sebenarnya. Sebagai tertulis sila pertama yang bunyinya Ketuhanan Yang Maha Esa yang dalam arti sebenarnya sebagai pengejawatahan tujuan manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berkaitan dengan moral Negara, moral penyelanggara Negara, politik, pemerintahan Negara, hukum dan peraturan perundang-undangan Negara, kebebasan dan hak asasi warga Negara yang harus dijiwai Ketuhanan Yang Maha Esa. Tetapi dikondisi Indonesian saat ini sila pertama ini banyak dilanggar seperti halnya hokum yang dapat dibeli, kebebasan dan hak asasi manusia yang mulai dirampas.
Sila kedua yang berbunyi Kemanusian Yang Adil dan Beradab, sila ini sebagai dasar fundamental dalam kehidupan kenegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan. Dalam sila ini terkandung nilai-nilai bahwa Negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai mahluk yang beradab. Tetapi pada kenyataannya banyak sekali pelanggaran ketidak adilan pada kaum bawah dan ketidak beradapan kaum atas teradap kaum bawah. Seperti ibarat suatu tombak yang runcing diatas tapi tumpul dibawah sehingga keadilan seolah hanya untuk kaum atas, sedang kaum bawah tidak demikian
Sila ketiga yang berbunyi Persatuan Indonesia, sila ini didasari dan dijiwai oleh sila pertama dan sila kedua dan mendasari sila keempat. Pada sila ini terkandung sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Negara merupakan seatu persekutuan hidup bersama di antara elemen-elemen seperti suku, ras, kelompok, golongan maupun kelompok agama. Hal seolah diabaikan mengapa karena melihat siaran ditelevisi maupun di surat kabar mulai muncul isu-isu yang berbau sara apalagi pada saat mendekati masa kampanye, mereka berlomba-lomba untuk menjatuhkan lawannya dengan isu sara. Seolah golongan mereka adalah yang paling baik, lalu akibatnya terjadilah gesekan-gesekan antar warga yang terpancing karena isu sara tersebut.
Sila keempat Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Pada hakikatnya merupakan sekelompok manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang bersatu yang bertujuan mewujudkan harkat dan martabat manusia dalam  suatu wilayah Negara. Akan tetapi hal ini tidak lagi seperti apa yang tertulis pada sila keempat, orang-orang mulai saling menjegal lawan-lawannya untuk mendapatkan suatu kedudukan yang dirasakan banyak orang itu adalah enak. Mereka tidak peduli lagi dengan apa yang terjadi pada lawannya dan juga mereka tidak peduli bahwa perilaku mereka sangat bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila khususnya sila keempat.
Sila kelima sekaligus sila terakhir dalam teks Pancasila yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Pada sila ini terkandung nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama(kehidupan sosial). Hal ini didasari pada hakikat keadilan dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, individu satu dengan individu lain, individu dengan masyarakat, bangsa dan Negara dan hubungan dengan Tuhannya. Banyak orang mulai berperilaku egois terhadap orang lain, orang mulai hilang super egonya atau ego idealnya. Sehingga keadilan sosial itu seolah tidak ada, yang ada hanya untuk dirinya sendiri.
Cara untuk mengatasi hal-hal tersebut maka perlunya kesadaran dari masing-masing orang, dan juga dorongan atau motivasi dari orang lain agar orang tersebut mau untuk merubah pola perilakunya. Tanamkan nilai-nilai luhur Pancasila dari masa kanak-kanak hingga masa remajanya, tetapi tidak hanya selesai di masa remaja saja melainkan terapkan pula pada pejabat-pejabat tinggi bahwa hal itu sebenarnya salah dan menyimpang dari makna nilai luhur Pancasila yang sebenarnya. Pancasila bukan hanya sebagai panjangan saja, atau hanya untuk dihafalkan saja, tetapi juga harus diterapkan dan dilakukan.



Daftar Pustaka :

Kaelan. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma Offset
Kaelan & Zubaidi, A. 2010. Pendidikan Kewarga Negaraan. Yogyakarta: Paradigma

0 komentar:

Posting Komentar