23.6.24

Tugas Essay UAS: Psikologi Lingkungan - Oleh EMILIA SINTA MAHARANI

DOSEN PENGAMPU : Dr., Dra. ARUNDATI SHINTA MA

NAMA :  EMILIA SINTA MAHARANI

NIM : 22310410180

KELAS : SJ

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA

PROSES TERJADINYA PERILAKU TIDAK PEDULI PADA MASYARAKAT TERHADAP SAMPAH YANG DIPRODUKSINYA SENDIRI MENGGUNAKAN PERSPEKTIF SKEMA PERSEPSI PAUL A. BELL


Pengelolaan sampah merupakan salah satu isu lingkungan yang paling mendesak di Indonesia. Meskipun telah banyak peraturan yang diterapkan, seperti UU RI No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, perilaku masyarakat terhadap sampah tetap tidak berubah signifikan. Memahami proses terjadinya perilaku tidak peduli pada masyarakat terhadap sampah yang diproduksinya sendiri sangat penting. Paul A. Bell dan kawan-kawan mengajukan skema persepsi yang dapat digunakan untuk menganalisis bagaimana persepsi seseorang terbentuk dan bagaimana persepsi tersebut mempengaruhi perilaku.

Persepsi adalah proses di mana individu mengorganisir dan menginterpretasi stimuli dari lingkungan mereka untuk memberikan makna. Menurut Bell et al. (dalam Patimah et al., 2024; Sarwono, 1995). Menurut skema persepsi Paul A. Bell, proses terbentuknya perilaku diawali dengan tiga tahap utama: stimulus, pemrosesan informasi, dan respon. Dalam hal pengelolaan sampah, stimulus berupa informasi atau situasi yang berkaitan dengan sampah, seperti kampanye kebersihan, pengumuman pemerintah, atau pengalaman pribadi dengan lingkungan yang kotor. Pemrosesan informasi melibatkan bagaimana individu menafsirkan dan memahami stimulus tersebut berdasarkan pengalaman, pengetahuan, dan sikap mereka sebelumnya. Respon adalah tindakan atau perilaku yang dihasilkan dari pemrosesan informasi tersebut.


Stimulus: Paparan Terhadap Informasi dan Situasi Terkait Sampah

Perilaku tidak peduli terhadap sampah sering kali dimulai dari stimulus yang diterima oleh masyarakat. Stimulus ini bisa berupa pemandangan lingkungan yang kotor, pengumuman pemerintah tentang pentingnya membuang sampah pada tempatnya, atau kampanye kebersihan yang dilakukan oleh sekolah atau organisasi masyarakat. Sayangnya, sering kali stimulus ini tidak efektif dalam memotivasi perubahan perilaku karena beberapa alasan. Misalnya, kampanye kebersihan yang tidak berkelanjutan atau kurang menyentuh aspek emosional masyarakat, sehingga informasi yang diterima tidak cukup kuat untuk memicu perubahan perilaku.




Pemrosesan Informasi: Persepsi dan Interpretasi

Setelah menerima stimulus, masyarakat memproses informasi tersebut melalui berbagai filter kognitif dan emosional. Menurut Bell, persepsi seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pengalaman masa lalu, nilai-nilai budaya, dan sikap pribadi. Dalam banyak kasus, masyarakat memiliki persepsi bahwa mengelola sampah adalah tugas pemerintah atau petugas kebersihan, bukan tanggung jawab pribadi. Persepsi ini diperkuat oleh kurangnya pendidikan lingkungan dan minimnya penegakan hukum yang tegas.

Misalnya, jika seseorang melihat tumpukan sampah di lingkungan sekitar dan tidak ada tindakan yang diambil oleh pihak berwenang, mereka menyimpulkan bahwa membuang sampah sembarangan adalah perilaku yang diterima dan tidak membawa konsekuensi serius. Dengan kurangnya penegakan hukum juga berkontribusi pada pembentukan persepsi ini. Selain itu, norma-norma sosial dan budaya yang menganggap kebersihan lingkungan bukan prioritas juga mempengaruhi cara individu menafsirkan informasi terkait sampah.


Respon: Perilaku Tidak Peduli terhadap Sampah

Persepsi yang terbentuk dari pemrosesan informasi kemudian mempengaruhi respon atau perilaku masyarakat. Jika persepsi mereka bahwa mengelola sampah bukan tanggung jawab pribadi atau tidak ada konsekuensi serius untuk perilaku membuang sampah sembarangan, maka perilaku yang muncul adalah tidak peduli terhadap sampah yang diproduksi sendiri. Mereka cenderung membuang sampah sembarangan atau tidak berpartisipasi dalam program pengelolaan sampah seperti daur ulang atau pembuatan kompos.

Untuk mengubah perilaku tidak peduli ini, perlu ada intervensi yang menyasar ketiga tahap dalam skema persepsi Bell. Pertama, stimulus yang diberikan harus lebih kuat dan lebih sering. Kampanye kebersihan harus dilakukan secara terus-menerus dengan cara yang menarik perhatian masyarakat. Kedua, pemrosesan informasi harus dipengaruhi dengan cara meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah. Ini bisa dilakukan melalui pendidikan lingkungan di sekolah, pelatihan komunitas, dan penegakan hukum yang lebih tegas. Terakhir, respon atau perilaku masyarakat dapat diubah dengan memberikan insentif untuk perilaku yang bertanggung jawab dan memberikan sanksi untuk perilaku yang tidak bertanggung jawab. Misalnya, memberikan penghargaan kepada masyarakat yang aktif dalam program daur ulang atau mengelola sampah dengan baik. Penegakan hukum yang lebih tegas juga penting untuk memastikan bahwa ada konsekuensi nyata bagi mereka yang membuang sampah sembarangan.


Kesimpulan

Mengubah perilaku masyarakat yang tidak peduli terhadap sampah yang diproduksinya sendiri membutuhkan pendekatan yang holistik berdasarkan skema persepsi Paul A. Bell. Dengan memahami bagaimana stimulus diterima, informasi diproses, dan respon dibentuk, intervensi dapat dirancang untuk lebih efektif dalam mempengaruhi perilaku masyarakat. Melalui pendidikan, penegakan hukum, dan insentif yang tepat, perilaku tidak peduli terhadap sampah dapat diubah menjadi perilaku yang lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan.



Daftar Pustaka :

Patimah et al. (2024). Environmental Psychology and Behavioral Studies. Jakarta:Penerbit Universitas Indonesia.

Sarwono, S. W. (1995). Psikologi Sosial: Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka.

Duckworth, A. L., & Gross, J. J. (2020). "Behavior Change." Annual Review of Psychology, 71, 803-834.

0 komentar:

Posting Komentar