23.6.24

ESSAY UAS-PSIKLOGI LINGKUNGAN OLEH ANGELINA PUSANINGRUM

 Esai UAS Psikologi Lingkungan – Perilaku Tidak Peduli Masyarakat Terhadap Sampah Ditinjau dari Skema Persepsi Paul A. Bell


Angelina Puspaningrum

NIM : 23310440135

Mata Kuliah : Psikologi Lingkungan

Dosen Pengampu : Dra. Shinta Arundati, MA.

Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta


Pengertian Persepsi

Menurut Sarwono (1992), persepsi merupakan penilaian terhadap suatu informasi atau pemahaman mengenai suatu objek yang terbentuk melalui perpaduan antara stimulus dari lingkungan individu yang diperoleh dari proses penginderaan dan pengoordinasiannya melalui syaraf pusat (otak). Persepsi yang dimiliki seseorang dengan orang lainnya mengenai suatu hal yang sama dapat berbeda satu sama lainnya. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan kemampuan masing-masing individu dalam menangkap stimulus saat berinteraksi dengan suatu objek. Selain itu, perbedaan persepsi juga dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan maupun pengalaman yang dimiliki individu. 

Skema Persepsi

Pada tahun 1978, Paul A. Bell mengemukan suatu skema mengenai proses persepsi pada individu. Pertama-tama, sebelum terbentuknya persepsi, stimulus dari lingkungan harus diterima dengan baik panca indera, yakni telinga yang menangkap stimulus gelombang suara, hidung yang menangkap bau, lidah stimulus rasa, kulit yang menangkap stimulus tekstur dan kepadatan, mata yang menangkap gelombang cahaya. Perbedaan kemampuan alat indera dalam menangkap stimulus berpotensi menghasilkan persepsi yang berbeda antar individu. Stimulus yang terkumpul kemudian menghasilkan apa yang disebut dengan persepsi, yakni penilaian individu terhadap objek di lingkungan sekitarnya. Selain stimulus dari luar, persepsi juga dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berasal dari dalam diri individu, seperti tingkat pengetahuan, pengalaman masa lalu, nilai yang dianut, sikap, minat, bakat, kepribadian, serta sifat personal lainnya. Persepsi yang terbentuk selanjutnya akan dibedakan menjadi dua bagian. Apabila persepsi mengenai suatu stimulus berada di dalam batas optimal, maka individu akan berada pada kondisi homeostatis, yaitu kondisi yang selaras antara harapan dengan keadaan yang ada. Individu akan cenderung mempertahankan kondisi ini karena menimbulkan perasaan yang positif atau menyenangkan. Sementara, apabila persepsi yang dihasilkan berada di luar batas optimal atau dengan kata lain keadaan yang ada tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka individu cenderung akan mengalami stres atau perasaan tertekan. Tekanan yang terbentuk akan mendorong individu melakukan tindakan antisipasi atau disebut juga coping yang mungkin datang dalam dua bentuk, yaitu proses menyesuaikan diri dengan lingkungan atau menyesuaikan lingkungan dengan kondisi yang menurut dirinya ideal. Tindakan coping yang dilakukan oleh individu tidak selalu berhasil, mungkin saja akan gagal. Jika tindakan coping berhasil, maka akan terjadi penyesuaian diri individu dengan lingkungan (adaptasi) atau penyesuaian lingkungan dengan individu (adjustment). Di sisi lain, jika tindakan coping yang dilakukan gagal, maka akan menyebabkan stres yang lebih parah.

Ketidakpedulian masyarakat terhadap sampah ditinjau dari skema persepsi

Paul A. Bell

Sampah merupakan hal yang tidak bisa lepas dari manusia. Dapat dikatakan bahwa setiap aktivitas yang dilakukan manusia dalam kehidupan sehari-hari akan menghasilkan sampah dalam wujud yang beraneka macam. Sehingga, setiap individu akan selalu bersinggungan dengan sampah dan otomatis melakukan pemindaian informasi mengenainya. Stimulus yang paling mudah ditangkap berupa bentuk yang tertangkap oleh mata, bau yang tertangkap oleh hidung, serta tekstur yang dapat dirasakan oleh kulit. Bagi kebanyakan orang, stimulus-stimulus ini menghasilkan persepsi yang negatif atau berada di luar batas optimalnya, yakni berupa bau yang menyengat, bentuk yang kotor dan tidak enak dipandang, serta tekstur lembek dan menjijikkan akibat proses pembusukan. Persepsi yang negatif mengenai sampah ini tentu akan menimbulkan stress, perasaan tertekan, dan menimbulkan ketidaknyamanan di diri individu. Keterbatasan pengetahuan individu terhadap penanganan sampah akan mendorongnya untuk mencari jalan pintas sebagai alternatif penyelesaian masalah. Contoh perilaku coping yang lumrah dilakukan oleh masyarakat adalah membuang sampah ke aliran sungai. Sayangnya, perilaku tersebut tidak semerta-merta menghilangkan sampah dari muka bumi dan malah menimbulkan permasalahan yang lebih besar dan terus berlanjut, seperti terjadinya banjir, pengikisan tanah di bantaran sungai atau disebut juga erosi, hingga terganggunya ekosistem perairan dari sungai hingga laut. Berbagai permasalahan baru yang timbul ini tentu saja akan menjadi stressor baru dan berefek pada segala aspek kehidupan masyarakat.


Referensi

Patimah, A.S., Shinta, A. & Al-Adib, A. (2024). Persepsi terhadap lingkungan. Jurnal Psikologi. 20(1), Maret, 23-29.

Sari, E. Y. D. (2020). Paradigma baru psikologi lingkungan. Yogyakarta: UAD Press.

Sarwono, S. W. (1995). Psikologi lingkungan. Jakarta: Grasindo & Program Pascasarjana Prodi Psikologi UI.






 


0 komentar:

Posting Komentar