Mata Kuliah : Teori
Kepribadian
Dosen Pengampu : FX.
Wahyu Widiantoro, S.Psi., MA
Kelas Online dan Diskusi
Konsep Dasar Terapi Kasus
Adiksi : Tahapan Perubahan Perilaku
Naeri Khasna
(23310410046)
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Tahapan perubahan
perilaku ini merupakan kunci terapi untuk adiksi zat dan adiksi perilaku. Adiksi
ada dua macam yaitu adiksi zat dan juga adiksi perilaku, yang pertama adalah
adiksi zat banyak pasien yang mengalami adiksi zat ini tentu tidak asing bagi
kita ada yang adiksi tembakau, alkohol, ganja, golongan opioid untuk pain killer,
kokain, heroin. Adiksi perilaku itu merupakan kecanduan di mana terdapat
perilaku-perilaku yang negatif yang menimbulkan dampak buruk contohnya adalah
adiksi pornografi kemudian adiksi judi, adiksi makanan, adiksi internet. Kedua
macam adiksi ini memiliki banyak kesamaan pada adiksi zat tahapannya dari coba-coba kemudian pergunaan
yang rekreasional kemudian yang situasional kemudian akhirnya mengalami adiksi.
Pada adiksi perilaku juga memiliki tahap yang serupa kemudian juga memiliki
dampak buruk yang sama, baik pada fisik, psikis, dan sosial.
Ciri khas apabila
menangani pasien dengan adiksi zat maupun adisi perilaku kita harus mengetahui
sejauh mana tahap perubahan perilaku pada pasien tersebut atau pada klien
tersebut. Berbeda pada pasien dengan
gangguan mental yang lain seperti skizofrenia, depresi, cemas ini kita tidak
perlu menilai tahap perubahan perilakunya. Mengetahui sejauh mana tahap
perubahan perilaku ini penting untuk kita ketahui agar tata laksana yang kita
berikan bisa lebih tepat.
Tahap perubahan perilaku
yang pertama adalah prakontemplasi ini dicirikan seseorang itu belum berpikir
untuk berubah dan tidak tertarik pada bantuan orang lain. Karena belum ada
kesadaran sehingga cenderung defensif ada resistensi dan bertahan pada
kebiasaannya yang kurang baik. Jadi ketika kita wawancara pasien mungkin sering
diam tidak mau menanggapi, sering membantah, menyalahkan orang tuanya, menyalahkan
orang lain. Perilaku tersebut merupakan ciri-ciri pasien pada tahap prakontemplasi.
Jadi tidak merasa ada masalah dari kebiasaannya. Perlu untuk meningkatkan
kesadarannya sebelum ia menyadari bahwa ia perlu berubah. Tapi kalau misalkan
kita sudah berusaha meningkatkan kesadaran pasien tetapi pasien masih pada
tahap prakontemplasi kita cukup memberikan informasi saja atau bisa memberikan
leaflet atau brosur untuk pasien baca sendiri terkait adiksinya.
Selanjutnya adalah
kontemplasi berbeda dengan tahap prakontemplasi pada tahap ini pasien mulai
menyadari konsekuensi yang muncul dari kebiasaannya dan mulai menyediakan waktu
untuk berpikir mengenai masalahnya. Namun masih ada keragu-raguan atau
ambivalens pada tahap ini. Pasien mulai mempertimbangkan kemungkinan
menghentikan kebiasaannya (menimbang untung dan rugi). Perlu waktu beberapa
minggu untuk dapat melewati fase kontemplasi. Sikap kita apabila menghadapi
pasien dengan tahap kontemplasi ini yaitu membantu pasien untuk mengakhiri
ambivalensinya dan memilih untuk berubah. Bantu pasien dengan timbangan pro dan
kontra. Jadi baik pasien yang berada tahap prakontemplasi maupun kontemplasi yang
sangat menentukan adalah sikap kita. Kalau sikap kita memberikan empati
kemudian tidak menyalahkan dan mau mendengarkan ceritanya dengan baik, memberi
respon, memberikan afirmasi, perilaku tersebut akan mempengaruhi pasien. Sehingga
yang awalnya per kontemplasi bisa menjadi kontemplasi, yang awalnya kontemplasi
akhirnya menjadi preparasi, aksi, dan selanjutnya.
Untuk mengakhiri
ambivalensinya ini kita bisa memberikan pertanyaan-pertanyaan misalkan kita
minta pasien membayangkan terus melakukan perilaku adiksi misalkan judi online,
kita menanyakan kalau bapak terus berjudi apa yang akan terjadi kira-kira 1
bulan lagi, 3 bulan lagi, 6 bulan lagi, hal tersebut dilakukan agar pasien
berpikir apa dampak yang akan dia hadapi sehingga setelah dia berpikir seperti
itu dia akan mempertimbangkan perilakunya. Dengan begitu pasien akan lebih
termotivasi untuk berubah dan bisa mempertimbangkan manfaat serta dampak buruk
dari adiksinya. Contoh lain pasien adiksi sabu, kita menanyakan manfaat yang dirasakan
ketika mengonsumsi sabu, setelah pasien selesai bercerita kemudian kita
menanyakan dapak buruk yang didapatkan dari kecanduan adiksi sabu. Kita
menjelaskan kalau pasien bandingkan antara dampak positif dan dampak negatifnya
dari menggunakan sabu ini kira-kira lebih dominan yang mana, kalau pasien
menyatakan lebih banyak dapat negatifnya maka ini merupakan tahap positif. Kemudian
jangan lupa untuk membantu pasien untuk membangun rasa percaya diri untuk
berubah, rasa percaya diri bisa menjadi penyebab pasien menjadi kontemplasi atau
masih prakontemplasi. Kita bisa menceritakan pasien yang lain yang lebih berat
kondisinya, karena dia motivasinya kuat maka bisa sukses dan berubah. Cerita
seperti itu bisa diceritakan untuk membangun rasa percaya diri selain itu dukungan
dari keluarga juga bisa membangun rasa percaya diri dari pasien.
Selanjutnya adalah tahap
preparasi di tahap ini sudah ada komitmen untuk berubah, motivasi dari pasien
sudah terlihat. Mulai mengambil langkah kecil untuk berhenti dan sudah
mengumpulkan banyak informasi mengenai cara berubah. Kita juga harus mengumpulkan
banyak strategi yang dapat membantu pasien untuk berubah. Setelah preparasi ini
lanjut ke aksi, namun ada juga yang kembali tahap sebelumnya prakontemplasi
maupun kontemplasi. Hal tersebut terjadi karena gagal mendapatkan informasi
yang cukup kemudian kurangnya dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitarnya.
Apabila kita menghadapi pasien yang tahap preparasi ini maka kita membantu
klien mengidentifikasi strategi perubahan dan pilih yang sesuai dengan
keadaannya. Kemudian bantu untuk membuat perencanaan untuk berubah dan
mengevaluasi kemampuan untuk berubah. Jadi bersama pasien kita menentukan tujuan
dan targetnya. Lalu bagaimana strategi perubahannya, kemudian memilih yang
lebih efektif setelah melakukan pemilihan melakukan perencanaan.
Setelah preparasi adalah
tahap aksi pada tahap ini pasien yakin bisa mengubah perilaku dan kebiasaannya,
aktif mengambil langkah untuk berubah dengan teknik yang bervariasi. Mulai mereview
komitmen berubahnya dan mengembangkan cara untuk bertahan menggunakan reward
untuk mempertahankan motivasinya. Mencari dan mau menerima bantuan serta
mencari dukungan. Tahap aksi ini masih ada naik turunnya meskipun dia sudah melakukan
aksi untuk melakukan perubahan. Motivasi juga masih naik turun karena adanya kemungkinan
ada hambatan yang dia rasakan, adanya kemungkinan kurangnya dukungan dari
lingkungan sekitar. Kemudian pada tahap aksi ini yang kita lakukan adalah
hampir sama pada tahap preparasi tadi bantu pasien untuk memilih strategi untuk
berubah. Membantu klien menjalani strategi tersebut dan bagaimana mencegah
relapse, karena ada aksi yang naik turun dan jangan lupa untuk afirmasi
keberhasilan melaksanakan strategi.
Hubungan teori
kepribadian dengan materi kelas online tersebut adalah perilaku seseorang
seringkali dipengaruhi oleh karakteristik kepribadiannya. Beberapa konsep dalam
teori kepribadian dapat memengaruhi atau berhubungan dengan tahapan perubahan
perilaku antara lain :
1. Ketahanan (Resilience)
: Individu dengan tingkat ketahanan yang tinggi mungkin lebih mampu melewati
tahapan perubahan perilaku dengan lebih lancar. Mereka mungkin memiliki
kemampuan untuk mengatasi rintangan dan kegagalan dengan lebih baik, sehingga
meningkatkan kemungkinan kesuksesan dalam mengubah perilaku.
2. Motivasi Intrinsik :
Motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang berasal dari dalam individu itu
sendiri, dapat menjadi faktor penting dalam menyelesaikan tahapan perubahan
perilaku. Individu yang memiliki motivasi intrinsik yang kuat untuk berubah
mungkin akan lebih termotivasi untuk melewati tahapan-tahapan tersebut.
3. Self-Efficacy : Konsep
self-efficacy atau keyakinan individu terhadap kemampuannya untuk berhasil
dalam situasi tertentu, dapat memengaruhi seberapa efektif individu dalam
menjalani tahapan perubahan perilaku. Individu dengan tingkat self-efficacy
yang tinggi mungkin lebih mampu mengatasi rasa ragu-ragu dan ambivalensi dalam
tahapan kontemplasi dan aksi.
4. Gaya Koping (Coping
Styles) : Gaya koping individu, yaitu strategi yang mereka gunakan untuk
menghadapi stres atau tantangan, juga dapat mempengaruhi bagaimana mereka
mengalami dan merespons tahapan perubahan perilaku. Gaya koping yang adaptif,
seperti mencari dukungan sosial atau mencari solusi masalah, dapat mendukung
individu dalam mengubah perilaku.
5. Dukungan Sosial :
Tingkat dukungan sosial yang diterima oleh individu juga dapat berperan penting
dalam proses perubahan perilaku. Dukungan dari keluarga, teman, atau masyarakat
dapat memberikan motivasi dan dorongan tambahan bagi individu untuk melewati
tahapan-tahapan tersebut.
Lampiran Sertifikat
0 komentar:
Posting Komentar