14.5.24

Kelas Online dan Diskusi

Mata Kuliah : Teori Kepribadian

Dosen Pengampu : FX. Wahyu Widiantoro, S.Psi., MA

Kelas Online dan Diskusi

Konsep Dasar Terapi Kasus Adiksi : Tahapan Perubahan Perilaku


Naeri Khasna (23310410046)

Fakultas Psikologi

Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta


Tahapan perubahan perilaku ini merupakan kunci terapi untuk adiksi zat dan adiksi perilaku. Adiksi ada dua macam yaitu adiksi zat dan juga adiksi perilaku, yang pertama adalah adiksi zat banyak pasien yang mengalami adiksi zat ini tentu tidak asing bagi kita ada yang adiksi tembakau, alkohol, ganja, golongan opioid untuk pain killer, kokain, heroin. Adiksi perilaku itu merupakan kecanduan di mana terdapat perilaku-perilaku yang negatif yang menimbulkan dampak buruk contohnya adalah adiksi pornografi kemudian adiksi judi, adiksi makanan, adiksi internet. Kedua macam adiksi ini memiliki banyak kesamaan pada adiksi zat  tahapannya dari coba-coba kemudian pergunaan yang rekreasional kemudian yang situasional kemudian akhirnya mengalami adiksi. Pada adiksi perilaku juga memiliki tahap yang serupa kemudian juga memiliki dampak buruk yang sama, baik pada fisik, psikis, dan sosial.

Ciri khas apabila menangani pasien dengan adiksi zat maupun adisi perilaku kita harus mengetahui sejauh mana tahap perubahan perilaku pada pasien tersebut atau pada klien tersebut.  Berbeda pada pasien dengan gangguan mental yang lain seperti skizofrenia, depresi, cemas ini kita tidak perlu menilai tahap perubahan perilakunya. Mengetahui sejauh mana tahap perubahan perilaku ini penting untuk kita ketahui agar tata laksana yang kita berikan bisa lebih tepat.

Tahap perubahan perilaku yang pertama adalah prakontemplasi ini dicirikan seseorang itu belum berpikir untuk berubah dan tidak tertarik pada bantuan orang lain. Karena belum ada kesadaran sehingga cenderung defensif ada resistensi dan bertahan pada kebiasaannya yang kurang baik. Jadi ketika kita wawancara pasien mungkin sering diam tidak mau menanggapi, sering membantah, menyalahkan orang tuanya, menyalahkan orang lain. Perilaku tersebut merupakan ciri-ciri pasien pada tahap prakontemplasi. Jadi tidak merasa ada masalah dari kebiasaannya. Perlu untuk meningkatkan kesadarannya sebelum ia menyadari bahwa ia perlu berubah. Tapi kalau misalkan kita sudah berusaha meningkatkan kesadaran pasien tetapi pasien masih pada tahap prakontemplasi kita cukup memberikan informasi saja atau bisa memberikan leaflet atau brosur untuk pasien baca sendiri terkait adiksinya.

Selanjutnya adalah kontemplasi berbeda dengan tahap prakontemplasi pada tahap ini pasien mulai menyadari konsekuensi yang muncul dari kebiasaannya dan mulai menyediakan waktu untuk berpikir mengenai masalahnya. Namun masih ada keragu-raguan atau ambivalens pada tahap ini. Pasien mulai mempertimbangkan kemungkinan menghentikan kebiasaannya (menimbang untung dan rugi). Perlu waktu beberapa minggu untuk dapat melewati fase kontemplasi. Sikap kita apabila menghadapi pasien dengan tahap kontemplasi ini yaitu membantu pasien untuk mengakhiri ambivalensinya dan memilih untuk berubah. Bantu pasien dengan timbangan pro dan kontra. Jadi baik pasien yang berada tahap prakontemplasi maupun kontemplasi yang sangat menentukan adalah sikap kita. Kalau sikap kita memberikan empati kemudian tidak menyalahkan dan mau mendengarkan ceritanya dengan baik, memberi respon, memberikan afirmasi, perilaku tersebut akan mempengaruhi pasien. Sehingga yang awalnya per kontemplasi bisa menjadi kontemplasi, yang awalnya kontemplasi akhirnya menjadi preparasi, aksi, dan selanjutnya.

Untuk mengakhiri ambivalensinya ini kita bisa memberikan pertanyaan-pertanyaan misalkan kita minta pasien membayangkan terus melakukan perilaku adiksi misalkan judi online, kita menanyakan kalau bapak terus berjudi apa yang akan terjadi kira-kira 1 bulan lagi, 3 bulan lagi, 6 bulan lagi, hal tersebut dilakukan agar pasien berpikir apa dampak yang akan dia hadapi sehingga setelah dia berpikir seperti itu dia akan mempertimbangkan perilakunya. Dengan begitu pasien akan lebih termotivasi untuk berubah dan bisa mempertimbangkan manfaat serta dampak buruk dari adiksinya. Contoh lain pasien adiksi sabu, kita menanyakan manfaat yang dirasakan ketika mengonsumsi sabu, setelah pasien selesai bercerita kemudian kita menanyakan dapak buruk yang didapatkan dari kecanduan adiksi sabu. Kita menjelaskan kalau pasien bandingkan antara dampak positif dan dampak negatifnya dari menggunakan sabu ini kira-kira lebih dominan yang mana, kalau pasien menyatakan lebih banyak dapat negatifnya maka ini merupakan tahap positif. Kemudian jangan lupa untuk membantu pasien untuk membangun rasa percaya diri untuk berubah, rasa percaya diri bisa menjadi penyebab pasien menjadi kontemplasi atau masih prakontemplasi. Kita bisa menceritakan pasien yang lain yang lebih berat kondisinya, karena dia motivasinya kuat maka bisa sukses dan berubah. Cerita seperti itu bisa diceritakan untuk membangun rasa percaya diri selain itu dukungan dari keluarga juga bisa membangun rasa percaya diri dari pasien.

Selanjutnya adalah tahap preparasi di tahap ini sudah ada komitmen untuk berubah, motivasi dari pasien sudah terlihat. Mulai mengambil langkah kecil untuk berhenti dan sudah mengumpulkan banyak informasi mengenai cara berubah. Kita juga harus mengumpulkan banyak strategi yang dapat membantu pasien untuk berubah. Setelah preparasi ini lanjut ke aksi, namun ada juga yang kembali tahap sebelumnya prakontemplasi maupun kontemplasi. Hal tersebut terjadi karena gagal mendapatkan informasi yang cukup kemudian kurangnya dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitarnya. Apabila kita menghadapi pasien yang tahap preparasi ini maka kita membantu klien mengidentifikasi strategi perubahan dan pilih yang sesuai dengan keadaannya. Kemudian bantu untuk membuat perencanaan untuk berubah dan mengevaluasi kemampuan untuk berubah. Jadi bersama pasien kita menentukan tujuan dan targetnya. Lalu bagaimana strategi perubahannya, kemudian memilih yang lebih efektif setelah melakukan pemilihan melakukan perencanaan.

Setelah preparasi adalah tahap aksi pada tahap ini pasien yakin bisa mengubah perilaku dan kebiasaannya, aktif mengambil langkah untuk berubah dengan teknik yang bervariasi. Mulai mereview komitmen berubahnya dan mengembangkan cara untuk bertahan menggunakan reward untuk mempertahankan motivasinya. Mencari dan mau menerima bantuan serta mencari dukungan. Tahap aksi ini masih ada naik turunnya meskipun dia sudah melakukan aksi untuk melakukan perubahan. Motivasi juga masih naik turun karena adanya kemungkinan ada hambatan yang dia rasakan, adanya kemungkinan kurangnya dukungan dari lingkungan sekitar. Kemudian pada tahap aksi ini yang kita lakukan adalah hampir sama pada tahap preparasi tadi bantu pasien untuk memilih strategi untuk berubah. Membantu klien menjalani strategi tersebut dan bagaimana mencegah relapse, karena ada aksi yang naik turun dan jangan lupa untuk afirmasi keberhasilan melaksanakan strategi.

Hubungan teori kepribadian dengan materi kelas online tersebut adalah perilaku seseorang seringkali dipengaruhi oleh karakteristik kepribadiannya. Beberapa konsep dalam teori kepribadian dapat memengaruhi atau berhubungan dengan tahapan perubahan perilaku antara lain :

1. Ketahanan (Resilience) : Individu dengan tingkat ketahanan yang tinggi mungkin lebih mampu melewati tahapan perubahan perilaku dengan lebih lancar. Mereka mungkin memiliki kemampuan untuk mengatasi rintangan dan kegagalan dengan lebih baik, sehingga meningkatkan kemungkinan kesuksesan dalam mengubah perilaku.

2. Motivasi Intrinsik : Motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang berasal dari dalam individu itu sendiri, dapat menjadi faktor penting dalam menyelesaikan tahapan perubahan perilaku. Individu yang memiliki motivasi intrinsik yang kuat untuk berubah mungkin akan lebih termotivasi untuk melewati tahapan-tahapan tersebut.

3. Self-Efficacy : Konsep self-efficacy atau keyakinan individu terhadap kemampuannya untuk berhasil dalam situasi tertentu, dapat memengaruhi seberapa efektif individu dalam menjalani tahapan perubahan perilaku. Individu dengan tingkat self-efficacy yang tinggi mungkin lebih mampu mengatasi rasa ragu-ragu dan ambivalensi dalam tahapan kontemplasi dan aksi.

4. Gaya Koping (Coping Styles) : Gaya koping individu, yaitu strategi yang mereka gunakan untuk menghadapi stres atau tantangan, juga dapat mempengaruhi bagaimana mereka mengalami dan merespons tahapan perubahan perilaku. Gaya koping yang adaptif, seperti mencari dukungan sosial atau mencari solusi masalah, dapat mendukung individu dalam mengubah perilaku.

5. Dukungan Sosial : Tingkat dukungan sosial yang diterima oleh individu juga dapat berperan penting dalam proses perubahan perilaku. Dukungan dari keluarga, teman, atau masyarakat dapat memberikan motivasi dan dorongan tambahan bagi individu untuk melewati tahapan-tahapan tersebut.

Lampiran Sertifikat



0 komentar:

Posting Komentar