11.10.23

 

Hasil Wawancara Tentang Disonansi Kognitif

Terhadap Mahasiswa Perokok

 

Nama: Bella Azahar Br Tarigan

NIM: 21310410033

Mata Kuliah: Psikologi Inovasi

Dosen Pengampu: Arundati Shinta

Tugas Essay Ke-3

Nama Tugas: Membuat essay wawancara tentang disonansi kognitif

 




Disonansi kognitif adalah suatu ketidaknyamanan yang timbul akibat adanya konflik antara keyakinan, nilai, atau pengetahuan yang dimiliki seseorang. Ketika seseorang mengalami disonansi kognitif, terdapat perbedaan antara apa yang orang tersebut yakini dan apa yang sedang terjadi di dunia nyata. Disonansi kognitif biasanya memunculkan ketidaknyamanan dan rasa tidak puas, dan seseorang biasanya akan berusaha mengurangi disonansi ini dengan mencari konsistensi antara keyakinan, nilai, dan perilaku yang dimiliki.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali melihat mahasiswa yang merokok di kampus. Mereka menghabiskan waktu luang mereka dengan menghisap nikotin, mengabaikan fakta bahwa merokok dapat membahayakan kesehatan mereka sendiri. Ketika seseorang mengalami ketidakcocokan antara keyakinan dan perilaku mereka, fenomena ini disebut dissonansi kognitif. Dalam hal ini, mahasiswa yang merokok mengalami konflik antara menyadari bahwa merokok berbahaya namun tetap melanjutkan kebiasaan merokok mereka.

Dissonansi kognitif terjadi ketika individu memiliki keyakinan atau pengetahuan yang bertentangan dengan perilaku yang mereka lakukan. Rokok telah dikenal sebagai penyebab berbagai penyakit serius seperti kanker, penyakit jantung, dan gangguan pernapasan. Mahasiswa di perguruan tinggi dan salah satunya sebut saja “D” sering kali mendapatkan informasi tentang bahaya merokok di lingkungan kampusnya. Banyak literatur dan kampanye anti-merokok yang ditujukan khusus untuk remaja dan pemuda, termasuk mahasiswa.D dan teman-temannya diberitahu tentang efek berbahaya merokok pada kesehatan dan pentingnya menjaga gaya hidup sehat. Namun, meskipun menyadari konsekuensi negatif merokok,D dan teman-temannya masih saja terus merokok. Itu sebabnya mereka menghadapi dissonansi kognitif. Mereka tahu bahwa merokok dapat merusak kesehatan mereka, tetapi masih memilih untuk melakukan kebiasaan tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap D,ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku mahasiswa yang merokok ini. Adanya ketergantungan pada nikotin juga dapat menjadi faktor yang memperkuat dissonansi kognitif ini. Nikotin adalah zat adiktif yang ditemukan dalam rokok, yang membuat pengguna ingin merokok lagi dan lagi. Ketika seorang mahasiswa telah menjadi pecandu nikotin, sangat sulit bagi mereka untuk memutuskan hubungan dengan rokok. Mereka mungkin menyadari risiko yang terkait dengan kebiasaan merokok, tetapi ketergantungan mereka membuat mereka sulit untuk menghentikan perilaku tersebut. Faktor lainnya adalah tekanan sosial,sebuah studi yang dilakukan oleh National Institutes of Health menunjukkan bahwa teman dan lingkungan sekitarnya dapat sangat mempengaruhi kebiasaan merokok seseorang. Dalam konteks kampus, ketika banyak mahasiswa merokok atau memiliki teman yang merokok, ada dorongan kuat untuk ikut serta dalam kebiasaan ini. Mahasiswa mungkin merasa sulit untuk menolak tekanan dari rekan-rekan mereka dan cenderung untuk mencoba merokok.

Untuk mengatasi dissonansi kognitif ini, penting bagi mahasiswa yang merokok untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya merokok dan menghasilkan solusi yang tepat. Pendidikan kesehatan yang sistematis di perguruan tinggi dan kampanye anti-merokok yang lebih agresif dapat membantu dalam meningkatkan kesadaran mereka tentang risiko merokok. Selain itu, mahasiswa juga perlu mencari dukungan sosial yang positif. Dengan berada di lingkungan yang tidak mendorong kebiasaan merokok, mereka dapat lebih mudah untuk mengubah perilaku mereka.

0 komentar:

Posting Komentar