Hasil
Wawancara Tentang Disonansi Kognitif
Terhadap
Mahasiswa Perokok
Nama: Bella Azahar Br
Tarigan
NIM: 21310410033
Mata Kuliah: Psikologi
Inovasi
Dosen Pengampu: Arundati
Shinta
Tugas Essay Ke-3
Nama Tugas: Membuat
essay wawancara tentang disonansi kognitif
Disonansi kognitif
adalah suatu ketidaknyamanan yang timbul akibat adanya konflik antara
keyakinan, nilai, atau pengetahuan yang dimiliki seseorang. Ketika seseorang
mengalami disonansi kognitif, terdapat perbedaan antara apa yang orang tersebut
yakini dan apa yang sedang terjadi di dunia nyata. Disonansi kognitif biasanya
memunculkan ketidaknyamanan dan rasa tidak puas, dan seseorang biasanya akan
berusaha mengurangi disonansi ini dengan mencari konsistensi antara keyakinan,
nilai, dan perilaku yang dimiliki.
Dalam kehidupan
sehari-hari, kita seringkali melihat mahasiswa yang merokok di kampus. Mereka
menghabiskan waktu luang mereka dengan menghisap nikotin, mengabaikan fakta
bahwa merokok dapat membahayakan kesehatan mereka sendiri. Ketika seseorang
mengalami ketidakcocokan antara keyakinan dan perilaku mereka, fenomena ini
disebut dissonansi kognitif. Dalam hal ini, mahasiswa yang merokok mengalami
konflik antara menyadari bahwa merokok berbahaya namun tetap melanjutkan
kebiasaan merokok mereka.
Dissonansi kognitif
terjadi ketika individu memiliki keyakinan atau pengetahuan yang bertentangan
dengan perilaku yang mereka lakukan. Rokok telah dikenal sebagai penyebab
berbagai penyakit serius seperti kanker, penyakit jantung, dan gangguan
pernapasan. Mahasiswa di perguruan tinggi dan salah satunya sebut saja “D”
sering kali mendapatkan informasi tentang bahaya merokok di lingkungan
kampusnya. Banyak literatur dan kampanye anti-merokok yang ditujukan khusus
untuk remaja dan pemuda, termasuk mahasiswa.D dan teman-temannya diberitahu
tentang efek berbahaya merokok pada kesehatan dan pentingnya menjaga gaya hidup
sehat. Namun, meskipun menyadari konsekuensi negatif merokok,D dan
teman-temannya masih saja terus merokok. Itu sebabnya mereka menghadapi
dissonansi kognitif. Mereka tahu bahwa merokok dapat merusak kesehatan mereka,
tetapi masih memilih untuk melakukan kebiasaan tersebut.
Berdasarkan hasil
wawancara terhadap D,ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku
mahasiswa yang merokok ini. Adanya ketergantungan pada nikotin juga dapat
menjadi faktor yang memperkuat dissonansi kognitif ini. Nikotin adalah zat
adiktif yang ditemukan dalam rokok, yang membuat pengguna ingin merokok lagi
dan lagi. Ketika seorang mahasiswa telah menjadi pecandu nikotin, sangat sulit
bagi mereka untuk memutuskan hubungan dengan rokok. Mereka mungkin menyadari
risiko yang terkait dengan kebiasaan merokok, tetapi ketergantungan mereka
membuat mereka sulit untuk menghentikan perilaku tersebut. Faktor lainnya adalah
tekanan sosial,sebuah studi yang dilakukan oleh National Institutes of Health
menunjukkan bahwa teman dan lingkungan sekitarnya dapat sangat mempengaruhi
kebiasaan merokok seseorang. Dalam konteks kampus, ketika banyak mahasiswa
merokok atau memiliki teman yang merokok, ada dorongan kuat untuk ikut serta
dalam kebiasaan ini. Mahasiswa mungkin merasa sulit untuk menolak tekanan dari
rekan-rekan mereka dan cenderung untuk mencoba merokok.
Untuk mengatasi
dissonansi kognitif ini, penting bagi mahasiswa yang merokok untuk meningkatkan
kesadaran akan bahaya merokok dan menghasilkan solusi yang tepat. Pendidikan
kesehatan yang sistematis di perguruan tinggi dan kampanye anti-merokok yang
lebih agresif dapat membantu dalam meningkatkan kesadaran mereka tentang risiko
merokok. Selain itu, mahasiswa juga perlu mencari dukungan sosial yang positif.
Dengan berada di lingkungan yang tidak mendorong kebiasaan merokok, mereka
dapat lebih mudah untuk mengubah perilaku mereka.
0 komentar:
Posting Komentar