PSIKOLOGI SOSIAL
Semester Genap T.A
2021/2022
Oleh :
Fariha Aulia Syahda (21310410092)
Kelas A (Reguler)
F AKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI
45 YOGYAKARTA
Dosen Pengampu:
Dr. Arundati Shinta,
M.A.
Bencana ialah suatu rangkaian
peristiwa yang menggangu kehidupan masyarakat, yang bisa diakibatkan dari
faktor alam, faktor non alam ataupun dari faktor manusia sehingga banyak
mengakibatkan munculnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kehilangan harta
benda dan juga bisa menimbulkan dampak psikologis (BNBP, 2020). Bedasarkan
hasil data survey mengatakan bahwa setiap tahun terdapat rata-rata 60.000
korban jiwa yang disebabkan oleh bencana di seluruh dunia. Indonesia termasuk
salah satu negara yang memiliki tingkat kemungkinan terjadinya bencana yang
tinggi. Hal ini disebabkan oleh letak geografis yang terletak pada ujung
pergerakan tiga lempeng dunia yaitu Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik (BBC,
2011). Indonesia terletak pada jalur cincin api pasifik, yakni jalur gunung api
di wilayah pasifik (Kumparan, 2018). Hal inilah yang merupakan faktor Indonesia
memiliki banyak gunung api yang aktif yang tentu saja meningkatkan resiko terjadinya
bencana alam gunung meletus. UNISDR menyebutkan bahwa tsunami menduduki tingkat
pertama resiko bencana dari 265 yang telah
di survei. Statistik menyebutkan bahwa dari tahun 2015 sampai 2019 jumlah
bencana yang terjadi dari tahun 2018 ke tahun 2019 adalah dari 4051 kasus
menjadi 9383 kasus. Di tahun 2019 banyak sekali bencana kebakaran hutan dan
lahan di Indonesia yang membuat angka bencana naik pesat. (BNBP, 2020). Pada
2019 tepatnya di bulan Desember suatu bencana alam terjadi di Republik Rakyat
Cina tepatnya di Wuhan. Bencana tersebut adalah virus COVID-19 yang disebutkan
oleh WHO sebagai bencana krisis Kesehatan berskala internasioanal karena sudah
berdampak ke 212 negara di seluruh dunia (WHO, 2020). Pada tahun 2020 Indonesia
terdampak wabah COVID-19 yang sampai saat ini kasusnya terus meningkat. Bencana
alam maupun non-alam memang sama-sama memiliki dampak yang luar biasa, diawali
dengan timbulnya korban jiwa, kerusakan pada lingkungan, kehilangan harta benda
dan sarana prasarana yang rusak.
Dampak pada bencana alam tidak
hanya berpengaruh pada fisik saja, tetapi hal ini juga sangat berpengaruh pada
dampak psikologis. Dampak ini memang tidak menjadi perhatian lantaran tidak
terlihat jelas seperti dampak fisik saat bencana terjadi. Memang problema yang
paling mendasar itu adalah fisik contohnya gangguan pada pemenuhan kebutuhan
makan, minum, tempat tinggal, kesehatan serta pendidikan, tetapi masih ada kemungkinan
keterpurukan lain menyangkut pada masalah psikososial, contohnya khawatir akan
terjadinya bencana susulan, rasa kesedihan mendalam atas kehilangan keluarga,
harta benda, sumber mata pencaharian, dan lain-lain. Hal yang memperkeruh situasi
para pengungsi ialah mereka sangat mudah terbawa api konflik pada sesama
pengungsi akibat jenuh. Misalnya pengungsi yang setiap harinya bermata
pencaharian petani terbiasa untuk bekerja keras, sementara di tempat pengungsian
mereka diam tanpa adanya kegiatan tentu ini akan menimbulkan rasa bosan. Kemudian
minimnya pencukupan kebutuhan hidup dan tidak optimalnya peran keluarga serta
kemudian timbul rasa hilangnya pengendalian diri, kekecewaan terhadap pelayan
pemerintah yang berpotensi menjadi aksi sosial, hingga pengungsi pun merasa
hilang rasa percaya diri dan harga diri, pada akhirnya menjadi pasrah, putus
asa, tidak berdaya, cenderung meyalahkan pihak yang menambah beban hidup mereka,
kemudia bergantu kepada bantuan yang diberikan pemerintah dan pihak lain, serta
meyalahkan tuhan terkait musibah yang telah terjadi.
Dalam situasi seperti ini tentu
saja diperlukan upaya penanganan dampak sosial psikologis terhadap para korban
bencana tujuannya agar terhindar dari gangguan psikologis dan permasalahan
sosial yang lebih luas, Langkah yang bisa diambil untuk melakukan penangan
dampak sosial psikologis ialah :
- Advokasi (perlindungan upaya pemenuhan kebutuhan
dasar pengungsi secara layak dan memadai)
- Intervensi keluarga (pelayanan khusus untuk
keluarga yang kehilangan kepala keluarganya misalkan seorang istri atau
ibu yang mengambil alih tanggung jawab menggantikan seorang ayah sebagai
kepala keluarga sekaligus sebagai sumber pencari nafkah. Tentu saja agar
masa transisi ini dapat berperan dengan baik perlu dukungan dari banyak
pihak sehingga fungsi dalam keluarga bisa pulih dan peran keluarga dapat
tercapai).
- Terapi kritis (pemberian layanan kepada korban
yang mengalami stress atau rasa trauma karena peristiwa bencana tersebut,
terapi yang dilakukan adalah pengungkapan perasaan negatif yang dilanjutkan
dengan pembelajaran sederhana terkait cara membangun perasaan positif
kemudian bekerja sama dengan kelompok untuk menginventarisasi hal positif
yang bisa dilakukan di daerah yang baru lalu menyusun rencana kegiatannya.
- Membangun partisipasi (melibatkan pengungsi dalam
hal kegiatan dapur umum, melakukan Latihan keterampilan lain agar bisa
terrhindar dari suasana kontra produktif yang dapat menghambat proses recovery
psikologis penyintas bencana alam.
- Mediasi dan fasilitas relokasi (penyuluhan
terhadap warga di daerah tujuan yang baru untuk menerima hadirnya para
pengungsi yang akan direlokasikan di daerah mereka (Marjono, 2010)
Langkah lain yang bisa dilakukan
ialah memberikan penyuluhan terkait kesehatan mental pada masyarakat pada saat
sebelum terjadi bencana, ketika terjadi bencana sebagai salah satu bentuk penanganan
preventif psikologis. Untuk penanganan kuratif, dapat memberikan PFA atau Psychological
First Aid sebagai bantuan awal psikologis agar masyarakat yang terdampak
bencana dapat menjalani keseharian dengan lebih baik.
Daftar Pustaka
Rusmiyati, C., Hikmawati, E., Kunci, K.,
Penanganan and Merapi, B. (2012). PENANGANAN DAMPAK
SOSIAL PSIKOLOGIS KORBAN BENCANA MERAPI (Sosial Impact of Psychological
Treatment Merapi Disaster Victims).[online] 17(02). Available at: https://puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/1d9dd7c11ce880b889bbc6397c241ab1.pdf [Accessed 19 Apr. 2022].
Unair. (n.d.). [online] Available at:
https://repository.unair.ac.id/107876/4/4.%20BAB%20I%20PENDAHULUAN.pdf [Accessed 19 Apr. 2022].
0 komentar:
Posting Komentar