Psikologi Sosial
Oleh:
Nabila Tus Sangadah (21310410038)
Kelas A (Reguler)
Dosen Pengampu :
Dr. Arundati Shinta, M.A
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
Semester Genap T.A 2021/2022
Yogyakarta adalah kota yang istimewa sebagaimana dalam kata “ Yogyakarta
terdiri dari rindu, pulang dan angkringan” yang artinya Yogyakarta di
ibaratkan oleh semua orang dengan kota banyak kenangan untuk di rindukan,
tujuan untuk pulang (rumah). Dan tempat untuk berkumpul bersama teman-teman,
yang di imajinasikan dengan angkringan. Yogyakarta sebagai kota dengan tempat-tempat
berkumpulnya anak muda. Tetapi perlu di ketahui bahwa banyak anak muda sebagian
kelompok dengan nama Klitih, yang di sebut juga kekerasan kaum muda di Yogyakarta.
Dengan adanya fenomena klitih perlu kita ketahui bahwa Yogyakarta mengalami banyak perubahan
dari waktu ke waktu.
Pada awal tahun 1990-an , sejak tahun 2010 kasus ini semakin meningkat mulai berdirinya klitih tahun yaitu
berasal dari geng-geng antar sekolah yang saling ada konflik yang melibatkan
terjadinya konvoi dan tawuran. Mereka melakukan konvoi di jalan-jalan karena hal
tersebut salah satu strategi eksistensi dari beberapa geng yang ada di
Yogyakarta. Maka jalanan di Yogyakarta menjadi arena bagi geng-geng sekolah
untuk merayakan kebanggaan dari geng-geng mereka masing-masing. Istilah klitih
adalah cara mereka untuk merayakan “muda dan berbahaya”. Nama klitih lebih
sering di sebut dengan jalan-jalan pada malam hari untuk menghilangkan rasa
bosan, tetapi pada akhirnya merujuk kepada
fenomena kekerasa di Yogyakarta. Maka dari itu, istilah klitih kerap di anggap
geng sekolah melakukan konvoi bermotor pada malam hari dengan tujuan mencari
musuh dan melukai korban. Belakangan ini banyak sekalai korban yg mereka lukai
hingga tewas, meski berita itu sudah tersebar dimana mana dan mencoreng nama
baik Yogyakarta. Mereka tetap melakukan hal tersebut dan tidak takut akan
imbasnya bagi mereka.
Masa remaja yaitu transisi dari masa anak-anak
ke masa dewasa. Hal ini menunjuk adanya perubahan fisik dan psikologis yang
sangat dominan, dimulai pada masa pubertas. Untuk umur para ahli berpendapat
berbeda-beda. Antara 13 -18 tahun untuk remaja wanita dan 14 – 18 untuk remaja
pria. Melihat pelaku “Klithih” di Yogyakarta, disimpulkan bahwa pelaku klithih yaitu
kelompok individu yang menapaki perkembangan remaja. Sebagai remaja, mereka
memiliki tugas-tugas perkembangan remaja dengan berbagai atribut dan
konskuensinya. Maka dari itu mereka ingin mencoba melihat berbagai sisi teroi
psikologi remaja.
Para teoritisi
menggambarkan karakteristik remaja dalam enam karakteristik umum berikut ini:
1. 1. Remaja
tengah mengalami pertumbuhan fisik yang pesat.
2. 2. Remaja
lebih terpengaruh oleh teman sebaya.
3. 3. Terdapat
perubahan pola perilaku pada diri remaja menyangkut fungsi fungsi pribadi dan
sosialnya.
4. 4. Mereka
mulai bisa membedakan situasi formal dan tidak formal.
5. 5. Pertemanan
remaja lebih kuat dibanding tahap perkembangan sebelumnya.
Dari
uraian di atas diketahui bahwa secara sosial pada point ke 3 yaitu remaja lebih
dipengaruhi oleh teman sebayanya dan poin ke 6 yaitu pertemanan yang lebih kuat
di banding perkembangannya. Perubahan orientasi sosial dari masa kanak kanak
yang lebih berorientasi ke dalam (keluarga) menjadi orientasi keluar (teman
sebaya) ini membangun persatuan yang solid diantara mereka. Oleh sebab itu,
ketika mereka berkelompok dengan teman sebayanya, mereka akan merasa menjadi
semakin kuat. Situasi psikologis yang merasa kuat dan tak terkalahkan ini akan
lebih mudah mendorong mereka kepada perilaku anarkis. Itulah sebabnya “Klitih”
hampir dilakukan oleh rmaja Yogyakarta dalam kelompok. Sangat jarang dilaporkan
bahwa “klitih” anak sekolah ini dilakukan seorang diri.
Daftar Pustaka
Marino, Y. POTRET KLITIH: STUDI PENELUSURAN IDENTIFIKASI SUBJEK LACANIAN PELAKU KLITIH.
Sarwono, B. (2019). Menelisik Dorongan Agresi Para Pelajar
Pelaku “Klithih” di Yogyakarta. Solution: Journal of Counselling and Personal Development, 1(1), 58-70.
0 komentar:
Posting Komentar