21.4.22

Aksi Klitih Di Yogyakarta

 

Psikologi Sosial

Oleh:
Nabila Tus Sangadah (21310410038)
Kelas A (Reguler)
Dosen Pengampu :
Dr. Arundati Shinta, M.A
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
Semester Genap T.A 2021/2022

 


 

Yogyakarta adalah kota yang istimewa sebagaimana dalam kata “ Yogyakarta terdiri dari rindu, pulang dan angkringan” yang artinya Yogyakarta di ibaratkan oleh semua orang dengan kota banyak kenangan untuk di rindukan, tujuan untuk pulang (rumah). Dan tempat untuk berkumpul bersama teman-teman, yang di imajinasikan dengan angkringan. Yogyakarta sebagai kota dengan tempat-tempat berkumpulnya anak muda. Tetapi perlu di ketahui bahwa banyak anak muda sebagian kelompok dengan nama Klitih, yang di sebut juga kekerasan kaum muda di Yogyakarta. Dengan adanya fenomena klitih perlu kita ketahui  bahwa Yogyakarta mengalami banyak perubahan dari waktu ke waktu.

            Pada awal tahun 1990-an , sejak tahun 2010 kasus ini semakin meningkat mulai berdirinya klitih tahun yaitu berasal dari geng-geng antar sekolah yang saling ada konflik yang melibatkan terjadinya konvoi dan tawuran. Mereka melakukan konvoi di jalan-jalan karena hal tersebut salah satu strategi eksistensi dari beberapa geng yang ada di Yogyakarta. Maka jalanan di Yogyakarta menjadi arena bagi geng-geng sekolah untuk merayakan kebanggaan dari geng-geng mereka masing-masing. Istilah klitih adalah cara mereka untuk merayakan “muda dan berbahaya”. Nama klitih lebih sering di sebut dengan jalan-jalan pada malam hari untuk menghilangkan rasa bosan,  tetapi pada akhirnya merujuk kepada fenomena kekerasa di Yogyakarta. Maka dari itu, istilah klitih kerap di anggap geng sekolah melakukan konvoi bermotor pada malam hari dengan tujuan mencari musuh dan melukai korban. Belakangan ini banyak sekalai korban yg mereka lukai hingga tewas, meski berita itu sudah tersebar dimana mana dan mencoreng nama baik Yogyakarta. Mereka tetap melakukan hal tersebut dan tidak takut akan imbasnya bagi mereka.

            Masa remaja yaitu transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa. Hal ini menunjuk adanya perubahan fisik dan psikologis yang sangat dominan, dimulai pada masa pubertas. Untuk umur para ahli berpendapat berbeda-beda. Antara 13 -18 tahun untuk remaja wanita dan 14 – 18 untuk remaja pria. Melihat pelaku “Klithih” di Yogyakarta, disimpulkan bahwa pelaku klithih yaitu kelompok individu yang menapaki perkembangan remaja. Sebagai remaja, mereka memiliki tugas-tugas perkembangan remaja dengan berbagai atribut dan konskuensinya. Maka dari itu mereka ingin mencoba melihat berbagai sisi teroi psikologi remaja.

Para teoritisi menggambarkan karakteristik remaja dalam enam karakteristik umum berikut ini:

 

1.     1. Remaja tengah mengalami pertumbuhan fisik yang pesat.  

2.     2. Remaja lebih terpengaruh oleh teman sebaya.

3.     3. Terdapat perubahan pola perilaku pada diri remaja menyangkut fungsi fungsi pribadi dan sosialnya.

4.    4.  Mereka mulai bisa membedakan situasi formal dan tidak formal.

5.     5. Pertemanan remaja lebih kuat dibanding tahap perkembangan sebelumnya.

 

Dari uraian di atas diketahui bahwa secara sosial pada point ke 3 yaitu remaja lebih dipengaruhi oleh teman sebayanya dan poin ke 6 yaitu pertemanan yang lebih kuat di banding perkembangannya. Perubahan orientasi sosial dari masa kanak kanak yang lebih berorientasi ke dalam (keluarga) menjadi orientasi keluar (teman sebaya) ini membangun persatuan yang solid diantara mereka. Oleh sebab itu, ketika mereka berkelompok dengan teman sebayanya, mereka akan merasa menjadi semakin kuat. Situasi psikologis yang merasa kuat dan tak terkalahkan ini akan lebih mudah mendorong mereka kepada perilaku anarkis. Itulah sebabnya “Klitih” hampir dilakukan oleh rmaja Yogyakarta dalam kelompok. Sangat jarang dilaporkan bahwa “klitih” anak sekolah ini dilakukan seorang diri.

 

 

Daftar Pustaka

 

Marino, Y. POTRET KLITIH: STUDI PENELUSURAN IDENTIFIKASI SUBJEK LACANIAN PELAKU KLITIH.

Sarwono, B. (2019). Menelisik Dorongan Agresi Para Pelajar Pelaku “Klithih” di Yogyakarta. Solution: Journal of Counselling and Personal Development1(1), 58-70.

0 komentar:

Posting Komentar