21.4.22

Fenomena Klitih Dalam Perspektif Psikologi

 



Fenomena Klitih Dalam Perspektif Psikologi
Oleh: Ulvi Isnaini
21310410103
Dosen Pengampu:
Dr. Arundati Shinta, M.A
Psikologi Sosial
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Klitih merupaka sebuah geng atau kelompok-kelompok yang bertindak anarkis dan dari aksinya menimbulkan korban. Klitih adalah fenomena baru yang meresahkan masyarakat jogja dalam bentuk kekerasan secara cepat dan tidak terduga. Klitih terjadi pada malam hari dengan jumlah pelaku diatas dua orang dengan menggunakan senjata tajam berupa bedang atau dengan senjata lainnya. Klitih awalnya diartikan sebagai jalan-jalan biasa tanpa tujuan yang jelas. ngelitih adalah sekelompok pelajar yang berkelililng dengan kendaraan dengan tujuan mencari pelajar lain yang dianggap sebagai musuh. (Putra, A., & Suryadinata, S. 2020: 14)
Penanggulangan klitih dapat dibagi menjadi dua, yaitu melalui jalur penal (hukum pidana) dan melalui jalur non-penal (tanpa hukum pidana). Penanggulangan klitih melalui jalur non-penal bersifat antisipasi terjadinya kejahatan baru untuk menghindari hukum pidana maka perlu untuk menjaga ketahanan keluarga. Ketahanan keluarga merupakan suatu keharusan baik dalam konteks psikologi maupun prespektif hukum untuk mengantisipasi perilaku klitih pada remaja. Kehidupan keluarga tidak akan lepas dari masalah yang menghampiri. Masalah keluarga dapat menimbulkan stress dan ketenganggan pada anggota keluarga. Keluarga yang memiliki ketahanan kuat dalam aspek psikologi adalah keluarga yang anggotanya mampu beradaptasi dengan stress, dan kesulitan yang melanda suatu keluarga seperti masalah kesehatan, ekonomi, sosial, pekerjaan, dan lainnya. (Casmini, 2020).
Agresifitas remaja terkait dengan faktor lingkungan tempat subjek tumbuh dewasa, yaitu keluarga, kelompok (sebaya) dan lingkungan masyarakat. Perilaku klitih dipengaruhi oleh banyak hal, diantaranya adalah latar belakang orangtua, permasalahan keluarga, hubungan antar kelompok, hubungan dengan lingkungan, dan karakter individu. (Albert Bandura, 1973) menyatakan bahwa perilaku agresi merupakan hasil dari proses belajar sosial melalui pengamatan terhadap dunia sosial. Teori ini disebut dengan teori pembelajaran sosial yang menyatakan bahwa perilaku agresif merupakan perilaku yang dipelajari dari pengamatan masa lalu baik melalui pengamatan langsung (imitasi), pengukuh positif dan karena stimulus diskriminatif. perilaku agresif dapat dipelajari melalui modelling yang dilihat dalam keluarga, lingkungan kebudayaan setempat, atau melalui media massa. Perilaku agresif yang disertai pengukuhan positif akan meningkatkan perilaku agresif contohnya seperti kelompok militer, kelompok olahraga seperti tinju, silat, dan lainnya. Perilaku agresif yang disertai pengukuhan negatif juga mampu meningkatkan perilaku agresif, contohnya balas dendam yang dilakukan oleh korban bully, pelaku klitih, dan sebagainya. Hal inilah yang mendorong terjadi klitih di masyarakat.
 

Daftar Pustaka

Putra, A., & Suryadinata, S. (2020). Menelaah Fenomena Klitih Di Yogyakarta Dalam Perspektif Tindakan Sosial Dan Perubahan Sosial Max Wabber. Jurnal Astetik: Agama Dan Peerubahan Sosial. 4 (1). 2-18.
Casmini. (2020). Penyuluhan Pencegahan "Klitih" Melalui Penguatan Ketahanan Keluarga Di Yogyakarta. Aplikasia: Jurnal Aplikasi Ilmu-Ilmu Agama. 20 (1). 79-87.
Fuadi, A., Muti'ah, T., & Hartosujono (2019). Faktor-Faktor Determinasi Perilaku Klitih. Jurnal Spirits. 9 (2). 89-97. 
Susantyo, B. (2011). Memahami Perilaku Agresif: Sebuah Tinjauan Konseptual. Informasi. 16 (3). 192-195.

0 komentar:

Posting Komentar