22.4.22

Sikap Disonansi Kognitif Pada Seorang Perokok

 Psikologi Sosial

Oleh:
Nabila Tus Sangadah (21310410038)
Kelas A (Reguler)
Dosen Pengampu :
Dr. Arundati Shinta, M.A
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
Semester Genap T.A 2021/2022

 


Rokok yaitu suatu produk tembakau yang dibakar dan dihisap atau dihirup asapnya, termasuk rokok putih, rokok kretek, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana rustica, nicotiana tabacum dan atau sintetis lainnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar dengan bahan tanpa tambahan (PP No. 109 tahun 2012). Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang sekitar 70-120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter 10 mm berisi daun-daun tembakau yang dalamnya telah dicacah. Rokok akan dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara supaya asapnya dapat dihirup melalui mulut pada ujung lainnya.

Selain merokok berdampak buruk bagi kesehatan perokok, ada juga asap rokok (AROL) juga sangat berbahaya bagi kesehatan orang di sekitarnya yang sedang menghisapnya, dalam hal ini menjadi perokok pasif. AROL adalah gabungan antara asap yang dikeluarkan oleh ujung rokok yang membara dan produk tembakau lainnya serta asap yang dihembuskan oleh perokok.

Menurut Jaya (2009), di Indonesia rokok dibedakan menjadi beberapa jenis. Perbedaan ini didasarkan atas bahan baku atau isi rokoknya yaitu sebagai berikut :

  1. Rokok putih, yaitu rokok dengan bahan baku atau isinya hanya daun tembakau yang diberi efek rasa dan aroma tertentu.
  2.  Rokok kretek, yaitu rokok dengan bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan cengkeh untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
  3. Rokok klembak, yaitu rokok dengan bahan baku atau isinya berupa daun tembakau, cengkeh, dan kemenyan untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

Saat saya wawancara salah satu perokok yaitu Bapak saya sendiri, disitu saya menanyakan bahwa rokok itu berbahaya mengapa anda masih mengonsumsinya. Jawaban Bapak yaitu karena pekerjaan saya yang membuat saya merokok sebab saya bekerja siang dan malam hari. Dengan adanya merokok agar saya tidak mengantuk dan tidak stres menghadapi pekerjaaan tersebut maka solusinya adalah merokok. Kesimpulannya yaitu bahwa Bapak tersebut sudah mengetahui bahwa merokok bahaya tetapi ia melakukannya karena soal pekerjaan.


Disonansi kognitif adalah situasi yang mengacu pada konflik mental, yang terjadi ketika keyakinan, sikap, dan perilaku seseorang tidak selaras. Sebagai contohnya seperti yang di katakana oleh Bapak tersebut, bahwa Bapak akan tetap merokok meski tahu bahwa rokok berbahaya bagi kesehatannya. Maka dari itu dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman pada seseorang yang di hadapan dirinya. Hal ini mengarah pada perubahan salah satu sikap, keyakinan, atau perilaku untuk mengurangi ketidaknyamanan tersebut. Festinger menunjukkan setiap orang pasti memiliki dorongan batin untuk menjaga semua sikap dan perilaku tetap selaras serta menghindari ketidakharmonisan (disonansi). Bila disonansi ini terjadi, sesuatu harus berubah untuk menyelaraskan kembali situasi tersebut. Akibat ketidakselarasan, Bapak tersebut mengubah perilakunya seperti berhenti merokok agar selaras dengan keyakinannya yang dia miliki. Tetapi, ia juga bisa mengubah pemikirannya dengan rokok tidak berbahaya atau mencari efek positif dari merokok, seperti mempercayai bahwa merokok dapat mengurangi stres dan mencegah penambahan berat badan. Bahkan menurut bapak rokok dapat menghilangkan rasa mengantuk.

 

 

Daftar Pustaka

Sodik, M. A. (2018, July 4). Merokok & Bahayanya.

https://doi.org/10.31219/osf.io/wpek5

https://hellosehat.com/mental/mental-lainnya/disonansi-kognitif/

0 komentar:

Posting Komentar