Kharisma
Ayu Mutiara Dewi
19310410070
Dr.
Arundati Shinta, MA
Sosialisasi
pada anak merupakan proses belajar anak tentang segala sesuatu yang meliputi
bahasa, norma, dan perilaku. Menurut Brinkerhof dan White dalam Damsar
mengartikan bahwa sosialisasi ialah suatu proses belajar peran, status, dan
nilai yang diperlukan untuk keikutsertaan (partisipasi) dalam institusi sosial.
Sedangkan menurut Durkheim sosialisasi adalah proses dimana seorang individu
belajar dan menginternalisasikan norma dan nilai sepanjang hidupnya dalam
masyarakat mana dia berada, dan membangun identitas sosialnya.Nasution juga
mengatakan bahwa sosialisasi adalah soal belajar. Dalam proses sosialisasi
individu belajar tingkah laku, kebiasaan serta pola-pola kebudayaan lainnya,
juga keterampilan-keterampilan sosial seperti berbahasa, bergaul, berpakaian,
cara makan, dan sebagainya.
Namun
pada saat anak sedang bersosialisasi dalam bentuk bermain atau sebagainya, terdapat
pengaruh yang mengubah kepribadiannya. Contoh saat anak perempuan yang sering
bermain dengan anak laki-laki. Terlalu seringnya sang anak mengikuti perilaku
temannya yang seorang laki-laki seperti memanjat pohon, bermain dengan mesin
mesin, atau perilaku laki-laki yang tidak seharusnya dilakukan oleh wanita.
Ini
membuat para orang tua tidak nyaman atau resah dengan perilaku anak. Lalu
bagaimana peran orang tua dalam menyikapi hal ini sehingga anak dapat
bersosialisasi dengan benar. Mengingat bersosialisasi sangat penting karena
anak dapat percaya diri, dapat mengembangkan bakatnya, atau dapat membentuk
kepribadian yang baik. Orang tua mengenal kan identitasnya sebagai seorang
wanita maupu pria. Dengan mengenalkan barang-barang yang harus dimiliki
anaknya. Sebagai contoh seorang anak wanita maka, orang tua mendekatkan dengan
pemilihan warna, accessories, mainan dan yang lain.
Konstruksi
sosial budaya gender, seorang laki-laki misalnya haruslah bersifat kuat,
agresif, rasional, pintar, berani, dan segala macam atribut kelelakian lain
yang ditentukan oleh masyarakat tersebut, maka sejak seorang bayi laki-laki
lahir, dia sudah langsung dibentuk menjadi seoranga laki-laki, dan disesuaikan
dengan atribut-atribut yang melekat pada dirinya itu. Demikian pula halnya
dengan seorang perempuan yang karena dia lahir dengan jenis kelamin perempuan,
maka dia pun kemudian dibentuk untuk menjadi seorang perempuan sesuai dengan
kriteria yang berlaku dalam suatu masyarakat dan budaya diman dia lahir dan
dibesarkan, bahwa karena dia dilahirkan sebagai perempuan makan sudah menjadi
“kodrat” pula bagi dia untuk menjadi sosok yang cantik, anggun, irrasional,
emosional, dan sebagainya.
Jadi
sebagai orang tua kita harus memberikan penekanan dalam gender seperti
memberikan pujian (Reward) dan
hukuman (Punishment) atau yang
disebut teori Reinfocement. Pujian jika sang anak melakukan suatu hal yang
sesuai dengan gendernya. Dan hukuman untuk anaknya jika tidak sesuai dengan
gendernya. Sanksi/hukuman bertujuan untuk mendorong sang anak untuk bertingkah
laku sesuai dengan jenis kelaminnya. Peran orang tua sangat penting untuk
perkembangan gender pada anak.
Daftar
Pustaka
Ismail. Pentingnya Sosialisasi Bagi anak. Di akses pada tanggal 05 Juni 2020
dari: http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/ijtimaiyah/article/download/5716/2592
Pujisatuti, T. 2014. PERAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN IDENTITAS GENDER
ANAK. Syi’ar. Vol. 14 No. 1. Di akses pada tanggal 05 Juni 2020: https://media.neliti.com/media/publications/288045-peran-orang-tua-dalam-pembentukan-identi-6d06eba6.pdf
Miskahuddin. 2014. PENGARUH SOSIALISASI GENDER
TERHADAP PEMBENTUKAN POLA PIKIR PEREMPUAN ACEH (Studi Kasus di Banda Aceh dan
Aceh Besar). Ar-Raniry: International Journal of
Islamic Studies. Vol. 1 No. 2. Di akses pada tanggal 05 Juni 2020: file:///C:/Users/user/Downloads/19-45-1-SM.pdf
Referensi Gambar
https://www.pngwing.com/id/free-png-bfvrn (Di akses pada tanggal 06 Juni 2020)
0 komentar:
Posting Komentar