8.12.17

Perilaku Normal VS Abnormal Dalam Psikologi



Perilaku Normal VS Abnormal Dalam Psikologi
 

  I R W A N T O
NIM. 163104101125

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA

Dalam kajian psikologi klinis, penggolongan perilaku normal VS abnormal harus didasarkan pada pendekatan-pendekatan tertentu.

Sudut pandang perilaku normal VS abnormal
Perilaku yang memenuhi standar dalam suatu kurva normal dan melalui perhitungan yang teliti sehingga didapatkan rata-rata orang berperilaku yang sama adalah perilaku normal berdasarkan sudut pandang pendekatan kuantitatif. Namun beda halnya dari sudut pandang kualitatif.  Pendekatan ini tidak didasarkan pada perhitungan atau pemikiran awan, tetapi atas dasar observasi pengamatan yang melibatkan penelitian secara langsung dan empirik  di lapangan mengenai tipe-tipe ideal.  Tipe-tipe ideal yang dimaksud  sangat terkait dengan keadaan sosial budaya dimana observasi dilakukan. Sebagai contoh, keluarga yang sedang berduka mengadakan pesta tujuh hari tujuh malam untuk mengenang dapat dikatakan sebagai perilaku abnormal di wilayah lain karena mereka tidak menganut budaya tersebut.
Acuan perilaku normal VS abnormal
Oleh karenanya, menurut Werner ada beberapa acuan yang digunakan untuk menentukan sesuatu sebagai normal atau abnormal, yaitu:
  1. Normal adalah rata-rata kebanyakan orang. Secara statistik, perilaku dikatakan normal bila tingkah laku tersebut sama dengan tingkah laku kebanyakan orang dalam kelompoknya.
  2. Normal adalah sesuatu yang ideal. Normal sebagai sesuatu yang menjadi dambaan walaupun jarang tercapai karena setiap orang tidak ada yang sangat cocok dengan apa yang menjadi dambaannya atau fungsi idealnya.
  3. Normal adalah kondisi dimana mampu menyesuaikan diri dan menyelesaikan permasalahan secara efektif untuk menghasilkan hidup yang produktif.
Selaian Werner, Stern (1964) mengusulkan perhatian pada empat aspek untuk menilai normal dan abnormalitas seseorang, yaitu:
  1. Daya integrasi, Fungsi ego dalam mempersatukan, mengkoordinasi kegiatan ego ke dalam maupun ke luar diri.
  2. Ada atau tidaknya simtom gangguan, Ditinjau dari segi praktis, merupakan pegangan yang paling jelas dalam mengevaluasi kesehatan jiwa secara kualitatif. Ini dinamakan juga pendekatan medis.
  3. Kriteria psikoanalisis, Memperhatikan dua hal untuk dipakai sebagai patokan dari kesehatan jiwa, yaitu tingkat kesadaran dan jalannya perkembangan psikoseksual. Makin tinggi tingkat kesadaran seseorang, makin baik atau sehat jiwanya.
  4. Determinan sosio-kultural, Lingkungan seringkali memegang peranan besar dalam penilaian suatu gejala sebagai normal atau tidak Lain halnya dengan Gladston (1978), dalam tingkah laku seseorang, ada tujuh aspek yang merupakan perilaku penyesuaian diri, yaitu ketegangan, suasana hati, pemikiran, kegiatan/aktivitas, organisasi diri, hubungan antarmanusia, dan keadaan fisik. 

Masing-masing aspek memiliki kriteria tingkah laku yang dijadikan pegangan penilaian normal. Gladston membagi tingkah laku tersebut dalam 5 tingkatan, yaitu: penyesuaian diri yang normal, penyesuaian darurat, penyesuaian neurotik, kepribadian neurotik, ganggung berat. Penentuan perilaku normal vs abnormal perlu mempertimbangkan berbagai kriteria sehingga kesimpulan yang dihasilkan dapat digunakan untuk langkah penanganan selanjutnya.

Sumber
Slamet, Suprapti & Markam, Sumarmo. 2003. Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta: UI Press.

0 komentar:

Posting Komentar