OLEH :
NIKEN
LARASATI
16.310.410.1135
FAKULTAS
PSIKOLOGI
UNIVERSITAS
PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
Dinamika kepribadian sebagian besar
dikuasai oleh keharusan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan seseorang lewat
transaksi dengan objek-objek di dunia luar. Lingkungan sekitar menyediakan
makanan bagi organisme yang lapar dan minuman bagi organisme yang haus. Di
samping peranannya sebagai sumber pemuas kebutuhan, dunia luar juga ambil
bagian dalam membentuk arah kepribadian.
Lingkungan mengandung daerah-daerah
berbahaya dan tidak aman yang dapat mengancam maupun memberikan kepuasan.
Lingkungan mempunyai kemampuan untuk menimbulkan rasa sakit dan meningkatkan
tegangan maupun memberikan kepuasan mereduksi tegangan. Lingkungan dapat
mengganggu maupun memberikan rasa nyaman.
Reaksi umum individu terhadap
ancaman-ancaman rasa sakit dan perusakan dari luar yang tak siap
ditanggulanginya ialah menjadi takut. Menghadapi ancaman biasanya orang merasa
takut. Kewalahan menghadapi stimulasi berlebihan yang tidak berhasil
dikendalikan oleh ego, maka ego menjadi diliputi kecemasan.
Freud membedakan tiga macam
kecemasan, yakni kecemasan realitas,
kecemasan neurotic, dan kecemasan moral atau perasaan-perasaan bersalah.
Fungsi kecemasan adalah
memperingatkan sang pribadi akan adanya bahaya; ia merupakan isyarat bagi ego
bahwa kalau tidak dilakukan tindakan-tindakan tepat, maka bahaya itu akan
meningkat sampai ego dikalahkan.
Kecemasan adalah suatu keadaan tegangan; ia merupakan suatu dorongan
seperti lapar, hanya saja ia tidak timbul dari kondisi-kondisi jaringan di
dalam tubuh melainkan aslinya ditimbulkan oleh sebab-sebab dari luar. Apabila timbul kecemasan maka ia akan
memotivasikan sang pribadi untuk melakukan sesuatu.
Kecemasan yang tidak dapat
ditanggulangi dengan tindakan yang efektif disebut traumatic. Ia akan
menjadikan sang pribadi dalam keadaan tak berdaya. Pada kenyataannya, pronotipe
dari semua bentuk kecemasan di masa kemudian adalah trauma kelahiran.
Apabila ego tidak dapat menanggulangi kecemasan dengan cara yang
rasional, maka ia akan kembali pada cara yang tidak realistik.
SUMBER
REFERENSI :
Suprantiknya. 2004. Psikologi Kepribadian 1.
Yogyakarta : Kanisius
0 komentar:
Posting Komentar