MASA KECILKU ALASAN SEHAT MENTALKU SAAT INI
IRNANINGSIH
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
Sembilan
tahun sudah aku menjalani pernikahan dengan suamiku, dan saat ini kami telah di
karuniai seorang anak perempuan bernama Naura. Sosok yang sangat kami nanti,
dan akhirnya Tuhan mempercayai kami sebagai orang tua yang mampu mengemban
amanah-Nya. Kami sangat menikmati peran kami sebagai orang tua. Di sela-sela
kesibukan kuliah dan kerja, aku dan suami selalu menyempatkan diri untuk
mendampingi Naura dalam setiap perkembangannya. Hal ini bukan tanpa alasan,
Selain karena kami ingin membekalinya dengan pendidikan karakter dan dukungan
kepercayaan diri ketika Ia mengepakkan sayap meninggalkan kami dan menjelajah
bumi ini, kami juga merasa bahwa Naura wujud kepercayaan Tuhan kepada kami
untuk mengemban amanah atau titipan-Nya.
Tujuh tahun lalu kami sempat
berfikir bahwa Tuhan belum percaya pada kami untuk mengasuh Naura. Saat itu
tepatnya bulan Ramadhan hari ke tujuh pukul 23.00 wib, Naura tiba-tiba kejang
dengan kondisi penglihatan juling. Kondisinya sangat memprihatinkan, namun
badannya tidak demam. Kami segera membawanya ke RS Rajawali Bandung, penanganan
pertama di lakukan oleh dokter spesialis anak. Namun belum ada tanda-tanda
membaik. Sehari kemudian laporan hasil cek darah keluar, dan ternyata
hemoglobin Naura tinggal 3. “Sementara orang dewasa saja dengan hb 3 di
pastikan dalam kondisi hampir meninggal, namun suatu keajaiban anak ini dengan
hb 3 masih mampu bertahan dan bernyawa”Demikian kata dokter spesialis saraf.
Naura tidak mengalami jatuh namun darahnya ternyata habis, dan menurut
pemeriksaan Ia tidak mengalami leukimia. Pukul 2 pagi setelah di lakukan transfusi
darah, akhirnya darah kembali normal demikian pula hb-nya.
Namun kondisi Naura tetap kejang dan
memprihatinkan dalam sembilan hari ini. Dan dokter pun tidak menemukan penyakit
apapun pada Naura, bahkan meskipun setiap hari telah di berikan suntik kejang,
kejang pun tak kunjung berkurang. Dan yang membuat kami sedih tak ada asupan
asi yang mampu masuk ke dalam tubuh Naura. Hanya cairan infus saja yang mengisi
tubuhnya. Kami hanya berharap akan ada keajaiban dari Tuhan, tak henti-hentinya
kami memanjatkan doa dan melantunkan ayat-ayat Al-Quran, namun Tuhan tetap
belum bertindak. Selanjutnya di hari kesepuluh Naura di rawat di Rumah Sakit,
Tuhan menunjukkan keajaibannya kepada hambanya yang yakin. Naura berhenti
kejang dan tersadar. Betapa bahagianya kami berdua melihat sang buah hati yang
mulai kembali membuka mata setelah koma selama sepuluh hari.
Tiga hari kemudian setelah Naura
tersadar, tepatnya hari ketiga belas kami menginap di RS, maka dokterpun
mengijinkan kami untuk pulang dan menyatakan Naura telah sehat. Tibalah saatnya
kami mengurus administrasi. Kami berdua segera ke bagian administrasi mengurus
biaya selama 13 hari ini, dan ternyata biaya yang harus kami bayar pun sangat
fantastis yaitu sejumlah Rp 25 juta rupiah yang meliputi biaya kamar,
obat-obatan, rekam medik, citiscan, dan lain-lain. Di saat yang sama ketika
Naura masuk ke RS, ternyata ayah mertuaku juga operasi di RS. Dan saat kami
hendak membayar biaya RS, kakak mengabari bahwa Ia butuh biaya untuk biaya RS
bapak mertua sebesar Rp 30 juta untuk biaya operasi dan perawatan. Tentu bukan
jumlah yang sedikit, ketika di saat yang sama harus membayar biaya RS yang sama
besar pula. Karena suamiku adalah tulang punggung keluarganya, maka kamipun
harus bertanggung jawab.
Kami mencoba belajar untuk ikhlas
dan mengembalikannya pada Tuhan bahwa semua yang kami miliki dari Tuhan.
Termasuk harta benda yang selama ini kami cari adalah milik Tuhan. Dengan
kesepakan suami maka akhirnya kami pun membayar biaya RS Naura dan biaya RS
mertua. Suamiku sangat sabar menghadapi cobaan ini. Ia sangat menguatkan diriku
dalam menghadapi cobaan ini. Dan aku pun tak mau kalah tegar, aku belajar dari
pengalaman ketika kecilku sehingga menghadapi cobaan ini aku tetap tegar,
sabar, dan tabah. Aku harus tetap sehat mental menghadapi cobaan dari Tuhan.
Ketegaran ini tentu tidak serta merta terbentuk, namun merupakan proses panjang
dari ketika kita masih kecil hingga saat ini.
Orang tuaku mendidik kami untuk
bersabar, bekerja keras, disiplin, ulet dan sederhana. Mereka juga menanamkan
pendidikan karakter yang melekat pada kami. Terutama ibuku, beliau sangat
membekali kami dengan keuletan,kerja keras, kesederhanaan, dan kesabaran.
Mungkin inilah bekal yang mampu menjaga mental kami tetap sehat ketika Tuhan
menempa kami dengan cobaan yang berat.
0 komentar:
Posting Komentar