26.12.16

MASA KECILKU ALASAN SEHAT MENTALKU SAAT INI

MASA KECILKU ALASAN SEHAT MENTALKU SAAT INI
IRNANINGSIH
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA

        Sembilan tahun sudah aku menjalani pernikahan dengan suamiku, dan saat ini kami telah di karuniai seorang anak perempuan bernama Naura. Sosok yang sangat kami nanti, dan akhirnya Tuhan mempercayai kami sebagai orang tua yang mampu mengemban amanah-Nya. Kami sangat menikmati peran kami sebagai orang tua. Di sela-sela kesibukan kuliah dan kerja, aku dan suami selalu menyempatkan diri untuk mendampingi Naura dalam setiap perkembangannya. Hal ini bukan tanpa alasan, Selain karena kami ingin membekalinya dengan pendidikan karakter dan dukungan kepercayaan diri ketika Ia mengepakkan sayap meninggalkan kami dan menjelajah bumi ini, kami juga merasa bahwa Naura wujud kepercayaan Tuhan kepada kami untuk mengemban amanah atau titipan-Nya.
            Tujuh tahun lalu kami sempat berfikir bahwa Tuhan belum percaya pada kami untuk mengasuh Naura. Saat itu tepatnya bulan Ramadhan hari ke tujuh pukul 23.00 wib, Naura tiba-tiba kejang dengan kondisi penglihatan juling. Kondisinya sangat memprihatinkan, namun badannya tidak demam. Kami segera membawanya ke RS Rajawali Bandung, penanganan pertama di lakukan oleh dokter spesialis anak. Namun belum ada tanda-tanda membaik. Sehari kemudian laporan hasil cek darah keluar, dan ternyata hemoglobin Naura tinggal 3. “Sementara orang dewasa saja dengan hb 3 di pastikan dalam kondisi hampir meninggal, namun suatu keajaiban anak ini dengan hb 3 masih mampu bertahan dan bernyawa”Demikian kata dokter spesialis saraf. Naura tidak mengalami jatuh namun darahnya ternyata habis, dan menurut pemeriksaan Ia tidak mengalami leukimia. Pukul 2 pagi setelah di lakukan transfusi darah, akhirnya darah kembali normal demikian pula hb-nya.
            Namun kondisi Naura tetap kejang dan memprihatinkan dalam sembilan hari ini. Dan dokter pun tidak menemukan penyakit apapun pada Naura, bahkan meskipun setiap hari telah di berikan suntik kejang, kejang pun tak kunjung berkurang. Dan yang membuat kami sedih tak ada asupan asi yang mampu masuk ke dalam tubuh Naura. Hanya cairan infus saja yang mengisi tubuhnya. Kami hanya berharap akan ada keajaiban dari Tuhan, tak henti-hentinya kami memanjatkan doa dan melantunkan ayat-ayat Al-Quran, namun Tuhan tetap belum bertindak. Selanjutnya di hari kesepuluh Naura di rawat di Rumah Sakit, Tuhan menunjukkan keajaibannya kepada hambanya yang yakin. Naura berhenti kejang dan tersadar. Betapa bahagianya kami berdua melihat sang buah hati yang mulai kembali membuka mata setelah koma selama sepuluh hari.
            Tiga hari kemudian setelah Naura tersadar, tepatnya hari ketiga belas kami menginap di RS, maka dokterpun mengijinkan kami untuk pulang dan menyatakan Naura telah sehat. Tibalah saatnya kami mengurus administrasi. Kami berdua segera ke bagian administrasi mengurus biaya selama 13 hari ini, dan ternyata biaya yang harus kami bayar pun sangat fantastis yaitu sejumlah Rp 25 juta rupiah yang meliputi biaya kamar, obat-obatan, rekam medik, citiscan, dan lain-lain. Di saat yang sama ketika Naura masuk ke RS, ternyata ayah mertuaku juga operasi di RS. Dan saat kami hendak membayar biaya RS, kakak mengabari bahwa Ia butuh biaya untuk biaya RS bapak mertua sebesar Rp 30 juta untuk biaya operasi dan perawatan. Tentu bukan jumlah yang sedikit, ketika di saat yang sama harus membayar biaya RS yang sama besar pula. Karena suamiku adalah tulang punggung keluarganya, maka kamipun harus bertanggung jawab.
            Kami mencoba belajar untuk ikhlas dan mengembalikannya pada Tuhan bahwa semua yang kami miliki dari Tuhan. Termasuk harta benda yang selama ini kami cari adalah milik Tuhan. Dengan kesepakan suami maka akhirnya kami pun membayar biaya RS Naura dan biaya RS mertua. Suamiku sangat sabar menghadapi cobaan ini. Ia sangat menguatkan diriku dalam menghadapi cobaan ini. Dan aku pun tak mau kalah tegar, aku belajar dari pengalaman ketika kecilku sehingga menghadapi cobaan ini aku tetap tegar, sabar, dan tabah. Aku harus tetap sehat mental menghadapi cobaan dari Tuhan. Ketegaran ini tentu tidak serta merta terbentuk, namun merupakan proses panjang dari ketika kita masih kecil hingga saat ini.
            Orang tuaku mendidik kami untuk bersabar, bekerja keras, disiplin, ulet dan sederhana. Mereka juga menanamkan pendidikan karakter yang melekat pada kami. Terutama ibuku, beliau sangat membekali kami dengan keuletan,kerja keras, kesederhanaan, dan kesabaran. Mungkin inilah bekal yang mampu menjaga mental kami tetap sehat ketika Tuhan menempa kami dengan cobaan yang berat.
 

0 komentar:

Posting Komentar