Yogyakarta,2011
Amplop
coklat berada di genggaman. Perlahan – lahan ujung amplop dirobek, dan sangat
berhati –hati agar benda di dalamnya tidak ikut sobek. LULUS. Sebuah kata yang
ditulis dengan huruf kapital, dan center berada di tengah paragraf. Satu kata
yang terlah dinanti selama berjuang enam hari lamanya. Satu kata yang
dihasilkan selama tiga tahun lamanya belajar. Syukur bergumam dari bibir si
gadis tambun.
Kehidupan
sesungguhnya baru dimulai. Gadis ini bimbang apa yang harus dilakukan, setelah
usai pendidikan menengah atasnya. Seorang teman membuka percakapan. Menanyakan
tujuan selanjutnya. Si Tambun mengungkapkan, “embuh.. lah…”, gaya santainya
dalam bahasa jawa, yang berarti entah lah. Teman ini mengatakan sebuah hal yang
akan selalu di kenang si gadis selamanya.
Adik
kecil dengan senyum manis mengetuk pintu rumah ku. Teriak nya di depan pintu,
“mbakkk…. Ayoo ngaji”, “iya.. sebentar, ajak teman yang lainnya dulu yaaa,
nanti ketemu di Masjid,”, teriak ku dr dalam rumah. Ku dengar sudah tak ada
cuap – cuap manja diluar. Bismillah bergumam dalam hati dan melangkah keluar
menuju tempat istimewa bersama adik – adik yang istimewa pula.
Sudah
satu minggu mengajar di Taman Pendidikan Al Quran di Masjid kampung sebelah.
Melihat semangat adik – adik yang tak pernah redup untuk belajar ayat Nya.
Membuat hati ini trenyuh dan merasa malu. Sudah 18 tahun hidup namun masih
datar – datar saja pengetahuan ku tentang agama Nya. Membaca kalamNya pun dapat
terhitung jari dalam satu tahun. Berbeda dengan mereka, malaikat kecil yang
diberikan Allah untuk membukakan mata hati ku.


Rapat
dadakan dengan pimpinan madrasah saya agendakan, dengan mendesak, seperti
Laksamana muda maeda meminta pak Soekarno untuk memproklamirkan kemerdekaan.
Rapat membahas mengenai usulan saya agar Biaya dari santri di tiadakan. Namun,
menggantikan biaya dari santri itu dengan cara lain yang tidak memberatkan
santri. Usul saya diterima. Langsung saja tanpa menunda, saya membuat
pengumuman kecil dalam kertas ukuran A6, menyatakan bahwa TPA sekarang Gratis,
tidak bayar sama sekali. Kenapa saya berani memutuskan seperti ini, karena
Allah pasti akan menepati janjinya.
Masih
selalu kita ingat, bahwa ada 3 amalan yang tidak akan terputus ketika kita
telah tiada. Ilmu yang bermanfaat salah satunya. Kenapa kita harus berharap
materi bila Allah sudah jelas menjanjikan surganya. Kenapa kita mengharap rizki
dari ilmu yang memang sudah seharusnya kita bagi kepada yang lainnya. Ilmu yang
terbagi sampai kapanpun tak akan pernah hilang. Itu yang akan menolong kita di zaumul mizan
nantinya.
***
Lagu
islami berkumandang dari TOA masjid. Kaki – kaki kecil berlarian menghampiri
sumber suara. Senangnya hati dan mata ini, melihat pemandangan yang begitu
langka sebelumnya. Enam orang santri
yang dulu, berubah menjadi 35 santri yang siap memakmurkan agamaMu. Hanya mampu
bergumam dalam hati, inilah sedikit aksiku untuk memperkenalkan agamamu kepada
malaikan kecil di dunia ini.
Sudah
tidak ada kata lagi, bahwa belajar mengaji harus membayar. Tidak ada lagi
bermalas – malasan kemasjid hanya karena biaya. Yang ada kali ini hanya canda
gurau selepas membaca kalamMU. 35 santri yang akan siap menyelamatkan agamaMu
di kemudian hari. Bismillah.
Teringat
perkataan teman ku waktu itu, “ngajaro TPA, selagi during kerjo, ora ono rugine
ngajar TPA iku. Ilmumu kanggo guno, entuk pahala, manfaat kanggo liyane, lan
mesti dilancarke karo Allah, opo sek tok karepke lan tok sebut nang dongomu,” (Ngajarlah TPA, selagi belum dapat
pekerjaan, gak ada ruginya kog, ilmu yang didapat bermanfaat, dilancarkan oleh
Allah semua yang kamu inginkan dan doakan). Benar adanya, berkat doa dari
adik – adik kecil itu, tidak selang dua bulan, panggilan interview ke sebuah
perusahaan swasta di Yogya menghampiri telpon ku. Tawaran kerja ke luar pulau
pun datang melamarku. Tidak hanya itu, beasiswa untuk melanjutkan study juga
mampir dalam kehidupanku. Betapa Allah member dua kali lipat dari janjinya.
Barangsiapa menolong agama Allah, maka Allah akan menolongnya. Tak hanya surga,
dunia pun di dapat.
(Sri Mulyaningsih,
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi ’45 Yogyakarta)
0 komentar:
Posting Komentar