13.5.24

Tugas Essay 3: Psikologi Lingkungan - Before After - Membersihkan Lingkungan Kerja, Kenapa Harus Malu? Oleh Septi Wahyuningsih

 Nama : Septi Wahyuningsih

Nim : 22310410162

Matkul : Psikologi Lingkungan

Dosen Pengampu : Dr., Dra. Arundati Shinta, MA.

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

WhatsApp Image 2024-05-13 at 17.14.22

Lingkungan tempat kerja kita menjadi salah satu gudang sampah, kenapa? Seperti yang terjadi saat ini, saat ada agenda meeting koordinasi tentu ada berbagai macam snack box atau makanan yang ditempatkan di dalam kardus sebagai konsumsi peserta rapat, namun ternyata tidak semua peserta rapat koordinasi mempunyai kesadaran untuk melakukan self service atau membersihkan sampah yang ada di depan mata mereka.

    Lalu faktor apa sajakah yang menyebabkan para karyawan tidak melakukan self service atau membuang sampah pada tempat sampah besar yang disediakan oleh kantor:

  1. Sudah menganggap bahwa, akh di kantor sudah ada bagian umum/office boy jadi    tidak perlu sampah ini aku bersihkan toh OB kantor sudah mendapatkan gaji dan memang tupoksi/pekerjaannya membersihkan sampah

  2. Persepsi yang mengatakan “dia aja meninggalkan sampahnya disitu, saya ikutan deh”, sehingga menjadi budaya di lingkungan kantor
  3. Tidak adanya sanksi tegas terhadap karyawan yang tidak melakukan self service
  4. Kurangnya kesadaran tentang kebersihan

Dari faktor diatas, dapat dikatakan bahwa karyawan di lingkungan saya bekerja dikatakan “malas” dan sikap egois mereka masih tinggi karena merasa bahwa itu bukan pekerjaan kami. Oleh sebab itu, kita sebagai mahasiswa psikologi lingkungan, yang harus memulai untuk membersihkan tempat-tempat umum.

Sebagai langkah awal, saya memulai kegiatan before-after dengan membersihkan lingkungan depan ruang meeting dengan memungut sampah-sampah yang ada di depan ruang meeting yang saya masukkan ke dalam plastik besar dan saya buang ke pembuangan akhir kantor. 

Apa tujuan melakukan kegiatan before-after tersebut? Tentu saja agar kita sebagai mahasiswa psikologi lingkungan, menjadi model yang secara nyata dapat mengajak karyawan di lingkungan kerja saya dalam membersihkan sampah dan tidak bersikap EGOIS dengan mengandalkan OB saja. 

WhatsApp Image 2024-05-13 at 17.14.23    
Before


WhatsApp Image 2024-05-13 at 17.14.23(1)
After

Tugas Essay 1: Psikologi Lingkungan - Review Journal - oleh Septi Wahyuningsih

Nama  : Septi Wahyuningsih

NIM   : 22310410162

Tugas : Essay 1 Psikologi Lingkungan

Dosen : Dr., Dra. ARUNDATI SHINTA, MA.

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta




Nama Jurnal

JURNAL PENGELOLAAN SAMPAH

Judul Jurnal

ANALISIS TERHADAP FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PENERAPAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH DI YOGYAKARTA MENGGUNAKAN PEMODELAN SISTEM DINAMIS

Tahun Terbit

Februari 2019,


Peringkas

Septi Wahyuningsih

NIM : 22310410162

Penulis Jurnal

Erpin Habibah, Febi Novianti, Hanafi Saputra

Latar Belakang Masalah

Pada Februari 2019 telah terjadi pembengkakan jumlah sampah di area TPA Piyungan, Yogyakarta. Data Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Energi Sumber daya Mineral, menunjukkan selama kurun waktu 2015-2018 terdapat peningkatan jumlah volume sampah yang dihasilkan, sementara jumlah TPA mengalami penurunan yang signifikan terutama dari tahun 2017 ke tahun 2018. Pola kontradiktif ini akan menjadi masalah berkelanjutan dan bahkan bisa menjadi bencana mengerikan apabila tidak ada penanganan tepat sasaran. Kebijakan pemerintah sampai saat ini sudah ada, bahkan beberapa program sudah dicanangkan untuk mengatasi permasalahan mengenai sampah. Meskipun demikian, kondisi di lapangan ternyata tidak sesuai dengan harapan dan rencana pemerintah. Penelitian deskriptif ini menggunakan metode statitik untuk pengolahan data sekunder dan primer kemudian dianalisis berdasarkan pemodelan sistem dinamis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pengelolaan sampah Yogyakarta belum cukup baik. Beberapa faktor yang mempengaruhi diantaranya kebijakan pemerintah belum diketahui secara menyeluruh, budaya peduli sampah dan kesadaran masyarakat masih rendah, serta fasilitas TPA belum memadai.

Teori/ Isi 

Kehidupan bermasyarakat adalah sebuah sistem, dimana dalam sebuah sistem selalu terdapat residu yang bukan residu bagi sistem yang lain (Maryono, 2014). Sampah merupakan residu dari sebuah sistem tentunya bisa kita manfaatkan kembali dalam sistem lain. Mulyanti dan Fachrurozi (2016) telah melakukan penelitian tentang pengelolaan hasil bank sampah di Bekasi Utara yang menunjukkan respon mendekati positif dari masyarakat terhadap produk bank sampah. Pemisahan jenis-jenis sampah akan memudahkan proses pemanfaatan dan pengolahan kembali dalam bentuk daur ulang serta konversi menjadi energi lain (contoh: biogas). Kondisi alam pasti akan seimbang jika alur sistemik dapat beroperasi secara seimbang. Apa yang menjadi keinginan ternyata tidak sesuai dengan fakta yang ada. Kebijakan dalam mengatur residu sampah saat ini sudah ada, namun persoalan sampah tetap menjadi permasalahan yang serius. Mulasari, dkk.(2014) mengungkapkan bahwa metode pemantauan dan evaluasi kebijakan pengelolaan sampah di DI Yogyakarta belum dituangkan dalam 126Erpin Habibah, Febi Novianti, Hanafi Saputra prosedur baku. Arsanti dan Giyarsih (2012) sudah meninjau pengelolaan Sampah di Kota Yogyakarta memang sudah cukup baik namun pemerintah maupun tokoh masyarakat perlu melakukan sosialisasi maupun fasilitasi program-program pengelolaan sampah. Tumpukan sampah memberikan dampak negatif pada banyak bidang, khususnya kesehatan lingkungan. Menurut Mulasari, dkk. (2016) permasalahan persampahan Kota  Yogyakarta diselesaikan dengan kerja sama lintas sektoral yang belum meliputi bidang kesehatan. Mengatasi hal ini diperlukan penegakan dan penegasan kembali terkait kebijakan sampah. Program dengan pemberian edukasi mengenai implementasi kebijakan tersebut melalui pemerintah daerah terhadap wilayah per wilayah secara merata menjadi penting. Dalam proses menegakkan kembali kebijakan dan menggerakkan masyarakat untuk peduli terhadap hasil residunya, pemerintah tidak bisa berjalan sendiri. Unsur utama perlu diperhatikan yaitu kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat setempat. Setiadi (2015) menjelaskan bahwa Kabupaten Bantul yang merupakan salahsatu kabupaten di DI Yogyakarta sudah menerapkan pendekatan partisipasi masyarakat untuk mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengatasi permasalahan sampah, namun belum signifikan baik cakupan dan skala layanannya. Persepsi terhadap peduli lingkungan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor pengalaman atau pembelajaran melainkan juga dipengaruhi budaya dimana masyarakat tinggal dan kebiasaan hidup (Astuti dkk., 2018). Sehingga selain  pelaksanaan kebijakan tentu harus diimbangi dengan penegakkan  konsekuensi terhadap pelanggaran yang berupa pemberian sanksi terhadap pelaku pelanggaran kebijakan. Tujuannya untuk memberikan efek jera sekaligus pembelajaran, sehingga pada akhirnya kesadaran masyarakat akan sampah dapat terwujud dan sistem akan berjalan sesuai porsinya.

Metode

Penelitian ini merupakan penelitian dengan 2 metode yaitu kualitatif dan kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Pendekatan deskriptif yakni membuat pencandraan (deskripsi) secara sistematis, 127Jurnal Analisa Sosiologi: Edisi Khusus Sosiologi Perkotaan faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu (Sumadi Suryabrata,1983 dalam Ischak, 2001).

Hasil 

Terdapat tiga permasalahan sampah yang meliputi bagian input, pengolahan dan output. Pada bagian input, sampah mengalami peningkatan jumlah produksi yang terus menerus dari waktu ke waktu. Pada bagian pengolahan, terjadi keterbatasan sumberdaya manusia baik masyarakat ataupun pemerintah dalam melakukan pengelolaan sampah. Sementara pada bagian output, terjadi kekurang-optimalan sistem yang diterapkan pada pengolahan akhir. Pengolahan data dari Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Energi Sumber daya Mineral menunjukkan hubungan yang kontradiktif antara produksi sampah dengan ketersediaan tempat pembuangan sampah sementara.

Kesimpulan

Pengelolaan sampah di Yogyakarta belum cukup baik. Beberapa faktor yang mempengaruhi diantaranya kebijakan pemerintah belum diketahui secara menyeluruh, budaya peduli sampah dan kesadaran masyarakat  masih rendah, serta fasilitas TPA belum memadai. Faktor dominan yang mempengaruhi kebijakan pengeloalaan sampah belum terimplementasi maksimal adalah kurangnya informasi dan sosialisasi oleh pemerintah  kepada masyarakat. Pembuatan kebijakan akan lebih bermanfaat apabila ditindaklanjuti dengan keterlibatan pemimpin setempat (RT/RW) untuk mengajak seluruh komponen masyarakat (contohnya komunitas) sehingga terdapat interaksi untuk menciptakan komunikasi yang memicu keberlangsungan sistem.

ESSAY 2_PSIKOLOGI LINGKUNGAN OLEH BAGUS WIJAYA

 

“MELAKUKAN KEGIATAN PLOGGING”

 

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Psikologi Lingkungan

Dosen Pengampu:

Dr.,Dra. ARUNDATI SHINTA MA

Oleh :

Bagus Wijaya / 22310410149

 



 

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45

YOGYAKARTA

2024


 

 

Plogging adalah kegiatan aktivitas fisik yang positif seperti jogging atau berjalan kaki sambil mengambil sampah di sepanjang rute jalan yang di lalui. Para plogger membawa tas atau kantong kresek sampah untuk mengumpulkan sampah yang ditemui di sepanjang jalan yang dilalui. Plogging atau lari sambil memungut sampah adalah gabungan kombinasi dari lari laun dengan memungut sampah yang berserakan ( gabungan dari kata Plocka Upp (mengambil) dan Jogga (berlari pelan) dalam bahasa Swedia. Kata Plogging berasal bermula dari kegiatan terorganisir di Swedia pada tahun 2016 dan menyebar ke negara lain pada tahun 2018. Menyusul meningkatnya kekhawatiran tentang polusi plastik

Kali ini saya melakukan kegiatan Plogging di waktu pagi hari sekitar pukul 07.00 WIB – 10.00 WIB, bersama teman saya Arum Biak Mahasiswa Universitas PGRI Yogyakarta yang merupakan teman satu kost saya. Kegiatan plogging ini saya lakukan pada tanggal 01 Mei 2024 di daerah Kasihan Bantul. Rute yang saya dan teman saya lalui mulai dari depan kost ke Rawa Kalibayem dan titik akhir kembali lagi ke halaman kost, jarak yang kami tempuh dalam kegiatan plogging ini sekitar 5 KM.

Saya dan teman saya jogging santai dengan membawa tas kresek sampah berwarna hitam. Di sepanjang jalan yang kami lalui, kami mengambil atau memungut sampah non organik seperti plastik jajanan anak-anak, gelas plastik, botol plastik bekas minuman yang berserakan di sepanjang jalan.

Hasil sampah yang kami pungut di sepanjang jalan dibawa sampai di halaman sebelah kost. Lumayan banyak sampah yang terkumpul yang berhasil kami berdua kumpulkan. Sampah-sampah itu kemudian kami serahkan ke orang pencari barang bekas yang kebetulan lewat, bisa jadi bermanfaat untuk di jual kembali di pengembul barang-barang bekas, karena sampah yang kami pungut dan kumpulkan berupa sampah non organik seperti sampah plastik dan sampah botol bekas minuman, yang bisa di jual kembali dan kemudian di daur ulang.

Foto dibawah ini adalah hasil kegiatan plogging saya dan teman saya, dalam foto ini saya membawa kantong kresek sampah yang sudah terisi oleh sampah-sampah yang kami kumpulkan sepanjang jalan yang kami lalui saat kegiatan plogging.