Ujian Akhir Semester Psikologi Sosial
Semester Genap T.A 2021/2022
Oleh :
Anisa Zakiatun Nufus (21310410083)
Kelas A (Reguler)
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
Dosen Pengampu:
Dr. Arundati Shinta, M.A.
Niccolo
Machiavelli adalah seorang filsuf abad modern yang cukup dikenal dalam ilmu
politik. Niccolo Machiavelli lahir di Florence, tahun 1469, disebuah kota yang
berdiri sendiri, pada zaman renaissance (abad pencerahan). Machiavelli adalah
seorang tokoh filsafat dan politikus, yang hidup di era abad ke-18. Tokoh ini
sangat terkenal dengan sebutan bapak politik modern. Sebagai seorang politisi
sekaligus mantan praktisi pemerintahan, ia telah banyak melahirkan
perubahan-perubahan, baik melalui pemikirannya maupun kerja praktisnya. Bahkan
ia sering disebut sebagai pendiri filsafat politik Modern (Roeck, 2015).
Wacana moralitas dan kekuasaan senantiasa
mengemuka dalam kajian konsep politik. Kekuasaan merupakan kemampuan untuk
mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu yang di inginkan, atau
kemampuan untuk membuat sesuatu yang terjadi pada orang lain menurut keinginan
penguasa. Di satu sisi kekuasaan memiliki nilai ideal sebagai sarana perwujudan
aspirasi dari semua anggota suatu organisasi. Namun di sisi lain, kekuasaan
identik dengan praktek politik pemimpin atau penguasa yang melakukan berbagai
upaya untuk melanggengkan kekuasaan. Kekuasaan terlibat dalam perdebatan nilai
dan praktek. Nilai ideal terkait dengan tuntutan moralitas yang seharusnya dimiliki
oleh pemimpin. Sementara pada kenyataannya, kekuasaan menghadirkan fenomena yang
sulit dan kompleks, yaitu hanya menguntungkan dalam kebutuhan pribadi sang
pemimpin dan anak buah dalam organisasinya saja. Pemikiran Niccolo Machiavelli
identik dengan kondisi tersebut.
Persoalan yang timbul adalah, ternyata sampai
sekarang pun masih banyak pemimpin yang mempunyai karakter seperti apa
yang digambarkan oleh Machiavelli, dan itu berdampak juga pada karakter anak buah atau
karyawan dari organisasi tersebut. Menurut Machiavelli,
kekuasaan dan moralitas merupakan dua hal yang terpisah. Asumsi moral dipandang
sebagai entitas yang berdiri sendiri. Moralitas merupakan bagian dari strategi
kekuasaan, yang tidak selamanya terkait dengan persoalan baik dan buruk namun
bersifat realistik dan obyektif serta tidak universal, ia bisa saja
berubah-ubah setiap waktu tergantung pada kondisi masyarakat. Penguasa yang
berlaku baik kepada rakyat dalam membangun tatanan sosial dan politik yang baru
terbentuk, dianggap sebagai bagian dari strategi kekuasaan. Tujuannya adalah
agar legitimasi kekuasaan bisa tercapai.
Para pemimpin organisasi yang beranggapan
sama seperti Machiavelli bisa menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuannya, tanpa mementingkan moral sebagai landasannya,
terlebih lagi, ketika berhadapan
dengan pihak eksternal organisasi,
tidak selalu untuk diri sendiri, kadang pemimpin yang memiliki karakter seperti pendapat
Machiavelli saat
mendapatkan keuntungan
finansial yang didapat atau dimanipulasi dari pihak eksternal tersebut kemudian
diberikan untuk kesejahteraan semua anak buah organisasi. Ini dilakukan demi
‘membeli’ kesetiaan anak buahnya
dan melanggengkan
kekuasaannya.
Padahal, dalam pemikiran lain, seperti
Russell dan Kant memposisikan moralitas sebagai landasan berpikir penguasa
dalam menjalankan kekuasaan. Hal ini juga berarti bahwa hubungan moralitas dan
kekuasaan tidak sekadar hubungan strategi, namun kewajiban yang sudah
semestinya dilakukan oleh penguasa. Ajaran moral tidak harus mengarah pada
asumsi teologis tertentu, namun bersifat universal, yakni kemanusiaan.
Karena itu, persoalan yang harus dijawab
adalah bagaimana sikap pemimpin yang seharusnya dan apa yang harus dilakukan
sebagai anggota organisasi jika memiliki pemimpin seperti yang digambarkan oleh
Machiavelli. Sebagai pemimpin seharusnya menyadari bahwa hubungan moralitas
dan kekuasaan tidak sekadar hubungan strategi, namun kewajiban yang sudah
semestinya dilakukan oleh penguasa. Sehingga pemimpin tidak menghalalkan segala
cara untuk mencapai tujuannya. Sebagai anggota organisasi harus juga memiliki
karakter yang kuat, tidak selalu menerima begitu saja apapun ketentuan dari
pemimpin, apalagi didapat dari cara yang salah, dan harus memiiki kesadaran tentang moralitas
agar jalannya organisasi bisa positif.
Jika antara pimpinan dan anggota
organisasi sudah memiliki kesadaran akan moralitas dalam menjalankan
organisasi, tentu organisasi akan berjalan dengan baik dan tanpa ada kecurangan
serta tidak merugikan pihak lain.
Daftar Pustaka
Dr. Firdaus Syam,M.A.
(2010). Pemikiran Politik Barat:
Sejarah, Filsafat, Ideologi, dan Pengaruhnya Terhadap Dunia Ke-3. Ed.1,Cet.2. Jakarta:
Bumi Aksara. h.105
Henry J. Schmandt.
(2009) Filsafat Politik Barat: Kajian Historis Dari Zaman Yunani Kuno Sampai
Moderen. Jogjakarta:Pustaka Pelajar. h.87
Roeck, B. (2015).
Renaissance. In International Encyclopedia of the Social & Behavioral
Sciences: Second Edition. Diakses pada 20 Juli 2022, dari https://doi.org/10.1016/B978-0-08-09
7086-8.62010-X
John R. Schemerhorn, at
all. (1998). Basic Organizational Behavior. Osborn, 2nd edition. h.195.
0 komentar:
Posting Komentar