24.4.22

MENGATASI SIKAP INTOLERANSI SEBAGAI PERMASALAHAN KEBERAGAMAN DI INDONESIA

 





PSIKOLOGI SOSIAL

Semester Genap T.A 2021/2022

Oleh :

Anisa Zakiatun Nufus (21310410083)

Kelas A (Reguler)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA

Dosen Pengampu:

Dr. Arundati Shinta, M.A.


      Vihara dibakar, kebaktian gereja dibubarkan paksa, bercadar dikira teroris, ada pula pertemanan yang renggang gara-gara beda pilihan capres, orang enggan melawat tetangga karena yang meninggal mendukung cagub yang tidak dipilihnya. Masalah intoleransi di Indonesia kini mulai menjadi perhatian. Sebenarnya apakah yang menjadi sumber penyebab dari fenomena-fenomena tersebut, apakah agama? politik? atau ada hal lainnya?, sehingga sekarang ini sikap intoleransi mulai tumbuh di masyarakat.

      Keberagaman yang ada harus diimbangi dengan sikap toleransi seluruh masyarakat, Sikap toleransi ini ditunjukkan untuk menghormati adanya perbedaan pendapat, agama, ras, dan budaya yang ada di Indonesia. Kurangnya memahami keragaman dalam masyarakat Indonesia menyebabkan tumbuhnya sikap intoleransi. Berdasarkan Kamus besar Bahasa Indonesia, intoleransi adalah paham atau pandangan yang mengabaikan seluruh nilai-nilai dalam toleransi. Dapat diartikan sikap intoleransi merupakan sikap tidak tenggang rasa atau tidak toleran.

Selain itu, dalam pengertian lain, intoleransi adalah ketidakmampuan atau ketidaksiapan menerima perbedaan pandangan, kepercayaan dan perilaku orang lain. Selama hanya terbatas pada tataran sikap dan gagasan, pandangan intoleransi adalah sesuatu yang normal. Karena setiap orang cenderung untuk membenarkan keyakinan yang telah dipercayainya. Namun intoleransi akan mulai menjadi persoalan ketika diterjemahkan dalam bentuk tindakan.

      Intoleransi dapat tumbuh di masyarakat melalui hal-hal kecil yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari yang bahkan sering tidak disadari, betapa banyak persoalan sederhana yang mencerminkan ketidak-toleranan kita, ketidakmampuan kita dalam menerima keberagaman yang ada, hal-hal sepele yang kadang dianggap lumrah dan tidak tabu untuk dilontarkan pada orang yang tidak sepaham, yang mungkin tidak begitu berarti dibandingkan isu-isu yang dianggap lebih besar, penting dan sensitif seperti politik atau agama, yang justru bisa menumbuhkan sikap intoleransi.

      Misalnya saja selera musik, hiburan atau fashion yang berbeda saja kerap kali masih jadi permasalahan yang dapat menghambat interaksi sosial di masyarakat. Contoh  yang dapat ditemui sehari-hari adalah menyukai musik K-Pop dinilai punya selera rendahan, para fansnya dianggap punya standar maskulinitas yang aneh, belum lagi cacian tentang operasi plastik yang selalu dituduhkan pada member boy band. Lalu stigma masyarakat tentang orang yang bertattoo, sudah lumrah distempel "orang gak bener", kriminal, pemabuk, atau tidak punya etika, dan masih banyak lagi sikap intoleransi yang kerap terjadi di masyarakat. Lebih jauh daripada itu, ada beberapa kasus intoleransi yang sempat menghebohkan yang terjadi di Indonesia, diantara kasusnya adalah bom bunuh diri di gereja katolik St Yosep Medan, teror dimpatisan ISIS di gereja oikumene, Sengkotek, Samarinda, larangan beribadah bagi para biksu di Tangerang, pembubaran kebaktian oleh ormas islam di Sabuga, Bandung, dan aksi penyerangan di Klenteng, Kediri.

      Dari kasus-kasus yang terjadi, membuktikan bahwa sikap intoleransi dapat tumbuh dimanapun, dengan begitu, sikap toleran dan intoleran bukan monopoli suatu kelompok apalagi suatu agama. Sebab setiap orang dan kelompok berpotensi bersikap intoleran. Lebih jauh lagi dijelaskan, bahwa  wujud  dari  ketiadaan toleransi  adalah  hidupnya  prasangka  sosial antar  kelompok  dalam kehidupan  bermasyarakat (Baron & Byrne, 2012). 

      Jadi, jika prasangka sosial ini terus-menerus dipelihara dan dilatih setiap hari dengan terbiasa menjudge selera, penampilan, atau hobi orang lain serta hal-hal sepele lainnya, tentu akan sangat masuk akal menjelaskan mengapa kasus intoleransi beragama atau politik marak terjadi sekarang ini. Karena itu, penting sekali bagi masyarakat untuk menghindari sikap intoleransi.

Dalam buku Pluralisme, Konflik, dan Perdamaian (2002) oleh Elga Sarapung, beberapa cara mengatasi sikap intoleransi sebagai berikut:

1.     Tidak memaksakan kehendak diri sendiri kepada orang lain, atau golongan

2.     Menanamkan rasa peduli terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar

3.     Tidak mementingkan suku bangsa sendiri atau sikap yang menganggap suku bangsanya lebih baik dari suku bangsa lain

4.     Tidak menonjolkan suku, agama, ras, golongan, maupun budaya tertentu

5.     Tidak menempuh tindakan yang melanggar norma untuk mencapai tujuan

6.     Tidak mencari keuntungan diri sendiri daripada kesejahteraan orang lain

Selain itu penting untuk selalu menjaga sikap toleransi dan menyadari bahwa Indonesia itu beragam, tidak saling mencela satu sama lain, dan menghormati sesama adalah cara yang bisa dilakukan untuk menghentikan pertumbuhan sikap intoleransi di masyarakat Indonesia.

 

 

Daftar Pustaka

Gijenal. (21 Februari 2019). “Indonesia Darurat Toleransi?”. Diakses Pada 23 April 2022, dari https://www.kompasiana.com/gijenal/5c6e9061ab12ae210d16b566/indonesia-darurat-toleransi?page=all#section1

Gischa, Serafica. (22 Februari 2021). “Dampak Negatif Intoleransi dan Cara Menghindarinya”. Diakses Pada 23 April 2022, dari https://www.kompas.com/skola/read/2021/02/22/165337469/dampak-negatif-intoleransi-dan-cara-menghindarinya

Purwanti, Puput. (28 April 2019). “6 Contoh Kasus Intoleransi di Indonesia Paling Menghebohkan”. Diakses Pada 23 Apri 2022, dari https://hukamnas.com/contoh-kasus-intoleransi-di-indonesia

 

 

0 komentar:

Posting Komentar