PSIKOLOGI SOSIAL
Semester Genap T.A 2021/2022
Oleh :
Anisa Zakiatun Nufus (21310410083)
Kelas A (Reguler)
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
Dosen Pengampu:
Dr. Arundati Shinta, M.A.
Vihara dibakar, kebaktian gereja
dibubarkan paksa, bercadar dikira teroris, ada pula pertemanan yang renggang
gara-gara beda pilihan capres, orang enggan melawat tetangga karena yang
meninggal mendukung cagub yang tidak dipilihnya. Masalah intoleransi di
Indonesia kini mulai menjadi perhatian. Sebenarnya apakah yang menjadi sumber
penyebab dari fenomena-fenomena tersebut, apakah agama? politik? atau ada hal
lainnya?, sehingga sekarang ini sikap intoleransi mulai tumbuh di masyarakat.
Keberagaman yang ada harus diimbangi
dengan sikap toleransi seluruh masyarakat, Sikap toleransi ini ditunjukkan
untuk menghormati adanya perbedaan pendapat, agama, ras, dan budaya yang ada di
Indonesia. Kurangnya memahami keragaman dalam masyarakat Indonesia menyebabkan tumbuhnya
sikap intoleransi. Berdasarkan Kamus besar Bahasa Indonesia, intoleransi adalah
paham atau pandangan yang mengabaikan seluruh nilai-nilai dalam toleransi.
Dapat diartikan sikap intoleransi merupakan sikap tidak tenggang rasa atau
tidak toleran.
Selain
itu, dalam pengertian lain, intoleransi adalah ketidakmampuan atau
ketidaksiapan menerima perbedaan pandangan, kepercayaan dan perilaku orang
lain. Selama hanya terbatas pada tataran sikap dan gagasan, pandangan intoleransi
adalah sesuatu yang normal. Karena setiap orang cenderung untuk membenarkan
keyakinan yang telah dipercayainya. Namun intoleransi akan mulai menjadi
persoalan ketika diterjemahkan dalam bentuk tindakan.
Intoleransi dapat tumbuh di masyarakat
melalui hal-hal kecil yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari yang bahkan
sering tidak disadari, betapa banyak persoalan sederhana yang mencerminkan
ketidak-toleranan kita, ketidakmampuan kita dalam menerima keberagaman yang
ada, hal-hal sepele yang kadang dianggap lumrah dan tidak tabu untuk
dilontarkan pada orang yang tidak sepaham, yang mungkin tidak begitu berarti
dibandingkan isu-isu yang dianggap lebih besar, penting dan sensitif seperti
politik atau agama, yang justru bisa menumbuhkan sikap intoleransi.
Misalnya saja selera musik, hiburan atau
fashion yang berbeda saja kerap kali masih jadi permasalahan yang dapat
menghambat interaksi sosial di masyarakat. Contoh yang dapat ditemui sehari-hari adalah menyukai
musik K-Pop dinilai punya selera rendahan, para fansnya dianggap punya standar
maskulinitas yang aneh, belum lagi cacian tentang operasi plastik yang selalu
dituduhkan pada member boy band. Lalu stigma masyarakat tentang orang yang
bertattoo, sudah lumrah distempel "orang gak bener", kriminal, pemabuk,
atau tidak punya etika, dan masih banyak lagi sikap intoleransi yang kerap
terjadi di masyarakat. Lebih jauh daripada itu, ada beberapa kasus intoleransi
yang sempat menghebohkan yang terjadi di Indonesia, diantara kasusnya adalah
bom bunuh diri di gereja katolik St Yosep Medan, teror dimpatisan ISIS di
gereja oikumene, Sengkotek, Samarinda, larangan beribadah bagi para biksu di
Tangerang, pembubaran kebaktian oleh ormas islam di Sabuga, Bandung, dan
aksi
penyerangan di Klenteng, Kediri.
Dari kasus-kasus yang terjadi,
membuktikan bahwa sikap intoleransi dapat tumbuh dimanapun, dengan begitu,
sikap toleran dan intoleran bukan monopoli suatu kelompok apalagi suatu agama.
Sebab setiap orang dan kelompok berpotensi bersikap intoleran. Lebih jauh lagi
dijelaskan, bahwa wujud dari ketiadaan toleransi adalah
hidupnya prasangka sosial antar kelompok dalam
kehidupan bermasyarakat (Baron & Byrne, 2012).
Jadi, jika prasangka sosial ini
terus-menerus dipelihara dan dilatih setiap hari dengan terbiasa menjudge
selera, penampilan, atau hobi orang lain serta hal-hal sepele lainnya, tentu
akan sangat masuk akal menjelaskan mengapa kasus intoleransi beragama atau politik
marak terjadi sekarang ini. Karena itu, penting sekali bagi masyarakat untuk
menghindari sikap intoleransi.
Dalam
buku Pluralisme, Konflik, dan Perdamaian (2002) oleh Elga Sarapung, beberapa
cara mengatasi sikap intoleransi sebagai berikut:
1. Tidak
memaksakan kehendak diri sendiri kepada orang lain, atau golongan
2. Menanamkan
rasa peduli terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar
3. Tidak
mementingkan suku bangsa sendiri atau sikap yang menganggap suku bangsanya
lebih baik dari suku bangsa lain
4. Tidak
menonjolkan suku, agama, ras, golongan, maupun budaya tertentu
5. Tidak
menempuh tindakan yang melanggar norma untuk mencapai tujuan
6. Tidak
mencari keuntungan diri sendiri daripada kesejahteraan orang lain
Selain itu penting untuk selalu menjaga sikap toleransi dan menyadari bahwa Indonesia itu beragam, tidak saling mencela satu sama lain, dan menghormati sesama adalah cara yang bisa dilakukan untuk menghentikan pertumbuhan sikap intoleransi di masyarakat Indonesia.
Daftar Pustaka
Gijenal. (21 Februari
2019). “Indonesia Darurat Toleransi?”. Diakses
Pada 23 April 2022, dari https://www.kompasiana.com/gijenal/5c6e9061ab12ae210d16b566/indonesia-darurat-toleransi?page=all#section1
Gischa, Serafica. (22
Februari 2021). “Dampak Negatif
Intoleransi dan Cara Menghindarinya”. Diakses Pada 23 April 2022, dari https://www.kompas.com/skola/read/2021/02/22/165337469/dampak-negatif-intoleransi-dan-cara-menghindarinya
Purwanti, Puput. (28
April 2019). “6 Contoh Kasus Intoleransi
di Indonesia Paling Menghebohkan”. Diakses Pada 23 Apri 2022, dari https://hukamnas.com/contoh-kasus-intoleransi-di-indonesia
0 komentar:
Posting Komentar