29.6.21

Menekan Pertumbuhan Kejahatan Klitih (Yang Merupakan Bentuk Perilaku Agresif Remaja)

 Menekan Pertumbuhan Kejahatan Klitih
 (Yang Merupakan Bentuk Perilaku Agresif Remaja)


Oleh: Langgeng Dwi Hartono

NIM: 20310410063

Dosen Pengampu: Dr. Arundati Shinta, M. A


Tulisan Ini Untuk Ujian Akhir Semester Psikologi Sosial I

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta


       Akhir-akhir ini masyarakat Yogyakarta dikejutkan dengan adanya fenomena kenakalan remaja yaitu klitih. Klitih dapat dilakukan secara individu maupun secara kelompok, biasanya dilakukan di jalan raya saat malam hari. Tentunya kenakalan remaja yang berupa klitih ini menimbulkan kerugian bagi orang lain. Perilaku ini sering kali mengakibatkan korban jiwa. Korban dari klitih bisa terjadi kepada orang yang ditargetkan maupun kepada siapa saja secara acak atau random. Oleh karena itu, masyarakat menjadi resah dan takut karena merasa tidak aman untuk bepergian di malam hari. Berdasarkan data Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta, pada tahun 2020 tercatat 40 kasus Klitih telah terjadi di wilayah Yogyakarta, sedikitnya ada 81 pelaku yang berhasil ditangkap, dimana tercatat 57 pelaku yang masih berstatus pelajar (IDNtimes, 2020). Hal ini sangat miris dan memprihatinkan.


Gambar remaja pelaku klitih
Sumber: kompas. com


       Klitih awalnya hanya diartikan sebagai sebuah kegiatan jalan- jalan biasa yang tanpa tujuan yang jelas. Dalam konteks kenakalan remaja klitih adalah kenakalan remaja adalah berkeliling menggunakan kendaraan yang dilakukan sekelompok oknum pelajar untuk mencederai orang lain yang dilakukan di malam hari dengan maksud sengaja ataupun tidak sengaja (Ahmad Fuadi, et al, 2019). Klitih adalah salah satu bentuk dari perilaku agresif fisik, merupakan komponen perilaku motorik, seperti melukai dan menyakiti orang secara fisik (Buss and Parry dalam Manado post 2020). Perilaku agresif merupakan salah satu bentuk ekspresi dari emosi. Menurut Dr. Preysi S. Siby, S.Psi, M.Si (Manado post, 2020) secara singkat perilaku agresif adalah tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak milik orang lain. Sejalan dengan Berkowitz (2006) yang menjelaskan bahwa agresivitas adalah perilaku yang dilakukan dengan tujuan untuk melukai orang lain baik secara fisik maupun verbal.

       Faktor yang mempengaruhi agresivitas adalah keinginan untuk melampiaskan amarahnya dan keinginan untuk melakukan balas dendam. (A, Shinta, et al, 2016). Sedangkan menurut Fuadi dalam penelitiannya (2019), yang menyebabkan perilaku agresif berupa klitih adalah :

a) Hubungan keluarga dan orang tua yang memiliki riwayat masalah

Remaja yang melakukan perilaku agresif berupa klitih biasanya berangkat dari keluarga broken home. Dengan kurangnya kasih sayang dari kedua orang tuanya, tentunya seorang anak akan memiliki gangguan kesehatan mental dan gangguan dalam pengendalian emosi. Seorang anak akan kehilangan model yang baik dari ayah atau ibunya karena kedua orang tuanya telah berpisah. Kondisi tersebut yang mendorong seorang remaja melakukan tindakan negatif.

b) Dinamika interaksi remaja dengan kelompok

Hubungan sosial sangat berpengaruh pada perilaku remaja. Remaja yang memiliki perilaku klitih biasanya memiliki lingkungan sosial yang berperilaku seperti itu. Sehingga remaja akan melakukan apa yang dilakukan oleh lingkungan sosialnya agar mendapatkan pengakuan.

c) Karakter individu

Remaja yang memiliki karakter mudah marah atau emosi, akan lebih berisiko melakukan perilaku klitih. Mereka membutuhkan pelampiasan untuk dapat menyalurkan amarahnya yang meledak-ledak. Kalangan remaja cenderung melampiaskan ke hal yang negatif.

       Untuk itu, supaya fenomena kejahatan klitih yang dilakukan pada kalangan remaja tidak semakin meningkat perlu dilakukan upaya pencegahan. Memang dalam hal menjaga keamanan negara adalah tugas dari kepolisian. Kapolda DIY (tirto.id, 2020), mengatakan bahwa Polri telah melaksanakan patroli rutin untuk mengantisipasi klitih. Namun para pelaku, selalu memanfaatkan celah untuk beraksi. Oleh karena itu pencegahan terbaik adalah pada tahap keluarga. Keluarga merupakan lingkungan sosial yang sering berinteraksi dengan seorang anak. Oleh karena keluarga dapat melakukan upaya pencegahan sejak dini terhadap perilaku agresif yang berupa klitih. Berikut cara melakukan upaya pencegahan dalam tahap keluarga:

• Memberikan kasih sayang dan pola asuh yang baik kepada anak yang mengalami broken home. Keluarga yang memiliki peran mengasuh anak yang mengalami broken home bisa menerapkan prinsip pollyanna. Keluarga jangan menceritakan yang negatif tentang perilaku ayah atau ibunya yang telah meninggalkannya. Ceritakan hal yang positif saja. Dengan menceritakan hal positif maka akan membentuk perilaku positif. (Atmawati dalam kajian linguistik dan sastra, 2011)

• Mengetahui dan mengawasi lingkungan sosial. Caranya adalah keluarga bisa melakukan kerja sama dan berkomunikasi baik dengan sekolah. Kebanyakan kasus tindakan anarkisme klitih ini dilakukan oleh sekelompok teman-teman di sekolah. Di sini sekolah memiliki peran dan kontrol penting. Untuk itu, orang tua harus aktif membangun kerja sama dan komunikasi yang baik. Setidaknya, orang tua berhubungan aktif dengan wali kelas dalam mengikuti perkembangan pergaulan remaja dan sikap-sikapnya di sekolah. Jika terjadi perilaku yang mencurigakan, orang tua dan sekolah bisa melakukan tindakan preventif. (Disdikpora, 2018)

• Memberikan pendidikan kepada anak yang memiliki karakter pemarah untuk melakukan pengendalian emosi dengan cara pengalihan. Pengalihan merupakan suatu cara mengalihkan atau menyalurkan ketegangan emosi pada obyek lain. Dalam hal ini tentunya dialihkan ke hal yang positif, seperti berdzikir, bermain, belajar, dan lain-lain. (Hube, 2006)

        Indonesia menaruh harapan besar kepada remaja. Karena remaja merupakan generasi penerus bangsa yang akan membawa perubahan yang besar. Perubahan ke arah positif atau negatif sangat tergantung pada karakter remaja saat ini. Mari kita bersama-sama menjadikan karakter remaja menjadi positif agar Negara Indonesia memiliki masa depan yang cerah. 


Sumber: kompas. com


Daftar Pustaka

Admin Disdikpora. 2018. Mengatasi Perilaku Klitih di Kalangan Remaja. Diakses 29 Juni 2021 pada: https://disdikpora.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/mengatasi-perilaku-klitih-di-kalangan-remaja-54

Atmawati, D. (2011). Prinsip pollyanna dalam wacana dakwah (Kajian pragmatik). Kajian Linguistik dan Sastra. 23(1), Juni, 55-65.

Berkowitz, L. 2006. Emotional Behavior: Mengenali Perilaku dan Tindak Kekerasan di Lingkungan Sekitar Kita (Terjemahan oleh Susiatni). Jakarta: PPM Anggota IKAPI.

Damarjati, Tunggul. 2020. Polda DIY Tangani 40 Kasus Klitih Setahun Terakhir. Diakses tanggal 29 Juni 2021 pada: https://jogja.idntimes.com/news/jogja/tunggul-damarjati/polda-diy-tangani-40-kasus-klitih-setahun-terakhir

Fuadi, Ahmad, Muti’ah, Titik, & Hartosujono. 2019. Faktor-Faktor Determinasi Perilaku Klitih. Jurnal SPIRITS, Vol: 9, ISSN: 2622-3236

Hube, M. Darwis. 2006. Penjelajahan Religio-Spiritual tentang Emosi Manusia di dalam Al ’Quran, Jakarta: Erlangga

Shinta, A., Rohyati, E., Handayani, D. & Widiantoro, W. (2016). Maximizing the passive-aggressive employees’ performance. ASEAN Seminar, Psychology Faculty, Muhammadiyah University in Malang, February. Retrieved on June 27, 2021 from :

https://mpsi.umm.ac.id/files/file/647-651%20Arundati%20Shinta,%20Eny%20Rohyati,%20Wahyu%20Widiantoro,%20Dewi%20Handayani.pdf

Siby, P.S. (2020). Perilaku agresif. Manado Post. 4 Nov. Retrieved on June 27, 2021 from: https://manadopost.jawapos.com/opini/04/11/2020/perilaku-agresif/

Tirto.id. 2020. Darurat Klitih Jogja & Gagalnya Polisi Melindungi Warga. Diakses pada 29 Juni 2021 pada: https://tirto.id/darurat-klitih-jogja-gagalnya-polisi-melindungi-warga-ewTh


0 komentar:

Posting Komentar