21.5.21

Pengelolaan PKBM : Upaya Berantaskan Buta Aksara di Gunungkidul

TUGAS PSIKOLOGI LINGKUNGAN SEMESTER GENAP 2020/2021

DOSEN PENGAMPU: ARUNDATI SHINTA

IMELTA INDRIYANI ALFIAH/ 19310410062

FAKULTAS PSIKOLOGI UP45 YOGYAKARTA

Buta aksara merupakan masalah yang serius dalam dunia pendidikan, hal ini terjadi karena apabila seseorang mengalami buta aksara maka orang tersebut akan kesulitan dalam menjalani kehidupan sehari-hari dikarenakan tidak memiliki kemampuan dasar calistung (baca, tulis, hitung) yang baik. Berbekal kegiatan Diklat Pelajar Cerdas dan Berintegritas Terpilih oleh BP PAUD dan DIKMAS DIY pada tahun 2018 silam, sejak saat itu hingga saat ini saya menjadi satu-satunya duta termuda yang diterjunkan langsung ke tengah masyarakat Lansia Buta Aksara Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul yang menginduk di PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) Handayani Patuk dalam kegiatan KUM (Keaksaraan Usaha Mandiri).

            Lansia di Kecamatan Patuk sebenarnya bukanlah seratus persen mereka yang buta aksara sehingga telah memiliki keterampilan calistung ( baca tulis dan hitung) dasar meski belum mahir. Untuk pemeliharaan keterampilan tersebut, PKBM Handayani menggalakkan KUM melalui program produksi olahan lokal. Para masyarakat yang notabene memiliki keterampilan memasak dan memiliki beraneka ragam bahan olahan pangan lokal diberikan kesempatan untuk mengasah kemampuan berwirausahanya. Cara tersebutlah yang penulis lakukan juga untuk memelihara kemampuan calistung lansia warga belajar. Masalah buta huruf di wilayah Gunungkidul dapat dituntaskan dengan program pengembangan potensi panganan lokal yang dapat menghasilkan pundi-pundi rupiah bagi warga Gunungkidul. Djarto (2009) mengkaji bahwa ketrampilan kewirausahaan perlu diberikan kepada warga belajar yang telah memiliki ketrampilan keaksaraan agar mereka dapat mengasah kemampuan baca tulisnya sebagai bekal berwirausaha.

Setiap warga belajar diberi modal lima puluh ribu rupiah di akhir semester pembelajaran untuk membuat salah satu produk pangan olahan lokal yang kemudian diujian akhir semester dijadikan sebagai tugas promosi di acara pameran PKBM Handayani, yang kemudian disertai dengan penugasan menghitung pengeluaran, pendapatan dan laba masing-masing warga belajar dan membacakannya di depan kelas untuk dikoreksi bersama.

            Penggunaan bahasa daerah dalam memberantas buta aksara juga sangat penting dalam proses pembelajaran, karena bahasa daerah adalah bahasa ibu, bahasa yang pertama dipelajari di lingkungan keluarga. Bahasa daerah berperan penting dalam proses pendidikan. Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pembelajaran aksara untuk penyandang buta aksara. Penulis sebagai tutor juga memperhatikan konteks lokal dalam pembelajaran berdasarkan minat, kebutuhan, pengalaman dan permasalahan lokal, karena seluruh warga belajar tinggal di pedesaan yang telah usia lanjut tidak mengerti jika penyampaian materi oleh tutornya menggunakan bahasa Indonesia.

            Model pendekatan dengan bahasa daerah atau bahasa ibu dalam pembelajaran sangat efektif mempercepat pemahaman dan kemampuan warga belajar dalam menulis kalimat sederhana, membaca dan menghitung. Dengan penggunaan bahasa daerah, proses belajar mengajar dapat lebih berjalan lancar. Tanpa adanya penggunaan bahasa daerah dalam proses pembelajaran, proses belajar mengajar program keaksaraan fungsional tidak akan berjalan lancar, karena untuk melaksanakan suatu program yang berbasis masyarakat seperti halnya keaksaraan fungsional, haruslah melihat terlebih dahulu kondisi dan kebutuhan warga belajarnya.

REFERENSI

Djarto. 2009 . "Upaya Pemberantasan Buta Aksara dengan Keterampilan Kewirausahaan.” dalam Jurnal Andragogia Vol. 6 No. 21 Maret 2009, hal 78-91.

0 komentar:

Posting Komentar