Tugas Psikologi Lingkungan Semester Genap
2020/2021
Dosen Pengampu Dr. Aruandanti Shinta, MA.
Lola Yorissa / 20310420033
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Salah satu upaya mengoptimalkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman adalah dengan pemberian pupuk kompos. Kompos merupakan pupuk organik yang berasal dari sisa tanaman dan kotoran hewan yang telah mengalami proses dekomposisi atau pelapukan. Proses pembuatan kompos (komposting) dapat dilakukan dengan cara aerobik maupun anaerobik. Proses pengomposan adalah proses menurunkan C/N bahan organik hingga sama dengan C/N tanah. Keunggulan dari pupuk kompos ini adalah ramah lingkungan, dapat menambah pendapatan peternak dan dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan memperbaiki kerusakan fisik tanah akibat pemakaian pupuk anorganik (kimia) secara berlebihan (Subekti, 2015).
Penggunaan pupuk anorganik secara besar-besaran terjadi justru setelah revolusi hijau berlangsung, hal tersebut dikarenakan penggunaan pupuk kimia / anorganik dirasa lebih praktis dari segi pengaplikasiannya pada tanaman, jumlahnya takarannya jauh lebih sedikit dari pupuk organik serta relatif lebih murah karena saat itu harga pupuk disubsidi oleh pemerintah serta lebih mudah diperoleh. Akan tetapi imbas penggunaan jangka panjang dari pupuk kimia an-organik justru berbahaya karena penggunaan pupuk an-organik tunggal secara terus menerus dalam jangka panjang akan membuat tanah menjadi keras karena residu sulfat dan dan kandungan karbonat yang terkandung dalam pupuk dan tanah bereaksi terhadap kalsium tanah yang menyebabkan sulitnya pengolahan tanah (Roidah, 2013). Oleh karena itu, hadirnya pupuk organik diperlukan untuk mengurangi dampak negatif yang diberikan dari pupuk kimia, sehingga kelangsungan pertanian dapat terjaga.
Limbah peternakan dan pertanian, bila tidak dimanfaatkan akan menimbulkan dampak bagi lingkungan berupa pencemaran udara, air dan tanah, menjadi sumber penyakit, dapat memacu peningkatan gas metan dan juga gangguan pada estetika dan kenyamanan (Nenobesi et al., 2017). Satu ekor sapi setiap harinya menghasilkan kotoran berkisar 8 –10 kg per hari atau 2,6 –3,6 ton per tahun atau setara dengan 1,5-2 ton pupuk organik sehingga akan mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan mempercepat proses perbaikan lahan (Huda and Wikanta, 2017).
Limbah ternak sebagai hasil akhir dari usaha peternakan memiliki potensi untuk dikelola menjadi pupuk organik seperti kompos yang dapat dimanfaatkanuntuk meningkatkan daya dukung lingkungan, meningkatkan produksi tanaman, meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi dampak pencemaran terhadap lingkungan (Nugraha and Amini, 2013; Nenobesi et al., 2017).
Bahan organik seperti kotoran sapi perlu dikomposkan sebelum dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman antara lain adalah :
1) bila tanah mengandung cukup udara dan air, penguraian bahan organik berlangsung cepat sehingga dapat mengganggu pertumbuhan tanaman,
2) penguraian bahan segar hanyasedikit sekali memasok humus dan unsur hara ke dalam tanah,
3) struktur bahan organik segar sangat kasar dan dayanya terhadap air kecil, sehingga bila langsung dibenamkan akan mengakibatkan tanah menjadi sangat remah,
4) kotoran sapi tidak selalu tersediapada saat diperlukan, sehingga pembuatan kompos merupakan cara penyimpanan bahan organik sebelum digunakan sebagai pupuk (Prihandini and Purwanto, 2007).
Pembuatan Pupuk Kompos Pembuatan kompos diawali dengan pengumpulan kotoran sapi dengan cara pemanenan dari kandang, dilanjutkan dengan proses pengolahan menjadi kompos (Prihandini and Purwanto, 2007). Bahan dan proses pembuatan kompos adalah sebagai berikut:
a.Menyiapkan kotak kompos dari kayu berukuran (2 ×1,5 ×1,5) m
b.Menyiapkan alat: Keseran (celeng), cangkul, bendo, arit,senggrong, dan sekop c.Menyiapkan bahan baku: limbah kotoran ternak
d.Menyiapkan bahan tambahan: jerami (dipotong-potong pendek), ranting-ranting, dan cacahan kayu
e.Penyusunan bahan untuk membuat kompos dengan urutan dari bawah ke atas sebagai berikut:
1) ranting-ranting 10 cm,
2) jerami 10 cm,
3) kotoran ternak 30 cm,
4) disiram larutan EM4,
5) jerami 10 cm,
6) kotoran ternak 30 cm,
7) disiram larutan EM4,
8) demikian seterusnya sampai ketinggian mencapai 1,5 m,
9) setelah tinggi mencapai 1,5 m ditutup dengan cacahan kayu setebal 10 cm. Setelah tersusun 1-4 disebut satu lapis, kemudian diulangi lagi susunannya mulai dari 2-4 lagi demikian seterusnya sampai tersusun tiga lapis dan paling atas diberi cacahan kayu setebal 10 cm lalu disiram air. Cacahan kayu kayu berfungsi untuk mengurangi bau yang keluar dan sekaligus untuk menahan air yang masuk ke tumpukan kompos dan menjaga kelembaban.
f.Ditunggu 3 minggu dan dibiarkan saja, kalau kelihatan kering disiram air sedikit dan setelah 3 minggu dibalik, yaitu membaliktumpukan kompos yang dibawah menjadi diatas, sehingga tecampur sempurna
g. Hasil pembalikan pertama (setelah 3 minggu) kompos sudah hancur dan berwarna hitam, bergumpal kecil-kecil
h. Menunggu pembalikan kedua 3 minggu kemudian, selanjutnya kompos sudah kelihatan menyerupai tanah, kotoran sudah hancur dan tidak berbaui.Selanjutnya menunggu pembalikan ketiga 3 minggu kemudian, di sini kompos sudah jadi
j.Selanjutnya dilakukan penyaringan, dan didiamkan selama 2 minggu
k.Dilakukan pengemasan kedalam sak plastik dan kompos siap digunakan
Daftar Pustaka
Subekti, K. (2015). Pembuatan kompos dari kotoran sapi (komposting). Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Ratriyanto, A., Widyawati, S., dkk. (2019). Pembuatan Pupuk Organik dari Kotoran Ternak untuk MeningkatkanProduksi Pertanian. Jurnal Semar, 8(1), 9-13.
0 komentar:
Posting Komentar