4.4.21

Pengelolaan dan Pemanfaatan Pupuk Organik Untuk Tanaman

 

Tugas Psikologi Lingkungan Semester Genap

2020/2021

Dosen Pengampu Dr. Aruandanti Shinta, MA.

Lola Yorissa / 20310420033

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45

Yogyakarta  

 


 
 

Salah satu upaya mengoptimalkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman adalah dengan pemberian pupuk kompos. Kompos merupakan pupuk organik yang berasal dari sisa tanaman dan kotoran hewan yang  telah  mengalami  proses  dekomposisi  atau  pelapukan.  Proses  pembuatan  kompos  (komposting) dapat   dilakukan   dengan   cara   aerobik   maupun   anaerobik.   Proses   pengomposan   adalah   proses menurunkan C/N bahan organik hingga sama dengan C/N tanah. Keunggulan dari pupuk kompos ini adalah ramah lingkungan, dapat menambah pendapatan  peternak dan dapat meningkatkan kesuburan tanah  dengan  memperbaiki  kerusakan  fisik  tanah  akibat  pemakaian  pupuk  anorganik  (kimia)  secara berlebihan (Subekti, 2015).

Penggunaan pupuk anorganik secara besar-besaran terjadi justru setelah revolusi hijau berlangsung, hal tersebut  dikarenakan  penggunaan  pupuk  kimia  /  anorganik  dirasa  lebih  praktis  dari  segi  pengaplikasiannya pada tanaman, jumlahnya takarannya jauh lebih sedikit dari pupuk organik serta relatif lebih murah karena saat itu harga pupuk disubsidi oleh pemerintah serta lebih mudah diperoleh. Akan tetapi imbas penggunaan jangka panjang dari pupuk kimia an-organik justru berbahaya karena penggunaan pupuk an-organik tunggal secara terus  menerus  dalam  jangka  panjang  akan  membuat  tanah  menjadi  keras  karena  residu  sulfat  dan  dan kandungan  karbonat  yang  terkandung  dalam  pupuk  dan  tanah  bereaksi  terhadap  kalsium  tanah  yang menyebabkan sulitnya pengolahan tanah (Roidah, 2013). Oleh karena itu, hadirnya pupuk organik diperlukan untuk mengurangi dampak negatif yang diberikan dari pupuk kimia, sehingga kelangsungan pertanian dapat terjaga.

Limbah peternakan dan pertanian, bila tidak dimanfaatkan akan menimbulkan dampak bagi lingkungan berupa  pencemaran  udara,  air  dan  tanah,  menjadi  sumber  penyakit,  dapat  memacu  peningkatan  gas metan dan juga gangguan pada estetika dan kenyamanan (Nenobesi et al., 2017). Satu ekor sapi setiap harinya menghasilkan kotoran berkisar 8 –10 kg per hari atau 2,6 –3,6 ton per tahun atau setara dengan 1,5-2  ton  pupuk organik sehingga  akan mengurangi  penggunaan  pupuk  anorganik  dan  mempercepat proses  perbaikan  lahan (Huda  and  Wikanta,  2017). 

Limbah  ternak  sebagai  hasil  akhir  dari  usaha peternakan  memiliki  potensi  untuk  dikelola  menjadi  pupuk  organik  seperti  kompos  yang  dapat dimanfaatkanuntuk   meningkatkan   daya   dukung   lingkungan,   meningkatkan   produksi   tanaman, meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi dampak pencemaran terhadap lingkungan (Nugraha and Amini, 2013; Nenobesi et al., 2017).

Bahan organik seperti kotoran sapi perlu dikomposkan sebelum dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman antara  lain  adalah  : 

1)  bila  tanah  mengandung  cukup  udara  dan  air,  penguraian  bahan  organik berlangsung cepat sehingga dapat mengganggu pertumbuhan tanaman,

2) penguraian bahan segar hanyasedikit sekali memasok humus dan unsur hara ke dalam tanah,

3) struktur bahan organik segar sangat kasar dan dayanya terhadap air kecil, sehingga bila langsung dibenamkan akan mengakibatkan tanah menjadi sangat remah,

4) kotoran sapi tidak selalu tersediapada saat diperlukan, sehingga pembuatan kompos  merupakan  cara  penyimpanan  bahan  organik  sebelum  digunakan  sebagai  pupuk (Prihandini and Purwanto, 2007).

Pembuatan Pupuk Kompos Pembuatan kompos diawali dengan pengumpulan kotoran sapi dengan cara pemanenan dari kandang, dilanjutkan dengan proses pengolahan menjadi kompos (Prihandini and Purwanto, 2007). Bahan dan proses pembuatan kompos adalah sebagai berikut:

a.Menyiapkan kotak kompos dari kayu berukuran (2 ×1,5 ×1,5) m

b.Menyiapkan alat: Keseran (celeng), cangkul, bendo, arit,senggrong, dan sekop c.Menyiapkan bahan baku: limbah kotoran ternak

d.Menyiapkan bahan tambahan: jerami (dipotong-potong pendek), ranting-ranting, dan cacahan kayu

e.Penyusunan bahan untuk membuat kompos dengan urutan dari bawah ke atas sebagai berikut:

1) ranting-ranting 10 cm,

2) jerami 10 cm,

3) kotoran ternak 30 cm,

4) disiram larutan EM4,

5) jerami 10 cm,

6) kotoran ternak 30 cm,

7) disiram larutan EM4,

8) demikian seterusnya sampai ketinggian  mencapai  1,5  m, 

9)  setelah  tinggi  mencapai  1,5  m  ditutup  dengan  cacahan  kayu setebal 10 cm. Setelah tersusun 1-4 disebut satu lapis, kemudian diulangi lagi susunannya mulai dari 2-4 lagi demikian seterusnya sampai tersusun tiga lapis dan paling atas diberi cacahan kayu setebal 10 cm lalu disiram air. Cacahan kayu kayu berfungsi untuk mengurangi bau yang keluar dan sekaligus untuk menahan air yang masuk ke tumpukan kompos dan menjaga kelembaban.

f.Ditunggu 3 minggu dan dibiarkan saja, kalau kelihatan kering disiram air sedikit dan setelah 3 minggu  dibalik,  yaitu  membaliktumpukan  kompos  yang  dibawah  menjadi  diatas,  sehingga tecampur sempurna

g. Hasil  pembalikan  pertama  (setelah  3  minggu)  kompos  sudah  hancur  dan  berwarna  hitam, bergumpal kecil-kecil

h. Menunggu  pembalikan  kedua  3  minggu  kemudian,  selanjutnya  kompos  sudah  kelihatan menyerupai tanah, kotoran sudah hancur dan tidak berbaui.Selanjutnya menunggu pembalikan ketiga 3 minggu kemudian, di sini kompos sudah jadi

j.Selanjutnya dilakukan penyaringan, dan didiamkan selama 2 minggu

k.Dilakukan pengemasan kedalam sak plastik dan kompos siap digunakan

 

Daftar Pustaka

Subekti,  K. (2015).  Pembuatan  kompos  dari  kotoran  sapi  (komposting).  Fakultas  Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Ratriyanto, A., Widyawati, S., dkk. (2019). Pembuatan Pupuk Organik dari Kotoran Ternak untuk MeningkatkanProduksi Pertanian. Jurnal Semar, 8(1), 9-13.

 


0 komentar:

Posting Komentar