27.4.21

Life Style Dalam Perspektif Psikologi Dikaitkan Dengan Perilaku Remaja di Perkotaan

 

    Era disrupsi dan seiringnya model gaya hidup (lifestyle) yang berjejaring serta berkomunikasi melalui teknologi, cenderung menempatkan remaja sebagai sosok manusia yang individualis. Meski demikian, manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang akan secara otomatis bersosialisasi, dan tidak lepas dari melakukan kegiatan sosial. Kemampuan individu dalam kecakapan sosial, diantaranya didorong oleh internal dan eksternal. Dalam faktor internal, status sosial ekonomi dan lingkungan keluarga berperan dalam membentuk perilaku seseorang. Sedangkan pada eksternal, fungsi teman sebaya dan budaya juga turut berkontribusi dalam pembentukan sikap individu.

            Tahap usia yang berpotensi krisis dalam hal perilaku altruistik ialah ketika seseorang di fase remaja. Remaja merupakan rentang usia yang tengah mengalami banyak perubahan drastis secara fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia, et al., 2011). Fase ini dimaknai sebagai periode perkembangan kritis yang secara konvensional dipahami sebagai tahun permulaan menuju dewasa yang ditandai dengan pubertas dan pembentukan kemandirian sosial. Perilaku sosial remaja, akan terus berkembang dan diatur oleh kognisi dalam otak manusia. Selama fase remaja, individu mengalami peningkatan gangguan kejiwaan, banyak diantaranya masalah jiwa yang ada pada remaja, terkait dengan disfungsi sosial (Lambim, et al., 2017). Psikologi sosial memandang bahwa manusia saling mempengaruhi, dan antara pikiran, perasaan, serta perilaku individu sangat dipengaruhi oleh situasi sosial. Perilaku sosial dengan budaya kolektivisme cenderung ditemukan di negara-negara Asia bagian timur, Amerika Latin, dan Afrika, dimana negara tersebut memiliki fokus besar tidak hanya bagi individu melainkan membudayakan perilaku berkelompok (Nisbett, Peng, Choi dan Norenzayan, 2001). Perilaku sosial seseorang jika dipandang berdasar perspektif psikologi sosial, disebabkan oleh budaya atau nilai kelompoknya. Kelompok terdekat seseorang dalam memberikan referensi perilaku sosial diantaranya ialah keluarga. Perilaku sosial dapat pula disebut sebagai sebab dan akibat dari pengaruh situasional.

            Status sosioekonomi ditentukan oleh posisi pekerjaan, pendidikan, dan besar penghasilan (Adler, Epel, Catellazzo, dan Ickovics, 2000; Oakes dan Rossi, 2003; Knesebeck, L.ushen, Cockerham, dan Siegris, 2003). Status sosioekonomi umumnya merupakan variabel yang melihat bagaimana posisi individu atau keluarga sesuai dengan kapasitasnya dalam kepemilikan atau kegiatan konsumsi barang-barang yang bernilai di masyarakat (Hauser dan Warren, 1997). Penelitian ini juga menguatkan studi yang dilakukan oleh Lambim, et al. (2017) yang menyatakan bahwa jaringan sosial individu seperti teman sebaya dan keluarga, akan berpengaruh terhadap perilaku remaja, di mana lingkungan sosial termasuk keluarga, baik secara eksternal dan genetis, bagi individu berusia remaja akan mempengaruhi status sosial, kualitas, serta kuantitas remaja dalam melakukan hubungan timbal balik secara sosial.

Terdapat pengaruh positif dari lingkungan keluarga terhadap perilaku altruistik remaja. Untuk itu, disarankan kepada pihak keluarga untuk membangun kesadaran dan memberikan contoh penerapan perilaku altruistik sejak dini. Membentuk perilaku altruistik dalam diri remaja dapat dilakukan melalui pembiasaan secara kontinu mengenai karakter saling berbagi dalam kebaikan. Selain itu, pemerintah juga perlu melanjutkan dan memperluas jaringan sosialisasi terkait pentingnya keluarga bagi perkembangan remaja. Hadirnya keluarga pada fase pencarian jati diri remaja, akan mentrasfer nilai perilaku prososial yang efektif bagi remaja, dan mampu mencegah perilaku antisosial.

Satria Alfian Rifqi Nugroho

19310410062


0 komentar:

Posting Komentar