8.4.21

DAMPAK PSIKOLOGIS PADA ANAK KORBAN BROKEN HOME

   DAMPAK PSIKOLOGIS PADA ANAK KORBAN BROKEN HOME




Oleh : Danang Wahyu Saputro (20310410047)
Dosen pengampu : Dr. Arundati Shinta, M. A
Tugas Psikologi Sosial
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi45 Yogyakarta.

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Menurut Salvicion dan Celis (1998) di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan. Berdasar Undang-Undang 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Bab I pasal 1 ayat 6 pengertian Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri; atau suami, istri dan anaknya; atau ayah dan anaknya (duda), atau ibu dan anaknya (janda).


Broken home merupakan kondisi saat keluarga mengalami perpecahan dan terputusnya struktur peran anggota keluarga yang gagal menjalankan kewajiban dari peran mereka. Pengertian broken home juga dapat dilihat dari dua aspek, yaitu broken home karena struktur keluarga tidak utuh dikarenakan perceraian atau salah satu orangtua meninggal dunia.

Keluarga yang mengalami broken home dapat ditandai dengan ciri-ciri berikut.

Kedua orangtua bercerai atau berpisah

Hubungan kedua orangtua sudah tidak baik lagi

Orangtua tidak memberi kasih sayang dan perhatian pada anak

Orangtua sering meninggalkan rumah

Sering terjadi pertengkaran

Suasana rumah tidak harmonis

Salah satu orangtua meninggal dunia.

Dampak broken home pada anak mengakibatkan Kondisi perpecahan pada struktur keluarga ini tentu dapat berdampak buruk bagi perkembangan dan kesehatan mental anak. Broken home dapat menyebabkan anak merasa kehilangan peran penting keluarga di hidupnya, merasa stres, tertekan, hingga merasa dirinya yang menjadi penyebab perpisahan tersebut.Dampak dari broken home umumnya akan membuat anak merasa sedih dan kehilangan motivasi atau penyemangat.Setiap pasangan suami istri yang bercerai tentu pernah mengalami berbagai konflik di dalam hubungan mereka. Saat perkeraian itu terjadi, maka anaklah yang akan menjadi korban terutama secara psikologis dan akan memengaruhi perkembangannya di masa mendatang. 

Selama proses perceraian berlangsung, pelan-pelan menjadi luka bagi anak apalagi jika di usianya yang sudah paham mengenai sebuah perpisahan. Terlebih, orang yang melihat orang tua yang bertengkar, memiliki hubungan yang benar-benar menyalahkan seseorang yang membuat mental anak tidak terganggu. Bahkan perebutan hak asuk anak menjadi salah satu pemicu yang membuat perkembangan anak tidak optimal. 

Hal-hal yang dapat orang tua lakukan kepada anak mereka agar psikologis mereka tetap terjaga pasca perceraian.


1. Orangtua perlu menjalankan perannya masing-masing

2. Usahakan tidak selalu memanjakan anak, walau hanya sebatas untuk menebus rasa

3. Anak-anak perlu selalu merasa dicintai dan disayangi kedua orangtuanya

4. Tetap memberikan waktu berkualitas untuk anak

5. Usahakan tidak berubah dan tetaplah menjadi orangtua terbaik untuk anak

Sebagai orang yang perlu sekali mendampingi berbagai tahap yang harus dilalui oleh anak pasca kejadian perceraian. 

Kehadiran dan kasih sayang konsiten pada anak seperti sedia kala dapat membantu anak lebih berharga. Kebiasaan-kebiasaan yang dulu bisa dilakukan dan dirutinkan kembali pasca perkeraian membuat Anak sadar bahwa kedua orangtuanya tetap ada apapun yang terjadi. 



Daftar Pustaka

Baron, R. A dan Donn Byrne. 2003. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga

Soetjiningsih. (2015). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Prastito. 2008. Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini. Jakarta : Universitas Terbuka


0 komentar:

Posting Komentar