15.6.20



UJIAN AKHIR PSIKOLOGI SOSIAL
(Semester Genap 2019/2020)
Lidya Aritonang
19310410033
Dosen Pengampu : Dr Arundati Shinta MA


DOING GENDER & UNDOING GENDER

Gender adalah serangkaian karakteristik yang terikat kepada dan membedakan maskulinitas dan femininitas. Karakeristik tersebut dapat mencakup jenis kelamin (laki-laki, perempuan, atau interseks), hal yang ditentukan berdasarkan jenis kelamin (struktur sosial sepeti peran gender), atau identitas gender.

Dalam studi sosiologi dan gender, "Doing Gender" adalah gagasan bahwa dalam budaya Barat, gender, alih-alih menjadi kualitas individu, adalah konstruksi sosial yang secara psikologis tertanam yang secara aktif muncul dalam interaksi manusia sehari-hari. Istilah ini digunakan oleh Candace West dan Don Zimmerman dalam artikel mereka "Doing Gender", yang diterbitkan pada tahun 1987 di Gender dan Masyarakat. Menurut makalah ini, kinerja gender individu dimaksudkan untuk membangun perilaku gender sebagai sesuatu yang terjadi secara alami. Fasad ini mengembangkan sistem yang melaluinya individu dinilai dalam hal kegagalan atau keberhasilan mereka untuk memenuhi harapan masyarakat berdasarkan gender, yang disebut struktur akuntabilitas. Konsep melakukan gender kemudian diperluas oleh penulis seperti West dan Fenstermaker dalam buku Doing Gender, Doing Difference.

Konsep "melakukan" gender berasal dari percakapan gender dari studi sosiologi dan gender. Istilah spesifik "melakukan gender" digunakan dalam artikel Barat dan Zimmerman dengan judul yang sama, aslinya ditulis pada tahun 1977 tetapi tidak diterbitkan hingga 1987. [1] West dan Zimmerman menggambarkan bahwa gender dilakukan dalam interaksi, dan bahwa perilaku dinilai berdasarkan konsepsi gender yang diterima secara sosial. Alih-alih berfokus pada bagaimana gender tertanam dalam individu atau diabadikan oleh institusi, Barat dan Zimmerman menekankan tingkat interaksional sebagai situs di mana gender digunakan dan diperkuat. Mereka mulai dengan membedakan jenis kelamin dari kategori jenis kelamin dan jenis kelamin. Dalam bagian ini, seks adalah kriteria yang disepakati secara sosial untuk menjadi laki-laki atau perempuan, biasanya didasarkan pada genitalia individu saat lahir atau mengetik kromosom sebelum kelahiran. Kategori seks adalah kategori biologis yang diasumsikan, terlepas dari identifikasi gender individu. Ini "didirikan dan ditopang oleh tampilan identifikasi yang disyaratkan secara sosial yang menyatakan keanggotaan seseorang dalam satu atau kategori lainnya". [1]: 127 Gender, dalam konteks ini, adalah sejauh mana seorang aktor maskulin atau feminin, mengingat harapan masyarakat tentang apa yang sesuai untuk kategori jenis kelamin seseorang. [2]

Melakukan gender menurut Barat dan Zimmerman "adalah untuk memajukan pemahaman baru tentang gender sebagai pencapaian rutin yang tertanam dalam interaksi setiap hari". [1] Pada dasarnya, Barat dan Zimmerman berpendapat bahwa gender adalah sesuatu yang diciptakan manusia. Sebagai manusia, kami telah mengategorikan dan mendefinisikan banyak aspek kehidupan. Jika seseorang tidak mendukung peran gender mereka atau melakukan sesuatu yang tidak dianggap "benar" untuk jenis kelamin itu, orang ini akan melakukan tindakan penyimpangan sosial.
Gender digambarkan sebagai 'omnirelevant,' karena jelas dan relevan di hampir setiap interaksi. Dalam artikel mereka, Barat dan Zimmerman menggunakan contoh-contoh seperti kamar mandi, olahraga, penggandengan, percakapan, profesi dan mungkin [klarifikasi diperlukan] pembagian kerja untuk menggambarkan cara-cara di mana gender lazim dalam banyak diambil untuk kegiatan yang diberikan. West dan Zimmerman menggunakan contoh seorang wanita profesional dalam bidang yang didominasi pria, di mana menjadi jelas bahwa wanita itu harus membuat keputusan, apakah dia harus terlibat dalam perilaku "tidak feminin" yang seharusnya menjadi bagian yang tidak terpisahkan. identitasnya.

Selama ini, keberadaan 2 jenis kelamin kita terima begitu saja sebagai hal yang normal. Contohnya, setiap kita pergi ke toilet umum, kita pasti merasa biasa saja kalau melihat simbol laki-laki atau perempuan. Tapi, apa jadinya kalau tiba-tiba kita melihat simbol seperti jenis kelamin netral, yang ternyata sudah bisa kita temukan di beberapa negara
Banyak iklan di tv yang termasuk bentuk doing gender. Kenapa gitu? kenapa iklan kosmetik selalu diikatkan dengan perempuan?. secara tidak langsung kosmetik hanya untuk perempuan dan perempuan harus tampil menarik dsb.Lalu Kenapa peralatan olahraga dikaitkan dengan laki laki? Artinya laki" digambarkan sebagai orang kuat,
menurut WHO gender lebih mengacu pada konstruksi masyarakat tentang ciri-ciri perempuan dan laki-laki, seperti norma, peran, dan hubungan antara perempuan dan laki-laki. Singkatnya, gender lebih berhubungan dengan bagaimana kita dibesarkan menurut standar cewek dan cowok yang ideal di mata masyarakat. Misalnya, bagaimana cewek dipandang harus lemah lembut dan manis, sementara cowok harus tangguh dan macho.
Selama berpuluh-puluh tahun, sudah banyak filsuf yang mencoba mengkaji isu gender, salah satunya filsuf perempuan asal Amerika Serikat Judith Butler dalam bukunya Gender Trouble. Disana, Butler menyampaikan pandangannya bahwa gender bisa jadi tidak bersifat biner.

Sehingga fenomena cewek tomboy atau cowok kemayu, seharusnya kita lihat sebagai ekspresi, bukannya menjadi sebuah kelainan yang pantas kita gunakan sebagai bahan ejekan.Balik lagi ke definisi WHO. Beda dengan jenis kelamin, gender ternyata bisa bermacam-macam dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya. Uniknya lagi, gender juga bisa berubah-ubah. Fenomena gender ketiga misalnya bisa ditemukan di India dan Kepulauan Samoa.
Ternyata ada pula ketimpangan pada gender seperti

Marginalisasi (pemiskinan) perempuan
Pemiskinan atas perempuan maupun atas laki-laki yang disebabkan oleh jenis kelaminnya adalah merupakan salah satu bentuk ketidakadilan yang disebabkan gender. Peminggiran banyak terjadi dalam bidang ekonomi. Peminggiran dapat terjadi di rumah, tempat kerja, masyarakat, bahkan oleh negara yang bersumber keyakinan, tradisi/kebiasaan, kebijakan pemerintah, maupun asumsi-asumsi ilmu pengetahuan (teknologi).
Contoh-contoh marginalisasi:
1. Pemupukan dan pengendalian hama dengan teknologi baru yang dikerjakan laki-laki
2. Pemotongan padi dengan peralatan sabit, mesin yang diasumsikan hanya membutuhkan tenaga dan keterampilan laki-laki, menggantikan tangan perempuan dengan alat panen ani-ani
3. Peluang menjadi pembantu rumah tangga lebih banyak perempuan
4. Banyak pekerjaan yang dianggap sebagai pekerjaan perempuan seperti “guru taman kanak-kanak” atau “sekretaris” dan “perawat”.
5. Subordinasi (penomorduaan)

Subordinasi pada dasarnya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya. Sudah sejak dahulu ada pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran perempuan lebih rendah dari pada laki-laki. Kenyataan memperlihatkan pula bahwa masih ada nilai-nilai masyarakat yang membatasi ruang gerak terutama perempuan di berbagai kehidupan. Anggapan bahwa perempuan lemah, tidak mampu memimpin, cengeng dan lain sebagainya, mengakibatkan perempuan jadi nomor dua setelah laki-laki. Sebagai contoh apabila seorang isteri yang hendak mengikuti tugas belajar, atau hendak berpergian ke luar negeri harus mendapat izin suami, tatapi kalau suami yang akan pergi tidak perlu izin dari isteri.

Stereotip (citra buruk)
Pelabelan atau penandaan yang sering kali bersifat negatif secara umum selalu melahirkan ketidakadilan. Salah satu jenis stereotip yang melahirkan ketidakadilan dan diskriminasi bersumber dari pandangan gender karena menyangkut pelabelan atau penandaan terhadap salah satu jenis kelamin tertentu. Misalnya, pandangan terhadap perempuan bahwa tugas dan fungsinya hanya melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan kerumahtanggaan atau tugas domestik dan sebagi akibatnya ketika ia berada di ruang publik maka jenis pekerjaan, profesi atau kegiatannya di masyarakat bahkan di tingkat pemerintahan dan negara hanyalah merupakan perpanjangan peran domestiknya.

Violence (kekerasan)

Berbagai kekerasan terhadap perempuan sebagai akibat perbedaan peran muncul dalam  berbagai bentuk. Kata kekerasan tersebut berarti suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologi seseorang. Oleh karena itu kekerasan tidak hanya menyangkut serangan fisik saja seperti perkosaan, pemukulan, dan penyiksaan, tetapi juga yang bersifat non fisik seperti pelecehan seksual, ancaman dan paksaan sehingga secara emosional perempuan atau laki-laki yang mengalaminya akan merasa terusik batinnya. Pelaku kekerasan yang bersumber karena gender ini bermacam-macam. Ada yang bersifat individual seperti di dalamrumah tangga sendiri maupun di tempat umum dan juga di dalam masyarakat. Perempuan, pihak paling rentan mengalami kekerasan, dimana hal itu terkait dengan marginalisasi, subordinasi maupun stereotip di atas.

Beban kerja berlebihan

Sebagai suatu bentuk diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah beban kerja yang harus dijalankan oleh salah satu jenis kelamin tertentu. Dalam suatu rumah tangga pada umumnya, beberapa jenis kegiatan dilakukan oleh laki-laki, dan beberapa yang lain dilakukan oleh perempuan. Berbagai observasi menunjukkan perempuan mengerjakan hampir 90% dari pekerjaan dalam rumah tangga, sehingga bagi mereka yang bekerja di luar rumah, selain bekerja di wilayah public mereka juga masih harus mengerjakan pekerjaan domestik.

  Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas) serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Terwujudnya kesetaraan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, kontrol atas pembangunan dan memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. Adapun indikator kesetaraan gender adalah sebagai berikut:

i. AKSES; yang dimaksud dengan aspek akses adalah peluang atau kesempatan dalam memperoleh atau menggunakan sumber daya tertentu. Mempertimbangkan bagaimana memperoleh akses yang adil dan setara antara perempuan dan laki-laki, anak perempuan dan laki-laki terhadap sumberdaya yang akan dibuat. Sebagai contoh dalam hal pendidikan bagi anak didik adalah akses memperoleh beasiswa melanjutkan pendidikan untuk anak didik perempuan dan laki-laki diberikan secara adil dan setara atau tidak.

ii. PARTISIPASI; Aspek partisipasi merupakan keikutsertaan atau partisipasi seseorang atau kelompok dalam kegiatan dan atau dalam pengambilan keputusan. Dalam hal ini perempuan dan laki-laki apakah memiliki peran yang sama dalam pengambilan keputusan di tempat yang sama atau tidak.

iii. KONTROL; adalah penguasaan atau wewenang atau kekuatan untuk mengambil keputusan. Dalam hal ini apakah pemegang jabatan tertentu sebagai pengambil keputusan didominasi oleh gender tertentu atau tidak.

iv. MANFAAT; adalah kegunaan yang dapat dinikmati secara optimal. Keputusan yang diambil oleh sekolah memberikan manfaat yang adil dan setara bagi perempuan dan laki-laki atau tidak

Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.

Ketidakadilan gender (gender inequalities) merupakan sistem dan struktur di mana baik kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Ketidakadilan gender menurut beberapa pakar timbul dalam bentuk:

1. Stereotype

Pelabelan atau penandaan yang seringkali bersifat negatif secara umum dan melahirkan ketidakadilan. Sebagai contoh, perempuan sering digambarkan emosional, lemah, cengeng, tidak rasional, dan sebagainya. Stereotype tersebut yang kemudian menjadikan perempuan selama ini ditempatkan pada posisi domestik, kerapkali perempuan di identikan dengan urusan masak, mencuci, dan seks (dapur, sumur, dan kasur).


2. Kekerasan (violence)

Kekerasan berbasis gender, kekerasan tersebut terjadi akibat dari ketidak seimbangan posisi tawar (bargaining position) atau kekuasaan antara perempuan dan laki-laki. Kekerasan terjadi akibat konstruksi peran yang telah mendarah daging pada budaya patriarkal yang menempatkan perempuan pada posisi lebih rendah. Cakupan kekerasan ini cukup luas, diantaranya eksploitasi seksual, pengabaian hak-hak reproduksi, trafficking, perkosaan, pornografi, dan sebagainya.

3. Marginalisasi

Peminggiran terhadap kaum perempuan terjadi secara multidimensional yang disebabkan oleh banyak hal bisa berupa kebijakan pemerintah, tafsiran agama, keyakinan, tradisi dan kebiasaan, atau pengetahuan (Mansour Faqih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.14). Salah satu bentuk paling nyata dari marginalisasi ini adalah lemahnya peluang perempuan terhadap sumber-sumber ekonomi. Proses tersebut mengakibatkan perempuan menjadi kelompok miskin karena peminggiran terjadi secara sistematis dalam masyarakat.

4. Subordinasi

Penomorduaan (subordinasi) ini pada dasarnya merupakan keyakinan bahwa jenis kelamin tertentu dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya (Leli Nurohmah dkk, Kesetaraan Kemajemukan dan Ham, Jakarta: Rahima, h. 13). Hal ini berakibat pada kurang diakuinya potensi perempuan sehingga sulit mengakses posisi-posisi strategis dalam komunitasnya terutama terkait dengan pengambilan kebijakan.

5. Beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (double burden)
Adanya anggapan bahwa perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin serta tidak cocok untuk menjadi kepala keluarga berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab perempuan (Mansour Faqih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, h.21). Untuk keluarga miskin perempuan selain bertanggung jawab terhadap pekerjaan domestik, mereka juga mencari nafkah sebagai sumber mata pencarian tambahan keluarga, ini menjadikan perempuan harus bekerja ekstra untuk mengerjakan kedua bebannya.

Demikian penjelasan pengertian gender dan penekanan bahwa kesetaraan gender adalah tidak adanya diskriminasi dalam hal akses, berpartisipasi, kontrol atas pembangunan dan memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan suatu bangsa.


DAFTAR REFERENSI :
https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0891243287001002002 (diakses 15 Juni 2020)
https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/0891243206293577 (diakses 15 Juni 2020)
https://granolagradschoolandgoffman.wordpress.com/2014/10/02/west-c-and-d-zimmerman-1987-doing-gender/ (diakses 15 Juni 2020)
http://journal.walisongo.ac.id/index.php/sawwa (diakses 15 Juni 2020)

13 komentar:

  1. Mantap bermanfaat kali infonya๐Ÿ™‚

    BalasHapus
  2. Wah sangat membantu dan bermanfaat

    BalasHapus
  3. Keren menambah ilmu bagi yg belum tau sering2 ya kk upload yg ginian. Terimakasih ��

    BalasHapus
  4. Thanks kak info nya, membantu bgt buat aku

    BalasHapus
  5. terus mengedukasi dan menyebarkan info yg bermanfaat ya

    BalasHapus
  6. Nadya Putri Azzahra15 Juni 2020 pukul 14.59

    Wah sangat mendidik bgt nih, makasih informasinyaa. Semangat kaka❤❤❤

    BalasHapus
  7. Wah sangat menginspirasi sekali๐Ÿ’™๐Ÿ’™

    BalasHapus
  8. Menarik sekali topik yang dibahas. Saran untuk penulis mungkin bisa menggunakan kata-kata baku di penulisan jika tujuan penulisan ini untuk pendidikan. Good job!!

    BalasHapus
  9. Keren kak ๐Ÿ˜ Alhamdulillah nambah ilmu lagi, ditunggu tulisan berikutnya ya kak, terimakasih ๐Ÿค—
    Semangat terus kakak ๐Ÿ˜Š

    BalasHapus
  10. Terimakasih kak sangat bermanfaat ❤

    BalasHapus