2.6.20

Selfie : Implikasi Perilaku Pengguna Media Sosial


 Imelta Indriyani Alfiah/ 19310410062
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Dosen Pengampu : Dr. Arundati Shinta, MA.



Dewasa ini, hampir bisa dipastikan bahwa setiap orang yang memiliki telepon pintar, juga mempunyai akun media sosial, seperti Facebook, Twitter, Path, Instagram, dan sebagainya. Kondisi ini seperti sebuah kelaziman yang mengubah bagaimana cara berkomunikasi pada era serba digital seperti sekarang.
Istilah media sosial tersusun dari dua kata, yakni “media” dan “sosial”. “Media” diartikan sebagai alat komunikasi (Laughey, 2007; McQuail, 2003). Sedangkan kata “sosial” diartikan sebagai kenyataan sosial bahwa setiap individu melakukan aksi yang memberikan kontribusi kepada masyarakat. Pernyataan ini menegaskan bahwa pada kenyataannya, media dan semua perangkat lunak merupakan “sosial” atau dalam makna bahwa keduanya merupakan produk dari proses sosial (Durkheim dalam Fuchs, 2014).
Salah satu fenomena dalam kemajuan teknologi internet adalah selfie. Kata ini pun telah resmi menjadi kata baru yang dicantumkan dalam kamus Oxford English Dictionary pada tahun 2013 dan secara sederhana berarti ‘foto diri yang disebarluaskan melalui media sosial’ (Rosalina dalam Nasrullah, 2015). Menurut Jerry Saltz (dalam Nasrullah, 2015), selfie didefinisikan sebagai potret diri instan, yang dibuat dengan kamera ponsel cerdas dan dengan segera disebarluaskan atau ditransformasikan melalui internet sebagai bentuk komunikasi visual instan tentang di mana kita berada, apa yang kita lakukan, apa yang kita pikirkan, dan siapa yang kita pikir melihat kita.
Realitas ini membawa pada sebuah kenyataan bahwa pada awalnya, pengguna ingin berbagi momen atau kegiatan mereka bersama teman-teman lainnya di jejaring media sosial. Kenyataan berikutnya, foto diri yang ditampilkan di media sosial dalam rangka eksistensi diri dan upaya mempertontonkan apa yang telah dicapai pengguna di luar jaringan (offline). Karena itu, sebuah foto diri tidak bisa sekadar dilihat dari aspek wajah, ekspresi dan gaya. Analisis terhadap foto diri juga harus melibatkan suasana, momen, bangunan, tempat atau lingkungan yang menjadi latar dari sebuah foto diri .
Kegiatan tersebut sebagai wujud dari eksistensi diri. Ber-selfie dan menyebarkannya di media sosial tidak sekadar terfokus pada penampilan diri si pengguna. Upaya representasi diri di media sosial, sebuah upaya agar dianggap ‘ada’ atau eksis dalam jaringan. Seseorang yang melakukan selfie juga tengah berusaha mengkonstruksikan identitas sosialnya dengan cara memaksimalkan atau meminimalkan karakter positif atau negatif dalam dirinya supaya self-esteem tetap terpelihara (Shaw & Costanzo, 1982).
Dikatakan sukses ditandai dengan banyaknya pujian, pemberian tanda ‘jempol atau‘like’ maupun tanda ‘hati’. Bila sudah demikian, maka individu merasa puas dan semakin terdorong untuk kembali melakukannya dan mengunggahnya di media sosial. Namun, bila kondisinya terbalik, individu dapat merasa diacuhkan dan tidak dihargai oleh lingkungan sosialnya. Keadaan tersebut bisa memicu keinginan untuk tidak kembali mengunggah selfie atau tetap melakukan selfie, namun dengan evaluasi tertentu.

Selfie merupakan salah satu bentuk narsisme digital (Nasrullah, 2015). Sebuah selfie yang diambil menunjukkan bahwa penggunanya tengah merancang dirinya dan hasil rancangan itu, selain untuk eksistensi diri, juga sebagai bentuk pertunjukkan di depan panggung untuk menarik kesan pengakses atau pengguna lain dalam jaringan pertemanan di media sosial (Shaw & Costanzo, 1982).
Banyak foto diri dengan latar belakang sebuah lokasi tertentu dan ini menunjukkan bahwa si pengguna sedang berada di tempat tersebut. Di lain kesempatan, berfoto di dalam kendaraan, seperti pesawat terbang,untuk menunjukkan ia berada dalam perjalanan, menggunakan pesawat tersebut, dan sebagainya. Pengunggahan menjadi simbol bahwa pengguna sedang mewujudkan eksistensi dirinya yang tidak sekadar sebagai objek foto, tetapi ada maksud tertentu didalamnya. Hal ini juga menandakan bahwa pengguna melakukan keterbukaan diri (self-disclosure) di media sosial.

DAFTAR PUSTAKA
Fuchs, C. (2014). Social media a critical introduction. Los Angeles: SAGE Publication, Ltd.
Laughey, D. (2007). Themes in media theory. New York: Open University Press.
McQuail, D. (2003). Teori komunikasi massa. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Nasrullah, R. (2015). Media sosial (perspektif komunikasi, budaya, dan sosioteknologi). Jakarta: Simbiosa Rekatama Media.
Shaw, M. E., & Costanzo, P. R. (1982). Theories of social psychology. Tokyo: Kosaido Printing.

5 komentar:

  1. Ak setuju sama apa yg kamu jabarkan disini imelta..good luck...trmksh sudah menambah wawasan 🙏😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, terima kasih kembali Kak
      Semoga bermanfaat🤗

      Hapus