14.6.20

Pengaruh Prososial Terhadap Perilaku Menolong

Pengaruh Prososial Terhadap Perilaku Menolong


Elvira Julia (19310410075)

Mata Kuliah : Psikologi Sosial I
Ujian Akhir Semester Genap
Tahun Ajaran 2019/2020
Dosen Pengampu : Arundati Shinta, MA.

          Manusia merupakan mahluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibanding mahluk lainnya, manusia juga merupakan mahluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri yang tentunya membutuhkan bantuan orang lain, maka dari itu manusia hidup berdampingan dengan manusia lainnya. Dalam hidup yang saling berdampingan manusia harus saling membantu satu dengan yang lainnya guna mencapai kehidupan yang mereka jalani. Bantuan yang diberikan merupakan tindakan prososial yang memiliki beragam bentuk diantaranya yaitu sharing (membagi), cooperative (kerjasama), donating (menyumbang), helping (menolong), honesty  (kejujuran), dan generosity (kedermawanan) (Eisenberg & Mussen, 1989).

                Banyak sekali motif tertentu ketika seseorang ingin menolong orang lain yang sedang mengalami kesulitan, salah satunya ialah ketika dihadapan umum ia akan membantu orang yang sedang mengalami kesulitan  tersebut dengan kemungkinan ada perasaan ingin di puji oleh yang lain atau ingin mendapat imbalan dari orang yang akan di bantu olehnya. Akan tetapi tidak sedikit pula orang yang menolong orang lain tanpa imbalan apapun, bahkan ada orang yang menjadikan menolong itu adalah sebuah hoby. Perilaku tersebut merupakan baagian altruisme adalah tindakan untuk menolong orang lain yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok secara suka rela tanpa mengharapkan imbalan apapun kecuali perasaan telah melakukan kebaikan Myres dan David  (2012: 187)


( Sumber : NU Peswaran)

          Perilaku alturisme biasanya muncul saat seorang manusia menyadari bahwa ada pihak lain yang mengalami kesulitan. Sebagai mahluk sosial, manusia dididik untuk mematuhi serangkaian peraturan dan norma dalam menjalani hidupnya. Salah satu hal yang selalu diajarkan pada kebanyakan orang sejak kecil adalah kebiasaan untuk menolong orang lain. Kebiasaan ini akan tertanam di dalam diri manusia dan akan muncul secara otomatis saat melihat sesama yang membutuhkan. Selain itu, manusia membutuhkan kemampuan saling bekerjasama dan saling membantu saat dihadapkan pada satu masalah. Hal ini penting bagi keselarasan dinamika dalam kelompok. Jika salah satu atau beberapa anggota kelompok memiliki masalah, maka keselarasan kemungkinan terancam. Maka dari itu, penting bagi setiap orang dalam kelompok untuk memiliki kesadaran menolong orang lain yang sedang bermasalah (kompas.com). 

                 Biasanya menolong identik dengan uang dan barang, tetapi hal tersebut bukanlah patokan umum jika ingin menolong orang lain. Akan tetapi ada sesuatu yang cukup populer jika kita ingin menolong orang lain. Apa itu? Waktu. Ya waktu bisa dikatakan sebagai salah satu hal untuk kita bisa menolong orang lain. Kenapa demikian? Diluaran sana banyak sekali anak yang menitipkan orang tua mereka ke panti jompo dengan berbagai alasan mungkin salah satunya adalah tidak ingin direpotkan oleh orangtuanya. Seperti yang kita ketahui, ketika manusia sudah berada pada masa lanjut usia perilaku mereka akan sama ketika mereka berada pada masa kanak-kanak. Seperti ketika makan masih harus di suapi, mudah tersinggung lalu menangis bahkan bisa saja buang air kecil di tempat. 


(Sumber : Tzuchi.or.id )

         Hal tersebut bisa dijadikan kita menolong mereka dengan cara mengajak mereka mengobrol atau bahkan membantu mereka dalam menjalankan aktivitas hariannya  atau hanya sekedar menemani lansia yang sedang kesepian. Lalu, apakah ada faktor tertentu yang mempengaruhi seseorang jika ingin menolong orang lain? Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan para peneliti terdahulu, terdapat dua faktor yakni internal dan eksternal. Faktor internal atau faktor disposisional merupakan faktor yang terdapat dalam diri individu penolong sedangkan fakor eksternal atau faktor situasional merupakan faktor yang ada di luar diri individu penolong. Faktor internal terdiri dari empat hal yaitu : 

1. Latar belakang individu penolong. Menurut Latane dan Darley (1970), individu yang dibesarkan di kota kecil cenderung lebih suka menolong individu lain dibandingkan dengan individu yang tumbuh di kota besar (dalam Deaux & Wrightsman, 1984). 

2. Norma yang dianut individu penolong. Norma personal merupakan perasaan individu terhadap suatu kewajiban untuk bertindak dengan cara tertentu dan dalam situasi tertentu. Norma personal ini mendorong individu untuk menolong individu lain karena dengan menolong, ia telah memenuhi kewajiban dan bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat (dalam Deaux & Wrightsman, 1984).

3. Suasana hati. Berdasarkan hasil penelitian eksperimen yang dilakukan Isen dan Levin, dapat disimpulkan bahwa suasana hati yang baik secara konsisten dapat membuat individu memiliki kecenderungan untuk menolong orang lain dalam berbagai situasi. Lebih lanjut ia menjelaskan hal tersebut  dapat terjadi karena ketika seorang individu mengalami suasana hati yang baik, maka proses kognitif dan pikirannya akan menjadi positif. Menurut Isen, pikiran dan proses kognitif yang positif berkaitan  dengan perilaku menolong dalam diri individu, sehingga ketika individu sedang  dalam suasana hati yang baik, ia dengan senang hati akan menolong individu lain  (dalam Deaux & Wrightsman, 1984). d).  

             Selain faktor internal, ada pula faktor eksternal yang memengaruhi munculnya perilaku menolong yaitu sebagai berikut :

1. Karakteristik individu yang membutuhkan pertolongan. Karakteristik yang paling berpengaruh adalah sifat ketergantungan yang ada pada diri individu (Deaux & Wrightsman, 1984).  Selain karena sifat ketergantungan yang ada pada diri individu, kesamaan yang dimiliki antara individu penolong dengan individu yang membutuhkan pertolongan merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi perilaku menolong (Deaux & Wrightsman, 1984). 

2. Norma sosial yang berlaku di masyarakat. Salah satu norma sosial yang berkaitan dengan perilaku menolong adalah social responsibility norm. Norma tersebut mengatakan bahwa kita memiliki kewajiban untuk menolong individu-individu yang membutuhkan pertolongan (Berkowitz & Daniels, dalam Deaux & Wrightsman, 1984). Kemudian, selain social responsibility norm terdapat norma lain yang lebih kuat dan mengikat yakni reciprocity norm. Gouldner mengatakan bahwa individu memiliki kewajiban untuk menolong individu lain yang sebelumnya pernah menolong dirinya (dalam Deaux & Wrightsman, 1984).

3. Keberadaan orang lain. Keberadaan orang lain juga merupakan faktor yang dapat memengaruhi perilaku menolong. Individu cenderung tidak akan menolong orang yang membutuhkan pertolongan ketika banyak individu-individu lain di sekitarnya. Fenomena tersebut dikenal dengan nama bystander effect (Deaux & Wrightsman, 1984).

      Sebenarnya ketika seorang manusia ingin menolong individu yang lain sangatlah mudah akan tetapi hal itu berbalik lagi kepada individu yang bersangkutan jika kita lihat dari faktor pendorong dari luar dan dalam seorang manusia sangat mempengaruhi tindakan alturisme tersebut. 

Daftar Pustaka : 

David G. Myers. (2012). Psikologi sosial jilid 2. Jakarta : Salemba Humanika.

Isnaeni N dkk, 2018. Meningkatkan Perilaku Altruisme Pada Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) Melalui Konseling Kelompok. Indonesian Journal of Guidance and Counseling: 7(1) (2018).

Eisenberg, N., & Mussen, P. H. (1989). The roots of prosocial behavior in children 4th Ed. UK: Cambridge, University Press.

Nisrina U dkk, 2017. Pengaruh Empati Emosional Terhadap Perilaku Prososial Yang di Moderasi Oleh Jenis Kelamin Pada Mahasiswa. Jurnal Psikologi Sosial 2017, Vol. 15, No. 02, 72-83

Hanum U dkk, 2016. Perilaku Menolong Relawan Spontan Bencana Alam. E-JURNAL GAMA JOP VOLUME 2, NO. 1, 2016: 48-59

Latane, B., Darley, J.M. (1970). The Unresponsive Bystander: Why Doesn’t He Help?. New York, NY: Appleton Century Crofts.

Deaux, K., & Wrightsman, L. S. (1984). Social psychology in the 80s. California: Brooks/Cole Publishing Company.

Anna, 2009. https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/sains/read/2009/10/30/13331119/menolong.orang.lain.membantu.diri.sendiri (diakses pada 13 Juni 2020)

Referensi  Gambar : 

NU Pesawaran, 2018. https://www.nupesawaran.or.id/2016/03/tolong-menolong-dalam-kebaikan.html?m=1 (diakses pada 14 Juni 2020) 

Joliana, 2015. http://www.tzuchi.or.id/mobile/read-misi/kakek-nenek-bahagia-kami-juga-/5478 (diakses pada 14 Juni 2020)


6 komentar:

  1. sikap prososial atau altruisme merupakan sikap keikhlasan untuk menolong atau membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan atau jasa atau timbal balik apapun dari yang sudah dilakukannya tersebut terhadap seseorang. Jadi perilaku prososial ini sangatlah kita butuhkan untuk menciptakan kebahagiaan di tengah – tengah sosial kita.

    BalasHapus
  2. Wildan Patur Rahman15 Juni 2020 pukul 10.15

    Ada beberapa kata yang typo dan ada kalimat yang menurut saya rancu dan sulit dipahami seperti pada paragraf ke 5 alinea pertama... Mungkin yang dimaksudnya adalah "hal tersebut bisa kita jadikan kesempatan untuk menolong mereka dengan cara..."
    Tapi dari segi pembahasan, materi ini sangat menarik karena jarang sekali hal-hal seperti ini diperhatikan... Dan juga bahasa yang digunakan mudah dicerna oleh orang-orang awam seperti saya...

    BalasHapus
  3. Keren,a simple dan sederhana penjelasan tapi di coba lagi lebih include, yg lebih terstruktur biar lebih enak bacanya, jadi saat dihayati pas baca, kita bisa rasakan juga penjelasan dan peristilahan kasus maupun poin solution yg di lampirkan. Hehe

    BalasHapus
  4. bagus,keren, semangat vir😍

    BalasHapus