Beatrice. A. J. C. Randan / 19310410040
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Dosen Pengampu: Arundhati Shinta, M.A.
Wabah Covid-19 merupakan
masalah dari menurunnya omzet penjualan hingga 80 persen. Menurut Umar Kasim
salah satu permasalahan yang sering muncul dalam hubungan kerja adalah
permasalahan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Umar mengemukakan bahwa
berakhirnya hubungan kerja bagi tenaga kerja dapat mengakibatkan pekerja
kehilangan mata pencaharian yang berarti pula permulaan masa pengangguran
dengan segala akibatnya, sehingga untuk menjamin kepastian dan ketentraman
hidup tenaga kerja, seharusnya tidak ada pemutusan hubungan kerja.
Undang-Undang
No.13 Tahun 2003 Pasal 1 Angka 25 menjelaskan bahwa defenisi Pemutusan Hubungan
Kerja ( PHK ) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara buruh dan pekerja.
Berdasarkan data
Kementrian Ketenagakerjaan yang dirilis pada tanggal 12 Mei 2020, total tenaga
kerja yang terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) maupun yang dirumahkan akibat
Pandemi Covid-19 mencapai 1.722. 958 juta pekerja. Jumlah tersebut terdiri dari
pekerja formal yang dirumahkan sebanyak 1. 032. 960 orang dan pekerja formal
yang di-PHK sebanyak 357. 165 orang, kata Haiyani Rumondang sebagai ditjen
Pembina Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos)
Kementrian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Jumlah perusahaan yang telah melakukann
PHK sebanyak 41.000, sedangkan yang dirumahkan sebanyak 44.000 perusahaan.
(Kompas, 2020).
Pemerintah
sendiri sudah berusaha membaca tren PHK yang akan meroket karena pandemi
COVID-19. Pada 16 Maret lalu, saat mengumumkan kebijakan work from home (WFH),
Presiden Joko Widodo juga tegas menginstruksikan pada pengusaha untuk jangan
sampai ada PHK. “Beri tahu pada perusahaan-perusahaan agar tidak melakukan
pemutusan hubungan kerja,” katanya. Namun, gelombang itu tak terelakkan.
Berdasarkan Organisasi Buruh Dunia (ILO), sekira 2,7 miliar pekerja di seluruh
dunia terdampak efek ekonomi pandemi COVID-19. Bentuknya, mulai dari
pengurangan jam kerja, dirumahkan, cuti tanpa gaji, hingga PHK. Ada empat sektor
terdampak paling buruk menurut ILO: perdagangan ritel dan grosir, manufaktur,
real estate, serta transportasi dan restoran. Ada sekira 1,25 miliar pekerja di
sektor-sektor itu yang terpukul pandemi atau setara 38 persen dari total tenaga
kerja global.
Selain mengimbau perusahaan-perusahaan untuk tidak melakukan PHK, pemerintahan Joko Widodo mengeluarkan sejumlah kebijakan yang dianggap akan membantu situasi. Salah satu paling kontroversial adalah Kartu Prakerja. Dari total Rp405,1 triliun yang digelontorkan pemerintah untuk penanganan wabah COVID-19, Presiden Jokowi mengalokasikan jaring pengaman sosial sebesar Rp110 triliun untuk masyarakat lapisan bawah. Sementara untuk program Kartu Prakerja sendiri mendapat anggaran Rp20 triliun, yang rancangan awalnya hanya mendapat Rp10 triliun. Uang tersebut diharapkan bisa berguna buat 5,6 juta terutama pekerja informal serta pelaku usaha mikro dan kecil yang terdampak Covid-19.
Selain mengimbau perusahaan-perusahaan untuk tidak melakukan PHK, pemerintahan Joko Widodo mengeluarkan sejumlah kebijakan yang dianggap akan membantu situasi. Salah satu paling kontroversial adalah Kartu Prakerja. Dari total Rp405,1 triliun yang digelontorkan pemerintah untuk penanganan wabah COVID-19, Presiden Jokowi mengalokasikan jaring pengaman sosial sebesar Rp110 triliun untuk masyarakat lapisan bawah. Sementara untuk program Kartu Prakerja sendiri mendapat anggaran Rp20 triliun, yang rancangan awalnya hanya mendapat Rp10 triliun. Uang tersebut diharapkan bisa berguna buat 5,6 juta terutama pekerja informal serta pelaku usaha mikro dan kecil yang terdampak Covid-19.
Daftar Pustaka:
Umar kasim.
Hubungan kerja dan pemutusan hubungan kerja, Informasi hukum Vol. 2 Tahun 2004,
hlm. 26
Indonesia,
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan
Sumber Gambar:
0 komentar:
Posting Komentar