Beatrice. A. J. C. Randan / 19310410040
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Dosen Pengampu: Dr. Arundati Shinta, MA.
Lebih
dari sebulan wabah virus corona telah menjangkit sejumlah wilayah di Indonesia
sejak 2 Maret 2020. Adapun jumlah kasus terinfeksi virus corona tiap hari pun
mengalami kenaikan yang signifikan. Sejak kasus pertama
diumumkan, angka kasus positif Covid-19 terus mengalami lonjakan. Pemerintah
Indonesia melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mencatat jumlah
kasus terkonfirmasi positif Covid-19 per hari ini sabtu (6/6) menjadi 30.514
setelah ada penambahan 993 orang. Sedangkan pasien yang dinyatakan sembuh
menjadi 9.907. Sebagai upaya menekan penyebaran Covid-19 Presiden Joko Widodo
menetapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kebijakan ini
juga diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) yangg telah ditandatangani
Presiden. Sebelum
mengumumkan pemberlakuan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) Presiden Jokowi telah mengimbau kepada
masyarakat untuk belajar, bekerja dan beribadah dari rumah dalam upaya pembatasan
sosial (social distancing) guna menghentikan penyebaran Covid-19.
Dalam
UU dijelaskan PSBB bertujuan untuh mencegah meluasnya penyebaran penyakit
Covid-19 antar-orang yang telah ditetapkan berisiko dan menimbulkan Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat (Pasal 59 ayat 2). Berdasarkan Pasal 59 ayat 3, hal-hal yang
meliputi PSBB antara lain aktifitas diluar rumah diberhentikan, yang kemudian
diganti menjadi beraktifitas di rumah yang dilakukan sistem online. Seperti sekolah,
perkuliahan, kerja, dan kegiatan beribah.
Berangkat
dari hal tersebut, Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah
menginstruksikan masyarakat untuk mematuhi protokol-protokol pencegahan virus
corona, salah satunya dengan karantina mandiri. Namun, seiring berjalannya
waktu, adanya protokol ini menjadi tidak lagi ampuh untuk membuat masyarakat
menjadi patuh pada aturan kesehatan. Seperti contohnya pemerintah sudah
menerapkan belajar online untuk para siswa dan mahasiswa agar memutuskan rantai
penyebaran virus dan memberlakukan kerja didalam rumah, namun kondisi ini
dimanfaatkan oleh banyak orang untuk berlibur. Bahkan, beberapa masyarakat pun
sampai mudik ke kampung halaman, meski pemerintah telah menyuarakan agar tidak
mudik demi menghentikan rantai penularan virus. Tapi, masih banyak masyarakat
yang membandel. Selain itu masih banyak juga masyarakat yang berkumpul dengan
orang lain di tengah pandemi covid-19 ini dengan tidak menggunakan masker. Masih banyak masyarakat Indonesia yang
menganggap enteng virus ini, dengan tidak mengindahkan himbauan dari pemerintah.
Lalu, mengapa masyarakat Indonesia susah untuk diminta agar tetap berada di
rumah selama pandemi virus corona?
Sosiolog
dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta, Drajat Tri Kartono menyampaikan,
kejadian tersebut terjadi karena kurang eratnya social control yang
pemerintah lakukan. Menurutnya, jika government control bergerak
sendiri, harus diikuti oleh aparatur yang kuat untuk pengendaliannya. Sebab,
jika government control itu hanya berupa nasihat, maka
penguatannya dinilai kurang. Tetapi, bila government control dan
implikasi-implikasi pada perizinan serta administrasi di beberapa tempat
diterapkan secara ketat, dan bagi pelanggar dikenai sanksi, itulah yang efektif
bagi social control. Drajat menambahkan, jika telah
diterapkan government control dan dilakukan darurat sipil atau
darurat militer, maka dipastikan tidak akan ada yang melawan.
Faktor
lain yang menjadi penyebab ketidakpatuhan adalah ada keterampasan yang tidak
disertai dengan kompensasi. Sehingga, masyarakat mengalami kesulitan secara
ekonomi tapi mereka tidak boleh keluar rumah. Dengan tidak bisa keluar rumah,
mereka pun tidak bisa mendapatkan penghasilan. Bila tidak ditopang
kehidupannya, maka mereka akan sulit bertahan hidup.
Selain
itu, penyebab masyarakat menjadi tidak patuh karena mereka melihat di jalanan
masih banyak motor dan mobil yang beroperasi, serta mereka aman-aman saja saat
pulang. "Ketidakpatuhan ini juga didukung jika mereka tidak mendapatkan
dukungan ekonomi," sebut Drajat. Kemudian, penyebab lain dari perilaku
masyarakat yang tidak patuh: mereka jenuh dengan pola yang sama dan merasa
sudah mengerti. Drajat menjelaskan, ketika hal itu terjadi, alternatifnya
menggunakan jarak makna.
Referensi:
Referensi
Gambar:
https://banten.idntimes.com/news/banten/candra-irawan-2/negatif-covid-19-tujuh-warga-tangerang-dipulangkanhttps://www.tribunnews.com/nasional/2020/04/15/kata-sosiolog-soal-susahnya-masyarakat-indonesia-diminta tetap-di-rumah-saat-pandemi-virus-corona
0 komentar:
Posting Komentar