3.6.20

Fenomena Social Loafing : Apa Pengaruhnya dalam Kerja Kelompok?


Imelta Indriyani Alfiah/ 19310410062
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Dosen Pengampu : Dr. Arundati Shinta, MA.
Menurut para ahli psikologi sosial, kelompok didefinisikan sebagai dua orang atau lebih yang saling berinteraksi, memiliki tujuan-tujuan yang sama, memiliki hubungan yang stabil, dan dalam hal-hal tertentu saling-tergantung satu sama lain, dan memiliki persepsi bahwa mereka adalah bagian dari kelompok yang sama (H. P Sutjipto dan S.M Sutjipto, 2008).
Social loafing adalah kecenderungan individu untuk memberikan usaha yang lebih sedikit ketika dalam kelompok dibandingkan  jika  ketika  bekerja  sendirian (Stark, E. M., Shaw, J.D., & Duffy, M.K, 2007). Social  loafing diketahui semakin terjadi seiring dengan bertambahnya ukuran kelompok (Kreitner, R., & Kinicki, A, 2010), jika  ditotalkan,  hasil  yang  diperoleh  dari  kerja kelompok justru lebih rendah dari total hasil pekerjaan secara individual.
Adanya semangat akan mendorong terjadinya usaha. Pada tugas yang mudah dan sederhana, respon dominan yang muncul adalah menyelesaikannya dengan baik. Sebaliknya, pada tugas yang sulit, baru dan tidak famiiar, respon dominan yang muncul adalah melakukan kesalahan. Namun kehadiran pihak lain ternyata dapat menurunkan semangat dan oleh karenanya dapat menurunkan kinerja pada tugas sederhana tetapi justru akan meningkatkan kinerja pada tugas yang kompleks.
Latane, dkk (Schnake, 1991) menyatakan bahwa keramaian kelompok dapat menjadikan anggotanya “bersembunyi”. Individu dapat mengasumsikan bahwa karena kontribusi individual mereka tidak dapat diidentifikasikan, maka mereka pun tidak dapat dihargai ataupun dipersalahkan. Dengan demikian, individu dapat mengurangi usaha mereka atau justru mengambil keuntungan dari usaha anggota lainnya (free rider).
Sejumlah hal yang dapat dilakukan untuk menurunkan social loafing adalah (Karau & Williams, 1995): 1) kinerja kolektif individual harus bisa diidentifikasi dan dievaluasi oleh atasan, rekan kerja, dan oleh anggota itu sendiri; 2) bekerja dalam kelompok-kelompok kecil dibandingkan dengan kelompok besar; 3) menyatakan bahwa kontribusi setiap anggota bersifat unik dan tidak tergantikan; 4) terdapat standar yang jelas untuk dibandingkan dengan kinerja mereka; 5) menumbuhkan ketertarikan intrinsik dari anggota, memberikan tugas yang bermakna, memberikan tugas yang memiliki tingkat keterlibatan personal yang tinggi; 6) bekerja dengan sosok yang dikagum; 7) individu memperkirakan bahwa rekan kerja mereka tidak mampu memenuhi tugas; dan 8) individu memiliki kepentingan pribadi atas pentingnya hasil  kolektif.

Kerja kelompok akan sukses jika tim dalam kelompok bekerjasama dengan baik dan saling bertanggung jawab. Tapi jika terjadi pengalihan tanggung jawab atau social loafing dalam tim tersebut maka akan mengakibatkan tidak efisiennya pekerjaan.
Social loafing akan sangat merugikan dalam situasi kelompok ketika kontribusi masing-masing anggota diperlukan untuk menghasilkan output kelompok. Tidak hanya berkurangnya satu sumbangan individu, namun juga akan menyebabkan lingkungan kerja yang tidak positif karena dapat menyebabkan efek negatif pada motivasi anggota lain. Apabila perilaku social loafing salah satu anggota dapat dikenali oleh anggota lainnya, maka akan menyebabkan anggota lain mengurangi usahanya dan dengan demikian, akan menyebabkan kerugian yang lebih besar.

DAFTAR PUSTAKA :
E. M., Shaw, J.D., & Duffy, M.K,”Preference for group work, winning orientation, and social loafing behaviour in groups”, Group and Organizational management, Vol.32, (2007); 699-723.
H. P Sutjipto dan S.M Sutjipto, Hand-out Psikologi Sosial, (Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 2008), hal. 3.
Karau, S. J., & Williams, K. D. (1997). The effects of group cohesiveness on social loafing and social compensation. Group Dynamics: Theory, Research and Practice, 1, 156-168.
Kreitner, R., & Kinicki, A, Organizational Behaviour”, 9th.ed., (NewYork: Mc. Graw-Hill/Irwin, 2010).
Schnake, M.E, Equity in effort: The ‘Sucker effect’ in co-acting groups”, Journal of Management, Vol.17 (1991), 41-55.

4 komentar:

  1. Alhamdulillah dapet ilmu lagi😀. Semoga ilmu yang kakak share bermanfaat untuk semua, Aamiin🤲

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus