15.6.20

Fenomena Bullying yang Merugikan Korban Sekaligus Pelaku



Trias Sabila Rahmah
19310410036
Mata Kuliah : Psikologi Sosial
Dosen Pengampu : Dr. Arundati Shinta, MA

Topik bullying tidak pernah habis dari masa kemasa. Setiap tahun selalu ada kasus-kasus baru tentang perilaku peserta didik yang diketegorikan sebagai perilaku menyimpang, dilakukan secara sengaja dengan niat untuk melemahkan korban, mempermalukan, dan dilakukan berulang-ulang (Sari dan Azwar, 2017).

Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku kekerasan dimana terjadi pemaksaan secara psikologis ataupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok orang yang lebih “lemah” oleh seseorang atau sekelompok orang. Pelaku bullying yang biasa disebut bully bisa seseorang, bisa juga sekelompok orang, dan ia atau mereka mempersepsikan dirinya memiliki power (kekuasaan) untuk melakukan apa saja terhadap korbannya. Korban juga mempersepsikan dirinya sebagai pihak yang lemah, tidak berdaya dan selalu merasa terancan oleh bully. (Jurnal Pengalaman Intervensi Dari Beberapa Kasus Bullying, Djuwita, 2005 ; 8, dalam Ariesto 2009).

Menurut Carroll (dalam Zakiyah, dkk 2017), terdapat empat faktor yang mempengaruhi remaja melakukan tindakan beresiko. Faktor tersebut adalah faktor individu, keluarga, peer group, dan faktor komunitas. Pelaku bullying, bila dikaitkan dengan teori tersebut, bisa dipengaruhi oleh lemahnya keterampilan sosial bully karena rasa simpati dan empati yang rendah dan memiliki tabiat yang menindas. Keluarga juga dapat menjadi faktor seorang remaja menjadi bully. Misalnya, buruknya hubungan anak dengan orang tua. Remaja bisa jadi kehilangan perhatian di rumah sehingga dia mencari perhatian di sekolah dengan menunjukkan kekuasaannya terhadap seseorang yang dianggap lebih lemah dari pada dirinya. Selain itu, kekerasan yang dilakukan di rumah terhadap anak bisa jadi salah satu alasan mengapa seseorang menjadi bully. Pelaku bullying melakukan penindasan sebagai pelarian di lingkungan rumah yang selalu menindasnya dan membuat dia tidak berdaya (Zakiyah, dkk 2017).

Bullying dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan fisik maupun mental. Hal ini terjadi pada korban bullying. Kondisi psikologis korban bullying akan mengalami trauma, rasa trauma tersebut mengakibatkan si anak tidak ingin bertemu dengan temannya yang telah membully-dirinya. Jika dilihat dari dampak sosial yang dialami oleh korban bullying sudah terlihat jelas bahwa korban menjadi tidak percaya diri dan menutup diri dari lingkungan sosialnya dan menghindari untuk bertemu dengan pelaku yang mem-bully nya (Novalia, 2016).

Ketika tindakan bullying terjadi pada mereka baik verbal, fisik, maupun psikologis/mental, korban akan mengalami sejumlah gangguan psikologis. Korban bullying tercatat mengalami gejala depresi, kecemasan, serta pemikiran bunuh diri. Korban bullying cenderung mengalami emotionally withdrawn, sensitif, rasa marah yang meluap-luap, penurunan prestasi akademik, cenderung menghindari interaksi sosial, bahkan mengalami penarikan sosial sehingga ia tidak mampu berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Selain dampak-dampak psikologis tersebut, dampak fisik juga tidak jarang terjadi pada korban bullying. Beberapa diantaranya terkait psikosomatis seperti sakit kepala, sakit perut dan ketegangan otot, palpitasi, nyeri kronis, gelisah karena bermasalah dengan tidur, serta rasa tidak aman ketika berada pada lingkungan yang berpotensi besar terjadi bullying.

Tindakan bullying merupakan tindakan yang merugikan. Tidak hanya merugikan korban, tindakan bullying juga merugikan bagi si pelaku. Pelaku bullying di usia remaja rentan terhadap masalah-masalah psikologi jangka panjang dan akan terbawa hingga dewasa jika tidak ditangani dengan tepat. Pelaku berisiko tumbuh menjadi seorang dewasa yang tidak bahagia. Ditambah lagi, pelaku bullying rentan mengalami masalah-masalah psikologis seperti masalah pengendalian emosi sehingga ia akan kesulitan membangun relasi/hubungan sosial maupun hubungan romantis.

Sebagai pelaku Pendidikan dan masyarakat umum, sudah sepatutnya kita mulai memberi perhatian lebih terhadap adanya faktor-faktor yang beresiko terjadi tindakan bullying. Dalam lingkup keluarga dan sekolah, orang tua dan guru perlu menanamkan konsep diri yang matang, kepercayaan diri yang kuat, keterampilan sosial yang baik, banyak mendengarkan pendapat anak, komunikasi yang berkualitas, budaya sekolah yang berorientasi pada pembelajaran, kelompok belajar yang positif. Bagi masyarakat tentu bisa berperan dalam menciptakan lingkungan yang aman, suportif dan mengarah ke hal-hal yang positif. Orang tua, guru dan masyarakat hendaknya bersama-sama berperan dalam kehidupan sekolah anak-anak untuk menghindari terjadinya tindakan bullying yang merugikan.

Daftar Pustaka :
Ariesto, A. (2009). Pelaksanaan Program Antibullying Teacher Empowerment. Retrieved Juni 15, 2019, from http://lib.ui.ac.id/

Sari, Y, P; Azwar, W. 2017. FENOMENA BULLYING SISWA: STUDI TENTANG MOTIF PERILAKU BULLYING SISWA DI SMP NEGERI 01 PAINAN, SUMATERA BARAT. Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam 10 (2).

Zakiyah, E; Humaedi, S; Meilanny, B. 2017. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REMAJA DALAM MELAKUKAN BULLYING. Jurnal Penelitian & PPM Vol 4, No: 2.

0 komentar:

Posting Komentar