15.6.20

DIGITAL LITERACY: Lebih Cermat Memilah Asupan Berita




Novia Zahra Zakiah/19310410025
Ujian Akhir Semester Genap Tahun Ajaran 2019/2020

Mata Kuliah : Psikologi Industri & Organisasi
Dosen Pengampu : Dr. Arundati Shinta, MA.


     Di era globalisasi ini, masyarakat lebih memilih membaca berita atau cerita fiksi dari gadget dan media online. Dengan melakukan hal tersebut gadget dapat di katakan praktis. Namun kita tidak pernah tau keakuratan dari sebuah berita yang tercantum di media online. Maka dari itu kita harus memperkuat kemampuan literasi digital kita.
Menurut Gilster (penulis buku Digital Literacy, 1997), Digital literacy atau literasi digital adalah kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dalam berbagai format dari beragam sumber dan disajikan melalui komputer (Digital Literacy for the 21st Century, diakses pada 14 Juni 2020). Namun, maraknya penyebaran hoax akhir-akhir ini sangat meresahkan. Kita harus pandai memilah berita yang akan kita baca. Berikut beberapa tips dalam menghadapi berita hoax:

  • Mengenali Berita yang Mungkin Palsu
     Kita harus mampu mengenali berita-berita palsu. Para penyebar hoax bisa saja menyebarkan informasi yang sudah diedit. Maka dari itu kita harus peka terhadap berita palsu.

  • Cek Ulang dengan Sumber lain
     Jika berita benar, maka akan ada sumber-sumber yang akurat. Atau bahkan berita yang disebarkan tidak hanya di satu atau dua media. Atau kita bisa menanyakan pada orang yang kita percayai.

  • Hentikan Penyebaran
     Jika berita tersebut sudah pasti berita hoax, maka kita harus menghentikan penyebarannya. Jika kita ikut menyebarkan berita hoax tersebut, kita akan dikenai Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang No.19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 40 ayat (2a) Undang-Undang No.19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Lalu, Pasal 40 ayat (2b) Undang-Undang No.19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sampai Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Bermuatan Negatif. Dengan sanksi hukuman pidana penjara selama enam tahun dan/atau denda satu miliar (kominfo, diakses pada 14 Juni 2020).

  • Membagikan Kebahagiaan Bukan Rumor
     Daripada kita menyebarkan rumor yang belum tentu kebenarannya, lebih baik kita menyebarkan kebahagiaan kepada lingkungan sekitar kita. Jika kita menyebarkan rumor, sama saja dengan kita menyebarkan hoax.

  • Mengurangi Penggunaan Gadget
     Kita harus mencoba untuk lepas dari gadget agar kita tidak ketergantungan dengan gadget. Kita masih bisa membaca berita melalui koran yang sudah pasti kebenarannya. Hal tersebut juga akan mengurangi kemungkinan penyebaran hoax.

     Mari kita bantu untuk mengurangi penyebaran hoax di negeri ini. Kita bantu generasi penerus bangsa untuk tidak termakan oleh berita-berita bohong. Mulailah memilah berita-berita yang akan kita konsumsi dan bagikan.

Referensi:
Spires, Hiler A., Casey Medlock Paul, Shea N. Kerkhoff. 2018. Digital Literacy for 21st Century. USA: 2235. Doi: 10.4018/978-1-5225-2255-3.ch194.
Diandra. 2017. Penebar Hoax Bisa Dijerat Segudang Pasal. Kominfo.go.id. diakses dari https://kominfo.go.id/content/detail/8863/penebar-hoax-bisa-dijerat-segudangpas al/0/ sorotan media (diakses pada 14 Juni 2020).


4 komentar:

  1. Mantapp, bisa jadi solusi untuk meminimalisir penyebaran hoax.

    BalasHapus
  2. Sangat bagus ,apalagi disaat saat seperti sekarang ini hoax yang sudah menjadi makanan sehari hari ,makanya sangat dibutuhkan info semacam ini

    BalasHapus
  3. Artikelnya bermanfaat, saya jadi lebih tau akan informasi ini.

    BalasHapus
  4. Sangat bermanfaat, terima kasih

    BalasHapus