14.6.20

ANOMIE SOSIAL DI TENGAH PANDEMI: TEORI PERTUKARAN SOSIAL SEBAGAI SENJATA NEGARA DALAM MENGATASINYA


UJIAN AKHIR PSIKOLOGI SOSIAL l
(Semester Genap 2019/2020)
Andi Purnawan (19310410002)
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta

 Covid-19 adalah pandemi global yang berdampak besar di semua kalangan dan lapisan masyarakat. Bukan hanya di bidang kesehatan saja yang menjadi polemik saat ini. Namun di bidang pendidikan, ekonomi, dan keberlangsungan hidup masyarakat menjadi masalah yang serius yang disebabkan adanya bencana non-alam tersebut. Hampir satu bulan, sejak kali pertama kasus virus Corona secara resmi diumumkan terjadi di Indonesia, data menunjukkan bahwa kecenderungan jumlah orang yang terserang Covid-19 setiap hari semakin bertambah. Media masa tidak henti-hentinya memberitakan kasus tersebut. Mulai dari perkembangan penyebaran virus, jumlah kematian, dan juga tingkat kesembuhan. Sebagian besar orang, informasi tentang peningkatan kasus positif dirasa menimbulkan kecemasan tersendiri. Padahal dengan kecemasan yang semakin berlebihan tentu dapat berdampak bagi kesehatan psikis secara tidak langsung.
         Saat ini, pemerintah berupaya keras dalam melakukan beberapa kebijakan guna memutus penyebaran Covid-19. Kebijakan tersebut terdiri dari kebijakan penanganan terhadap orang-orang yang sudah terinveksi Covid-19, maupun kebijakan untuk memutus rantai penyebarannya. Intervensi kebijakan pemerintah melalui pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dilakukan dengan wujud seperti upaya meliburkan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan dan pembatasan kegiatan di area publik serta fasilitas umum. Akan tetapi, kebijakan-kebijakan tersebut rupanya belum mampu mengatasi peluasan penyebaran Covid-19. Tampaknya lembaga pendidikan yang paling konsisten dalam menjalankan kebijakan tersebut. Adapun dunia usaha dan lembaga-lembaga sosial dan keagamaan masih melakukan aktivitasnya walaupun sudah berkurang. Hal tersebut memiliki beberapa alasan salah satunya manusia sebagai makhluk ekonomi yang mengedepankan kebutuhan hidup, kesejahteraan dan kebahagiaan. Kebahagiaan akan dicapai apabila segala kebutuhan hidup dapat terpenuhi baik secara spiritual serta material (Ilyas, 2016).
            Kurva penyebaran Covid-19 yang dirasa belum mengalami penurunan bahkan kian hari semakin naik, menjadikan indikasi bahwa kemampuan negara belum optimal sehingga memunculkan kondisi yang belum mampu diprediksi dan terdapat ketidakpastian dalam menyikapi kondisi sosial tersebut. Kerumitan masalah semakin memuncak mana kala ada perbedaan pesan atau instruksi dari pemimpin publik pada tiap level kepemimpinan. Contohnya, ada pemimpin yang dengan tegasnya mengeluarkan aturan larangan terhadap perilaku mudik, ada yang sebatas imbauan saja, serta ada yang tidak melarang melakukan mudik asalkan melakukan isolasi diri setelah sampai di tempat tinggal. Kondisi sosial yang tidak pasti serta kebijakan yang terkesan membingungkan tersebut dapat memunculkan permasalahan seperti perilaku anomie pada masyarakat.
            Perilaku anomie biasa terjadi di saat situasi yang kurang menentu seperti pandemi Covid-19 ini. Anomie merupakan suatu perilaku sosial yang oleh Emile Durkheim diartikan sebagai situasi tanpa dukungan kejelasan norma dan arah, adanya kesenjangan antara kenyataan dan harapan (Said, 2002). Konsepsi ini menyebabkan seseorang menarik diri dan seakan-akan pasrah.pada keadaan. Dalam situasi seperti ini, saat masyarakat menerima kebijakan yang membingungkan terdapat dua kemungkinan yang akan dilakukan. Pertama, seseorang yang benar-benar cemas akan bersikap pasif. Jika usaha ditutup, mereka seseorang cenderung mengurungkan diri tanpa ada usaha sama sekali untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Dampaknya masyarakat cenderung menunggu bantuan-bantuan yang belum pasti dapatnya. Kedua, adanya ketidakpastian imbauan dari pemimpin dan dengan alasan kebutuhan harus tetap terpenuhi, seseorang cenderung nekat. Sikap mereka menganggap remeh dampak-dampak yang akan ditimbulkan nantinya serta pasrah akan akibat dari sikap yang dilakukannya.

(Sumber Gambar: Greelane.Com)

            Pada situasi krisis dan ketidakpastian seperti ini pendekatan alturistik yang bisa dilakukan adalah kekuatan memaksa bagi siapa pun yang menghambat upaya dalam pencegahan penyebaran Covid-19. Dalam studi sosial, pendekatan alturistik yang sudah mulai dipakai pemerintah Indonesia adalah teori pertukaran sosial. Dalam teori pertukaran sosial tersebut menjelaskan bahwa dalam setiap situasi sosial individu akan akan selalu menimbang-nimbang antara cost (pengorbanan) yang harus dikeluarkannya reward (imbalan atau keuntungan) yang diperolehnya (Shinta, Bimono, & Listiari, 2015). Jadi ada kebijakan negara yang diberikan kepada masyarakat, sebaliknya masyarakat harus mengembalikannya dalam bentuk menjalankan kewajiban yang ditetapkan negara. Begitu pula negara saat ini sudah memulai memberikan insentif berskala sosial ekonomi kepada masyarakat. Negara memberikan beberapa bentuk bantuan dana sosial baik untuk masyarakat desa maupun kota terutama mereka sebagai pekerja informal. Para pekerja yang tidak mudik akan terjamin kebutuhan pokoknya selama wabah Covid-19. Tidak hanya itu, kemudahan bagi dunia usaha dalam bentuk penundaan kewajiban kredit, pajak, dan sebagainya.
            Sikap tegas, cepat, dan altruistik serta kepastian kebijakan oleh negara menjadi penentu dalam naik turunnya persebaran Covid-19 ini. Berbagai kebijakan pemerintah yang sudah ditaati masyarakat dan insentif yang sudah diberikan sebagai penukar sosial diharapkan memberikan harapan dan masa bagi setiap warga negara untuk tetap optimis, penuh semangat, menjaga solidaritas, serta menjauhi tindakan dan perilaku yang anomie dan destruktif. Karena pada dasarnya setiap suatu tindakan yang dilakukan tentu akan menimbang-nimbang sesuatu yang akan didapatkannya.

Referensi:
Ilyas, R. (2016). Etika Konsumsi dan Kesejahteraan dalam Perspektif Ekonomi Islam. Jurnal Ekonomi Islam. 1 (1): 152-172.
Said, K. M. (2002). Etnisiti atau Anomie? Analisis Sosiologikal Peristiwa Pergaduhan Beramai-ramai di Petaling Jaya Selatan. Jurnal Akademia. 1 (1): 21-39.
Shinta, A., Bimono, & Listiari, E. (2015). Membangun Situasi Kerja yang Lebih Menyenangkan pada Karyawan dengan Pengadaan Minuman yang Bergizi Tinggi. Jurnal Psikologi Talenta. 1 (1): 45-54.



5 komentar: