FENOMENA
TURNOVER MENJADI MOMOK DI SUATU ORGANISASI
Andi Purnawan/19310410002
Fakultas Psikologi Universitas
Proklamasi 45
Yogyakarta
Dosen Pembimbing: Dr. Arundati Shinta,
MA.
Aset terbesar yang dimiliki suatu organisasi
salah satunya adalah karyawan. Tidak jarang, organisasi harus mengeluarkan
biaya ekstra untuk melakukan perekrutan dan pelatihan karyawan baru. Tujuannya adalah
untuk mencari karyawan yang profesional dan berkualitas. Namun banyak kita
jumpai disaat ada seorang karyawan yang meninggalkan organisasi atau resign, disaat itu pula ada orang lain
yang melamarkan diri di organisasi yang kemudian menggantikannya. Fenomena
seperti itu disebut dengan istilah turnover.
Turnover adalah keluarnya karyawan
dari suatu organisasi tempatnya bekerja. Turnover
memang merugikan organisasi, meskipun ada juga turnover yang justru menguntungkan organisasi (Robbins, 1998). Kenapa
hal tersebut bisa terjadi?
Selain mengincar gaji, tujuan karyawan
bergabung di suatu organisasi yaitu ingin mengembangkan potensi pada dirinya.
Harapan karyawan setelah menjadi bagian dalam suatu organisasi, karyawan
tersebut meningkatkan keterampilan softskill
maupun hardskill. Apabila organisasi
tidak mampu memfasilitasi pengembangan karir serta langkah-langkah yang harus
ditempuh secara jelas dalam tatanan suatu SOP (Standar Operasional Prosedur),
maka karyawan akan merasa terabaikan. Prospek organisasi atau perusahaan yang
terbatas membuat karyawan akan berusaha mencari perusahaan lain yang mampu
memberikan kesempatan baginya untuk berkembang (Nurhayat, 2020). Tingkat
turnover yang meroket tentu sebagai tanda bahwa sistem manajemen di suatu
organisasi masih terbilang buruk.
Tingkat turnover yang tinggi tentu berdampak buruk bagi suatu organisasi.
Jika karyawan-karyawan yang profesional mengundurkan diri atau bahkan diPHK
dari pihak organisasi, maka akan tertinggal atau tergantikan dengan
karyawan-karyawan yang baru serta karyawan yang kurang berkompeten. Karyawan
yang kurang berkompeten dan belum berpengalaman akan mengalami kesulitan
beradaptasi dengan job desk tambahan.
Alhasil target yang akan dicapai organisasi cenderung meleset. Kerugian suatu
organisasi ditambah dengan biaya yang sering dikeluarkan dalam proses
perekrutan karyawan baru. Di situlah siklus keluar masuk karyawan terjadi.
Biaya yang seharusnya dapat dipakai untuk pengembangan keterampilan karyawan
justru dianggarkan hanya untuk penjaringan karyawan baru.
Tingkat kerugian organisasi tidak
hanya dirasakan dari segi materi atau biaya. Turnover yang tinggi akan berdampak pada tatanan Sumber Daya
Manusia. Dampak buruk selanjutnya pada organisasi adalah turnover menular pada karyawan lainnya (Nasution, 2009).
Organisasi-organisasi yang mempunyai sejarah angka turnover yang tinggi
berdasarkan berbagai alasan, cenderung membuat karyawan lama untuk juga keluar
(Shaw et al., 1998). Dampak buruk selanjutnya adalah karyawan berkualitas
tinggi yang turnover itu ternyata
menyebabkan pelanggan juga menghilang. Karyawan yang berkualitas tinggi berarti
ia sudah menghayati rahasia organisasi dalam menarik pelanggan. Bila ia keluar
dari organisasi, berarti hilang pula pelanggannya (Chen, Wang, Chu, 2010).
Dampak turnover sangat berpengaruh dalam kemajuan suatu organisasi. Langkah
yang tepat harus segera dilakukan oleh organisasi untuk menurunkan tingkat turnover. Strategi investasi yang dilakukan
oleh bagian personalia adalah memastikan bahwa gaji, honor, dan berbagai
imbalan lainnya harus berjalan dengan lancar, baik jumlah dan waktu
pembagiannya (Shaw et al., 1998). Bagian
personalia juga meliputi stabilitas pekerjaan, pelatihan, dan keadilan prosedural.
Strategi juga harus memastikan adanya kesempatan promosi jabatan, program
mentoring dari karyawan senior pada karyawan junior, serta adanya saluran
komunikasi yang baik. Fenomena turnover
sebagai tanda pentingnya program training
dan pemberdayaan keterampilan pada karyawan.
Organisasi yang baik adalah organisasi
yang tidak hanya mengejar
materi saja namun mampu melihat tatanan dan kualitas Sumber Daya Manusianya.
Tingkat turnover yang tinggi tentu
menjadi citra buruk suatu organisasi. Organisasi lain akan memandang bahwa
organisasi tersebut memiliki kualitas buruk yang membiarkan karyawannya mati
aspirasi dan hanya menekankan aturan yang bersifat mengikat dan saklek.
Pemberdayaan dan pelatihan karyawan adalah langkah yang tepat untuk meminimalkan
tingkat turnover. Dengan pelatihan
akan tercipta konsep berpikir dan keterampilan karyawan yang semakin maju.
Melibatkan seluruh karyawan dalam pembuatan kebijakan akan membuat karyawan
merasa turut berpengaruh dalam kemajuan organisasi dan tentu hal tersebut dapat
menurunkan tingkat turnover.
Referensi:
Chen, Y.C., Wang, W.C.,
& Chu, Y.C. (2010). Structural Investigation of the Relationship Between
Working Satisfaction and Employee Turnover. The
Journal of Human Resource and Adult Learning. 6(1): 41-50.
Nasution, W.A. (2009).
Pengaruh Kepuasan Kerja Karyawan terhadap Intensi Turnover pada Call Center
Telkomsel di Medan. Jurnal Mandiri.
4(1): 1-57.
Nurhayat, Wiji. (2020).
Turnover Karyawan Jadi Masalah Menakutkan
Perusahaan, Apa Solusinya?. Talenta. Co.
https://www.talenta.co/blog/organisasi/turnover-karyawan-jadi-masalah-menakutkan-perusahaan-apa-solusinya/
(diakses pada 6 Mei 2020).
Robins, S.P. (1998). Organizational Behavior. 8th Ed.
International Edition. Upper Saddle River, New Jersey: Prentice-Hall
International, Inc.
Shaw, J.D., Delery,
J.E., Jenkins Jr., G.D & Gupta, N. (1998). An Organization-Level Analysis
of Voluntary and Involuntary Turnover.
Academy of Management Journal. 41(5): 511-525.
Makasih infonya kak 👍
BalasHapusSama-sama kak
HapusNice, lanjutkan mas
BalasHapus